KOMPAS.com — Serangkaian bencana alam melanda sejumlah wilayah di Pulau Sumatera dalam beberapa hari terakhir. Longsor, banjir bandang, hingga hilangnya empat kampung di Aceh menjadi peristiwa yang mengguncang masyarakat Indonesia.
Menanggapi kondisi tersebut, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis mengajak seluruh masyarakat menjadikan bencana ini sebagai momentum muhasabah dan memperkuat solidaritas kebangsaan.
Dalam pandangan Islam, kata Kiai Cholil, bencana alam bukan serta-merta tanda kemurkaan Allah SWT, tetapi juga bukan peristiwa tanpa sebab. Ia menekankan perlunya melihat musibah dengan sudut pandang yang seimbang.
Baca juga: Tata Cara Shalat Gaib untuk Korban Bencana Banjir di Sumatera
“Tentunya jika kita ingin mengukur apakah ini murka Allah atau bukan maka kembali kepada kita. Jika musibah ini terjadi karena kita berbuat haram, berbuat salah maka mungkin ini sebagai teguran dari Allah. Tapi jika kita sudah taat dan baik dan kemudian dapat musibah, maka itu adalah ujian kita untuk mendapatkan nilai dan tingkatan maqam yang lebih tinggi di hadapan Allah SWT,” ujarnya dilansir dari MUIDigital dan dikonformasi ulang Kompas.com, Rabu (3/12/2025).
Atas sejumlah bencana yang terjadi, MUI mengimbau umat Islam di seluruh Indonesia untuk memperbanyak doa, mempererat ukhuwah, serta mengutamakan sikap tolong-menolong kepada para penyintas.
Kiai Cholil juga menegaskan bahwa korban bencana alam yang meninggal termasuk dalam kategori wafat syahid.
“MUI mendoakan mudah-mudahan Allah menjadikan musibah ini sebagai rahmat untuk menambah iman, menambah kesatuan tolong-menolong di antara kita. Semoga para korban diberikan ampunan dan mereka yang wafat tergolong syahid,” ucapnya.
Selain aspek spiritual, Kiai Cholil menyoroti faktor kerusakan lingkungan sebagai salah satu penyebab utama bencana.
Ia menekankan bahwa hukum sebab-akibat dalam alam tidak bisa diabaikan, terlebih melihat kondisi hutan Indonesia yang semakin gundul.
Banjir besar di Sumatera menarik perhatian lantaran aliran air deras ke permukiman warga disertai gelondongan kayu besar, diduga merupakan sisa-sisa penebangan hutan. Kondisi ini, menurut Kiai Cholil, merupakan pengingat keras bagi manusia.
Baca juga: Doa Saat Banjir dalam Islam: Tuntunan Nabi Nuh, Doa Perlindungan, dan Keutamaannya
“Musibah ini menjadi muhasabah. Pasti ada hukum alam, baik berkaitan dengan penebangan maupun kondisi hutan. Allah SWT memberikan li kulli syai’in sabab, semua ada sebab dan akibatnya,” tegasnya.
MUI berharap bencana ini menjadi titik balik untuk memperbaiki hubungan manusia dengan alam, memperkuat kepedulian sosial, serta meningkatkan kesadaran spiritual masyarakat Indonesia.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang