KOMPAS.com-Kementerian Haji dan Umrah RI menegaskan bahwa regulasi tentang umrah mandiri yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 merupakan langkah strategis pemerintah untuk menyesuaikan dengan dinamika kebijakan Pemerintah Arab Saudi.
Wakil Menteri Haji dan Umrah (Wamenhaj) Dahnil Anzar Simanjuntak menjelaskan, aturan tersebut menjadi bentuk perlindungan hukum bagi jamaah umrah yang memilih beribadah secara mandiri serta menjaga keseimbangan ekosistem ekonomi umrah nasional.
“Dinamika kebijakan Arab Saudi tidak dapat dihindari. Karena itu, perlu regulasi yang memberikan perlindungan untuk jamaah umrah mandiri serta ekosistem ekonominya,” ujar Dahnil di Jakarta, Sabtu (25/10/2025), dilansir dari Antara.
Baca juga: Cara Daftar Umrah Mandiri 2025: Syarat dan Aturan Resmi Berdasarkan UU Terbaru
Sebelum disahkannya UU Nomor 14 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah, praktik umrah mandiri sejatinya telah berlangsung di lapangan.
Namun, pemerintah menilai perlu adanya payung hukum yang kuat agar pelaksanaannya lebih tertib, aman, dan terlindungi secara administratif.
Menurut Dahnil, dengan disahkannya undang-undang tersebut, pelaksanaan umrah mandiri kini memiliki dasar hukum resmi.
Regulasi ini diharapkan mencegah praktik tanpa pengawasan sekaligus menjamin hak dan keamanan jamaah.
Baca juga: Tips Hemat Biaya Umrah: Panduan Lengkap untuk Jamaah
Dahnil menjelaskan, Pasal 86 ayat (1) huruf b UU Nomor 14 Tahun 2025 menegaskan bahwa ibadah umrah dapat dilakukan secara mandiri.
Ketentuan ini menunjukkan bahwa negara mengakui dan memfasilitasi pelaksanaan umrah mandiri secara hukum.
Sementara itu, Pasal 87A mengatur sejumlah persyaratan bagi calon jamaah umrah mandiri, antara lain:
“Melalui sistem ini, data dan transaksi umrah mandiri akan terintegrasi dengan Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi serta platform Nusuk. Hal ini menjadi bentuk perlindungan negara terhadap WNI yang beribadah umrah secara mandiri,” kata Dahnil.
Undang-undang ini juga menjamin hak jamaah umrah mandiri untuk memperoleh layanan sesuai perjanjian tertulis dengan penyedia layanan.
Jamaah memiliki hak melaporkan kekurangan pelayanan langsung kepada menteri terkait.
Pemerintah berharap dengan sistem terintegrasi ini, jamaah dapat beribadah dengan lebih aman dan nyaman, tanpa terjebak praktik percaloan atau penyelenggaraan tanpa izin.
Baca juga: Doa dan Dzikir Umrah Lengkap, dari Perjalanan hingga Ibadah di Tanah Suci
Selain memberikan pengakuan hukum, UU Nomor 14 Tahun 2025 juga menetapkan sanksi pidana dan denda bagi pihak-pihak yang menyalahgunakan mekanisme umrah mandiri.
Berdasarkan Pasal 122, individu atau korporasi yang bertindak sebagai Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) tanpa izin, atau memberangkatkan jamaah tanpa hak, dapat dipidana penjara hingga enam tahun dan/atau denda maksimal Rp2 miliar.
“Setiap orang yang tanpa hak mengambil sebagian atau seluruh setoran jamaah juga dapat dipidana hingga delapan tahun penjara dan denda serupa,” kata Dahnil.
Ia menegaskan bahwa skema umrah mandiri bersifat personal dan tidak dapat digunakan untuk menghimpun atau memberangkatkan jamaah secara kolektif di luar mekanisme resmi.
“Umrah mandiri dilakukan oleh individu yang mendaftar dan tercatat langsung dalam sistem Kementerian. Ini bukan celah untuk bertindak sebagai penyelenggara tanpa izin,” ujar Dahnil.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang