Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peringatan 80 Tahun Bom Atom Hiroshima-Nagasaki, Muhammadiyah Serukan Perdamaian Dunia

Kompas.com, 12 Agustus 2025, 15:00 WIB
Khairina

Editor

KOMPAS.com-Delapan dekade silam, langit Hiroshima dan Nagasaki berubah menjadi lautan api.

Ledakan dahsyat bom atom menghancurkan dua kota tersebut, meninggalkan jejak kematian massal dan penderitaan panjang yang tak pernah benar-benar berakhir.

Berdasarkan data International Campaign to Abolish Nuclear Weapons (ICAN), bom uranium yang dijatuhkan di Hiroshima pada Agustus 1945 merenggut nyawa sekitar 140.000 orang hingga akhir tahun itu.

Baca juga: Muhammadiyah Sosialisasikan Kalender Hijriah Global di Mesir, Langkah Menuju Kesatuan Dunia Islam

Tiga hari kemudian, bom plutonium meledak di Nagasaki, menewaskan kurang lebih 74.000 jiwa.

Para penyintas pun harus menjalani sisa hidup mereka dengan penyakit kronis, termasuk kanker, akibat paparan radiasi.

Bagi Ketua PP Muhammadiyah Dadang Kahmad, peristiwa ini adalah potret nyata kebodohan manusia. Ia menegaskan, puluhan ribu orang meninggal seketika, belum termasuk korban yang menderita cacat seumur hidup akibat radiasi.

“Manusia menciptakan alat untuk memusnahkan dirinya sendiri,” ujar Dadang, dilansir dari laman Muhammadiyah, Selasa (12/8/2008).

Baca juga: Sejarah Bom Hiroshima Nagasaki yang Akhiri Perang Dunia II Tahun 1945

Dia mengingatkan bahwa saat ini terdapat lebih dari 9.000 hulu ledak nuklir di seluruh dunia—daya ledak yang jauh lebih besar dibanding bom atom 80 tahun lalu.

Mengutip pandangan para ahli, Dadang menyebut jumlah tersebut mampu memusnahkan populasi bumi hingga tiga kali lipat atau overkill.

“Manusia itu serakah tapi bodoh, membuat senjata yang kelak akan membunuhnya sendiri,” katanya.

Ia menyadari, upaya pelucutan senjata nuklir bukanlah hal yang mudah. Persaingan antarnegara, terutama di antara kekuatan besar dunia, membuat senjata strategis ini sulit dihapuskan meskipun kampanye internasional terus digalakkan.

Meski demikian, Dadang menegaskan pentingnya terus menyadarkan para pemimpin dunia.

“Mungkin terkesan sia-sia, tetapi kita harus terus mengingatkan demi mencegah malapetaka bagi seluruh makhluk di bumi,” ucapnya.

Harus dikenang

Dadang juga menilai tragedi Hiroshima dan Nagasaki perlu terus dikenang. “Kisah ini harus disuarakan setiap saat agar dunia mengerti betapa mengerikannya dampak bom nuklir,” tambahnya.

Peringatan 80 tahun tragedi bom atom ini sejalan dengan pandangan Muhammadiyah yang tertuang dalam Tanfidz Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-47 tahun 2015 di Makassar. Dalam dokumen tersebut, Muhammadiyah menegaskan komitmennya untuk menanamkan nilai kebenaran, kebaikan, kedamaian, keadilan, dan kemaslahatan bagi seluruh umat manusia.

Baca juga: 80 Tahun Bom Atom Hiroshima, Trauma Para Penyintas, Luka, hingga Penyakit yang Mewarisi Keturunannya

Melalui gagasan Islam Berkemajuan, Muhammadiyah menolak segala bentuk perang, terorisme, kekerasan, penindasan, dan perusakan bumi, termasuk kejahatan kemanusiaan seperti penggunaan senjata pemusnah massal.

Konsep Islam Berkemajuan juga menjunjung keberagaman, mengusung pesan damai, toleran, dan moderat, serta mengemban risalah rahmatan li al-‘alamin yang memberikan kontribusi positif bagi kemanusiaan universal.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Rp
Minimal apresiasi Rp 5.000
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com