Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MUI Minta Pengibaran Bendera "One Piece" Ditangani Persuasif

Kompas.com, 5 Agustus 2025, 23:33 WIB
Farid Assifa

Editor

Sumber MUIDigital

KOMPAS.com - Menanggapi maraknya pengibaran bendera bajak laut "One Piece" yang dilakukan sejumlah anak muda jelang HUT ke-80 Republik Indonesia, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengimbau aparat penegak hukum untuk bertindak secara persuasif, bukan represif.

Ketua MUI Bidang Infokom, KH Masduki Baidlowi, menyampaikan bahwa fenomena ini perlu dilihat secara bijak sebagai bentuk ekspresi anak muda yang kreatif, meskipun dinilai tidak tepat dilakukan menjelang momen penting kemerdekaan bangsa.

"Saya setuju dilakukan langkah-langkah persuasif, karena banyak anak muda yang kreatif bisa dilarikan ke hal-hal yang solutif dan membangun bangsa," ujar Kiai Masduki dilansir dari MUIDigital, Selasa (5/8/2025).

Baca juga: Potensi Wakaf Rp 2.000 Triliun, Indonesia Disebut Negara Paling Dermawan di Dunia

Aspirasi, Bukan Ancaman

Juru Bicara Wakil Presiden ke-13 RI ini menyebut bahwa pengibaran bendera One Piece bisa dilihat sebagai aspirasi keprihatinan, bukan bentuk makar atau pengkhianatan.

"Kita ini negara demokrasi yang menjunjung kebebasan. Aspirasi anak muda tidak bisa dibendung dengan kekerasan," tegasnya.

Namun demikian, Masduki menilai aksi tersebut tidak tepat waktu, terutama karena dilakukan dalam suasana menjelang peringatan hari kemerdekaan.

Saatnya Menyatu dengan Semangat Kebangsaan

Menurut Kiai Masduki, bulan Agustus adalah momen kolektif membangun suasana kebatinan nasional, terutama di tengah situasi transisi pemerintahan dari Presiden Jokowi ke Presiden terpilih Prabowo Subianto.

"Kondisi ekonomi dan politik masih penuh tantangan. Kita butuh kekompakan batin di bulan Agustus ini untuk melangkah bersama ke depan."

Ia juga menekankan bahwa pengibaran bendera Merah Putih selama ini banyak dilakukan secara kreatif — mulai dari di dasar laut, puncak gunung, hingga mancanegara — sebagai bentuk kecintaan kepada Tanah Air.

Nuansa Agustus Harus Dijaga

MUI mengajak seluruh masyarakat, khususnya generasi muda, untuk menghidupkan kembali nilai-nilai kebangsaan sepanjang bulan Agustus.

"Kalau nuansa kebangsaan dihidupkan dari Sabang sampai Merauke, saya kira sangat bagus. Kita bisa mengganti simbol-simbol luar dengan simbol-simbol nasional yang menguatkan semangat kemerdekaan."

Baca juga: Panduan Mandi Wajib: Niat, Rukun, dan Cara Lengkap agar Sah Menurut Islam

Meskipun tidak mendukung tindakan represif, Kiai Masduki menilai pengibaran bendera One Piece menjelang HUT RI bertentangan dengan semangat kebangsaan yang seharusnya digaungkan.

Penutup

MUI berharap aparat dan masyarakat dapat menanggapi fenomena ini secara bijak. Persuasif bukan berarti membiarkan, melainkan mengarahkan energi kreatif anak muda ke arah yang membangun bangsa— bukan menggantikan simbol negara dengan karakter fiksi, terutama di momen sakral seperti Hari Kemerdekaan.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com