Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MUI: Saatnya Ceramah Marah-marah Berubah Jadi Dakwah yang Ramah

Kompas.com, 1 November 2025, 11:49 WIB
Farid Assifa

Editor

KOMPAS.com – Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Cholil Nafis, mengingatkan pentingnya pembenahan metode dakwah agar lebih santun dan inspiratif.

Pesan itu disampaikan di tengah keberhasilan MUI mencetak hampir 4.000 dai terstandar melalui program standardisasi dai yang dijalankan Komisi Dakwah MUI sejak 2020.

Program tersebut menjadi salah satu legasi penting dalam masa kepengurusan MUI periode 2020–2025 yang akan berakhir November mendatang.

Baca juga: Tak Hanya Soal Nafsu, Ini Makna Zina yang Dijelaskan Rasulullah SAW dan MUI

4.000 Dai Terstandar, Cermin Dakwah Wasathiyah

Menurut KH Cholil Nafis, program standardisasi dai dimaksudkan untuk membentuk para juru dakwah yang memiliki wawasan keagamaan yang luas dan berkarakter wasathiyah — yakni moderat, seimbang, dan penuh kedamaian.

“Awalnya siapa pun bisa jadi dai, tetapi MUI memberikan solusi tanpa sertifikasi, yaitu dengan standardisasi. Sekarang sudah angkatan ke-40, dari masing-masing angkatan sekitar 100 peserta, jadi totalnya hampir 4.000 dai yang sudah terstandar,” ujarnya dilansir dari MUIDigital, di Jakarta, Rabu (30/10/2025).

Ia menegaskan, para dai yang telah mengikuti program ini diharapkan dapat menyampaikan dakwah yang tidak memecah belah, melainkan menyejukkan dan mencerahkan.

Dari Ceramah Marah-marah ke Dakwah Ramah

Lebih jauh, Kiai Cholil menjelaskan bahwa salah satu fokus utama dalam program standardisasi adalah pembenahan metode ceramah.

MUI ingin mengubah gaya dakwah yang keras dan konfrontatif menjadi dakwah yang lebih membangun, inspiratif, dan menyentuh hati umat.

“Kita juga memperhatikan metodologinya,” ujarnya.

“Cara ceramah yang marah-marah harus berubah menjadi ceramah yang lebih ramah, inspiratif, dan konstruktif.”

Menurutnya, perubahan pendekatan dakwah ini sangat penting agar pesan keagamaan dapat diterima masyarakat dengan lapang hati.

Kombinasi Nilai Agama dan Dasar Negara

Dalam proses standardisasi, para dai juga dibekali pemahaman tentang bagaimana mengharmonikan nilai-nilai Islam dengan dasar negara Indonesia.

“Para dai yang terstandardisasi oleh MUI tidak mempertentangkan agama dengan Undang-Undang Dasar dan Pancasila. Mereka justru diajarkan untuk mengombinasikan keduanya secara selaras,” terang Kiai Cholil.

Pendekatan ini, katanya, akan melahirkan dai yang tidak hanya ahli dalam ilmu agama, tetapi juga memahami konteks kebangsaan dan kemajemukan Indonesia.

Baca juga: Viral Sumber Air AQUA, Ini Penjelasan MUI soal Komersialisasi Air Menurut Islam

Membangun Dakwah yang Mencerahkan

Dengan program standardisasi ini, MUI berharap wajah dakwah di Indonesia semakin teduh dan cerdas. Dakwah bukan lagi sekadar ajakan, tetapi proses membimbing dan menginspirasi umat menuju kebaikan.

“Dakwah yang baik itu bukan yang membuat jamaah takut, tapi yang menumbuhkan harapan dan kedekatan dengan Allah,” ujar Kiai Cholil.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com