Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fenomena Emas di Sungai Eufrat: Tanda Kiamat atau Sekadar Mineral?

Kompas.com, 8 Agustus 2025, 11:30 WIB
Khairina

Editor

KOMPAS.com-Penurunan drastis volume air di Sungai Eufrat membuat dasar sungai terlihat jelas di wilayah Raqqa, Suriah.

Gundukan tanah berkilau menyerupai emas muncul di area yang sebelumnya terendam air.

Fenomena ini memicu warga sekitar berbondong-bondong ke lokasi untuk menggali tanah tersebut dengan harapan menemukan emas.

Laporan Shafaq News menyebutkan, aktivitas penggalian dilakukan secara spontan tanpa pengaturan resmi dan berpotensi membahayakan keselamatan.

Bagi masyarakat setempat, fenomena ini menjadi harapan di tengah krisis air dan ekonomi yang berkepanjangan.

Baca juga: Alasan Sungai Eufrat Tiba-tiba Mengering, Pertanda Buruk?

Hadis Nabi Muhammad SAW Tentang "Gunung Emas"

Fenomena ini kerap dikaitkan dengan sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA.

Dalam hadis Shahih Muslim disebutkan:

"Begitu dekat (hari kiamat) yaitu ketika Sungai Furat menyibak harta kekayaan berupa emas yang terkandung di dalamnya, barangsiapa yang datang kepadanya maka janganlah ia mengambil sesuatu pun darinya."

Dalam riwayat lain disebutkan: "Menyibak gunung emas."
(HR. Muslim)

Selain itu, Shahih Bukhari juga memuat riwayat serupa:

“Tidak lama lagi Eufrat tersingkap perbendaharaan-perbendaharaan emasnya, maka barangsiapa mendatanginya, jangan ia mengambilnya sedikitpun.”
Dalam riwayat lain: “Tersingkap gunung emas.”
(HR. Bukhari no. 7119)

Riwayat-riwayat ini menjadi rujukan utama bagi sebagian pihak yang mengaitkan fenomena surutnya Sungai Eufrat dengan tanda-tanda akhir zaman.

Baca juga: Bukan Emas yang Muncul di Sungai Eufrat Saat Kering, tapi...

Penafsiran ulama dan pesan kehati-hatian

Pakar agama asal Irak, Asaad al-Hamdani, yang dikutip Shafaq News, menegaskan bahwa hadis tentang “gunung emas” di Sungai Eufrat memang sahih dan dikenal luas dalam tradisi Sunni.

Namun, ia mengingatkan bahwa menghubungkan hadis ini secara langsung dengan fenomena yang sedang terjadi memerlukan pemahaman mendalam dan kajian komprehensif, baik dari sisi agama maupun sains.

Menurutnya, penafsiran yang tergesa-gesa berpotensi menyesatkan masyarakat dan mengaburkan pesan inti dari hadis.

Baca juga: Sungai Eufrat Mengering, Warga Berlomba Berburu Emas, Mengaitkan dengan Tanda Kiamat

Sungai Eufrat

Sungai Eufrat merupakan sungai terpanjang di Asia Barat dengan panjang sekitar 2.800 kilometer.

Alirannya bermula dari pegunungan Anatolia di Turki, melintasi Suriah, dan bermuara di Irak sebelum bergabung dengan Sungai Tigris membentuk Shatt al-Arab yang menuju Teluk Persia.

Sejak ribuan tahun lalu, Eufrat menjadi pusat peradaban Mesopotamia kuno seperti Sumeria, Akkadia, Babilonia, dan Asyur.

Fungsi vitalnya mencakup sumber air minum, irigasi pertanian, perikanan, dan jalur transportasi.

Fenomena surutnya Sungai Eufrat saat ini disebabkan oleh kombinasi faktor alam dan manusia.

Penjelasan ilmiah surutnya Sungai Eufrat

Fenomena surutnya Sungai Eufrat tidak terlepas dari faktor-faktor alam dan manusia yang kompleks:

Perubahan Iklim dan Kekeringan Ekstrem

Suhu di kawasan Timur Tengah meningkat signifikan dalam dua dekade terakhir.

Curah hujan tahunan menurun tajam, memicu kekeringan yang berkepanjangan.

Kompas.com melaporkan bahwa periode kekeringan parah telah berlangsung bertahun-tahun, membuat debit air Eufrat terus menyusut.

Pembangunan Bendungan di Hulu Sungai

Turki membangun Bendungan Ilisu sebagai bagian dari proyek Southeastern Anatolia Project (GAP).

Bendungan ini mengurangi aliran air ke Suriah dan Irak secara signifikan.

ANTARA mencatat bahwa setelah bendungan dioperasikan penuh pada 2019, debit air ke hilir turun di bawah kesepakatan internasional.

Kerusakan Infrastruktur Irigasi

Konflik berkepanjangan di Suriah merusak jaringan irigasi dan pompa air.

Banyak kanal tersumbat atau hancur, sehingga distribusi air ke lahan pertanian terhenti.

Pengambilan Air Berlebihan

Sektor pertanian dan warga mengambil air dalam jumlah besar tanpa regulasi ketat.

Hal ini mempercepat penurunan debit sungai.

Dampak Lingkungan dan Sosial

Menurut Shafaq News, penurunan debit air merusak habitat ikan dan ekosistem sungai.

Lahan pertanian mengering, memicu migrasi penduduk dan memperburuk krisis pangan.

Analisis Geologi: Kilau Belum Tentu Emas

Insinyur geologi Khaled al-Shammari yang dikutip Shafaq News menjelaskan bahwa kilauan di dasar sungai belum tentu berasal dari emas murni.

Mineral seperti pirit atau “emas bodoh” memiliki kilau serupa tetapi tidak memiliki nilai yang sama dengan emas.

Diperlukan analisis laboratorium untuk memastikan kandungan logam tersebut.

 

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Rp
Minimal apresiasi Rp 5.000
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com