Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Potensi Wakaf Rp 2.000 Triliun, Indonesia Disebut Negara Paling Dermawan di Dunia

Kompas.com, 5 Agustus 2025, 23:05 WIB
Farid Assifa

Editor

KOMPAS.com - Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI), Kamaruddin Amin, mengungkapkan bahwa potensi nilai aset wakaf di Indonesia saat ini telah mencapai angka fantastis, yaitu sekitar Rp 2.000 triliun.

Hal ini ia sampaikan dalam sambutannya pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) BWI 2025 yang digelar di Jakarta Pusat, Selasa (5/8/2025).

“Nilai aset wakaf kita di Indonesia itu mencapai Rp 2.000 triliun asetnya. Ada Rp 2.000 triliun yang tersebar di seluruh Indonesia,” ujar Kamaruddin.

Baca juga: Keutamaan Ayat Seribu Dinar, Doa Rezeki dari Al-Qur’an yang Dianjurkan Dibaca Setiap Hari

Dengan besarnya potensi wakaf tersebut, Kamaruddin yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Kementerian Agama RI, menyebut bahwa Indonesia layak mendapat predikat sebagai negara paling dermawan di dunia.

“Ini menunjukkan betapa warga bangsa, masyarakat kita Indonesia ini memang pantas untuk mendapatkan gelar sebagai the most generous country on earth,” tuturnya.

Tumbuh 5-6 Persen Setiap Tahun

Kamaruddin juga menambahkan bahwa pertumbuhan nilai wakaf di Indonesia terus menunjukkan tren positif. Tiap tahun, pertumbuhannya diperkirakan mencapai 5 hingga 6 persen.

“Ini menunjukkan bahwa umat kita sangat generous, sangat pemurah. Potensi wakaf Indonesia ini termasuk yang terbesar di dunia,” ucapnya.

Tantangan: Literasi, Regulasi, dan Teknologi

Meski jumlahnya besar, realisasi potensi wakaf tersebut masih menghadapi sejumlah tantangan krusial. Menurut Kamaruddin, beberapa kendala utama meliputi:

  • Tata regulasi wakaf yang perlu diperbarui,
  • Rendahnya literasi wakaf di kalangan masyarakat,
  • Dan belum optimalnya pemanfaatan teknologi digital dalam pengelolaan wakaf.

“Akibatnya, besar potensi wakaf belum bisa dioptimalkan untuk mengurangi angka kemiskinan dan ketimpangan di Indonesia, padahal wakaf bisa mengatasi dua permasalahan tersebut,” katanya.

Dorongan Revisi UU Wakaf

Sebagai informasi, Indonesia saat ini memiliki dasar hukum wakaf yang cukup kuat, yaitu:

- Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf

- Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006

Namun, Kamaruddin menyebut bahwa seiring waktu, perubahan sosial dan perkembangan zaman membuat sejumlah pihak mengusulkan perlunya revisi atas UU Wakaf.

“UU itu sudah berlaku lebih dari dua dekade. Sudah waktunya kita pikirkan penyesuaian agar regulasi bisa menjawab tantangan dan potensi wakaf ke depan,” tuturnya.

Baca juga: Ayat Seribu Dinar: Doa dari Al-Qur’an yang Diyakini Membuka Pintu Rezeki Tak Terduga

Penutup

Dengan potensi sebesar Rp 2.000 triliun dan pertumbuhan yang stabil tiap tahun, wakaf di Indonesia bisa menjadi motor penggerak pemberdayaan ekonomi umat, asalkan tantangan pengelolaan bisa segera diatasi.

Peran wakaf tidak hanya soal ibadah, tapi juga solusi konkret untuk mengurangi kemiskinan dan ketimpangan sosial. (Firda Janati | Robertus Belarminus)

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com