KOMPAS.com – Wudhu menjadi syarat sahnya shalat.
Seorang Muslim tidak dapat menunaikan ibadah kepada Allah SWT dalam keadaan tidak suci.
Menjaga wudhu sama pentingnya dengan melaksanakannya, karena kesucian menjadi kunci diterimanya ibadah.
Namun, banyak orang tidak menyadari bahwa wudhunya batal karena hal-hal tertentu.
Dilansir dari laman MUI, dalam kitab Al-Fiqh Al-Manhaji ‘Ala Madzhab Al-Imam Asy-Syafi’i karya Dr Musthafa Al-Khan, Dr Musthafa Al-Bagha, dan Ali Asy-Syarbaji, dijelaskan secara rinci hal-hal yang membatalkan wudhu agar umat Islam dapat berhati-hati menjaga kesucian sebelum beribadah.
Baca juga: Hukum Berbicara saat Wudhu Menurut Ulama
Berikut penjelasan lima hal yang membatalkan wudhu menurut Mazhab Syafi’i.
Hal pertama yang membatalkan wudhu adalah keluarnya sesuatu dari dua jalan, yakni qubul (kemaluan depan) dan dubur (kemaluan belakang).
Yang dimaksud mencakup segala jenis keluaran, seperti air kencing, madzi, wadi, darah, nanah, kotoran, batu ginjal, atau gas seperti kentut.
Baik sedikit maupun banyak, suci atau najis, semuanya tetap dianggap membatalkan wudhu.
Dalilnya terdapat dalam firman Allah SWT:
اَوْ جَاۤءَ اَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ الْغَاۤىِٕطِ
“Atau bila salah seorang dari kamu datang dari tempat buang air.” (QS. Al-Maidah: 6)
Rasulullah SAW juga bersabda, “Allah tidak menerima sholat salah seorang di antara kalian jika berhadas sebelum berwudhu.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dengan demikian, setiap sesuatu yang keluar dari qubul dan dubur, meskipun sedikit atau tampak suci, tetap membatalkan wudhu.
Baca juga: 6 Rukun Wudhu yang Wajib Dipenuhi untuk Menyempurnakan Ibadah Sholat
Tidur juga termasuk hal yang membatalkan wudhu jika dilakukan dalam posisi tidak stabil atau ghair al-mutammakin.
Yang dimaksud tamakkun adalah posisi duduk dengan pantat menempel erat pada lantai, sedangkan ghair al-mutammakin berarti posisi duduk yang terangkat atau tidak menempel sempurna.
Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang tidur maka hendaklah ia berwudhu.” (HR Abu Daud dan Ibnu Majah)
Namun, tidur dalam posisi duduk yang stabil tidak membatalkan wudhu, karena seseorang masih bisa merasakan jika ada sesuatu yang keluar dari tubuhnya.
Hal ini sebagaimana disebut dalam hadis riwayat Muslim dari Anas RA, ketika para sahabat tertidur sambil duduk menunggu sholat, Nabi SAW tetap melaksanakan shalat tanpa menyuruh mereka berwudhu ulang.
Hilangnya akal dalam bentuk apa pun juga membatalkan wudhu.
Kondisi ini mencakup pingsan, mabuk, gila, hipnotis, atau bius medis yang membuat seseorang kehilangan kesadaran.
Alasannya, saat kehilangan akal, seseorang tidak mampu mengontrol tubuhnya, sehingga mungkin ada sesuatu yang keluar tanpa disadari.
Ulama mengqiyaskan kondisi ini dengan tidur, karena hilang akal lebih berat daripada tidur dalam hal hilangnya kesadaran.
Menyentuh kulit antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram juga termasuk hal yang membatalkan wudhu menurut Mazhab Syafi’i.
Hukum ini berlaku meskipun tanpa syahwat, selama ada sentuhan langsung tanpa penghalang seperti kain atau sarung tangan.
Sementara itu, menyentuh sesama mahram seperti ibu, anak, atau saudara kandung tidak membatalkan wudhu.
Ibnu Umar RA meriwayatkan bahwa mencium atau menyentuh istri termasuk dalam kategori mulamasah, yang berarti seseorang wajib berwudhu setelahnya.
Baca juga: Doa Setelah Wudhu: Arab, Latin, dan Artinya
Menyentuh kemaluan depan (qubul) atau belakang (dubur) dengan telapak tangan bagian dalam atau jari-jari tanpa penghalang juga membatalkan wudhu.
Ketentuan ini berlaku baik terhadap diri sendiri, orang lain, maupun jenazah.
Jika terdapat penghalang seperti kain atau sarung tangan, maka wudhu tidak batal.
Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa menyentuh kemaluannya, hendaklah ia berwudhu.” (HR Abu Daud dan At-Tirmidzi)
Dengan demikian, menyentuh bagian tubuh tersebut tanpa penghalang menjadi sebab batalnya wudhu, sebagaimana menyentuh qubul maupun dubur.
Memahami hal-hal yang membatalkan wudhu membantu seorang Muslim lebih berhati-hati menjaga kesucian diri.
Kesucian ini menjadi syarat utama diterimanya ibadah seperti shalat, thawaf, dan membaca Al-Qur’an.
Menjaga wudhu bukan sekadar ritual fisik, tetapi juga bentuk kesiapan spiritual untuk selalu dalam keadaan suci di hadapan Allah SWT.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang