Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Tambang Dikembalikan, Gus Yahya: Nggak Masalah tetapi...

Kompas.com, 11 Desember 2025, 21:03 WIB
Farid Assifa

Editor

KOMPAS.com — Ketua Umum PBNU Versi Kramat Raya Yahya Cholil Staquf akhirnya menanggapi langsung pernyataan KH Said Aqil Siroj yang menyebut polemik internal PBNU saat ini dipicu oleh konsesi tambang dan mengusulkan agar izin tersebut dikembalikan kepada pemerintah.

Respons Gus Yahya menandai babak baru perdebatan yang dalam beberapa bulan terakhir memanas di ruang publik.

Gus Yahya menilai usulan Kiai Said bukanlah hal yang tabu untuk dibahas. Menurutnya, semua keputusan organisasi—termasuk soal konsesi tambang—harus diputuskan melalui mekanisme kolektif.

Baca juga: PBNU Alihkan Rapat Pleno Jadi Rapat Koordinasi Penanganan Bencana

“Iya, itu nggak masalah, tapi semua harus dibicarakan bersama. Karena keputusannya ini juga keputusan bersama, maka kalau diubah harus dengan pembicaraan bersama. Soal putusannya kayak apa, mari kita bicarakan nanti,” ujar Gus Yahya di Jakarta, Kamis (11/12/2025).

Ia juga tak menampik bila publik mengaitkan memanasnya dinamika internal PBNU dengan isu tambang.

“Bahwa kemudian ada gambaran terkait dengan tambang, mungkin saya kira ya masyarakat melihat yang paling banyak kerumunan, kepentingannya ada di situ,” katanya.

Namun, menurutnya, persoalan PBNU jauh lebih kompleks daripada sekadar tambang.

“Ini kompleks, ada masalah macam-macam.”

Pernyataan ini merespons pandangan Mustasyar PBNU KH Said Aqil Siroj yang sebelumnya mengusulkan agar konsesi tambang yang diberikan pemerintah kepada PBNU dikembalikan demi menghindari mudarat lebih besar bagi jam’iyah.

Kiai Said menilai polemik yang berkembang beberapa bulan terakhir telah menimbulkan kegaduhan internal dan eksternal, berbeda dari harapan awal bahwa tambang dapat menjadi peluang kemandirian ekonomi organisasi.

Pada mulanya, Said Aqil memandang pemberian konsesi tambang sebagai bentuk apresiasi negara terhadap kiprah NU dan peluang besar bagi peningkatan kesejahteraan warga NU bila dikelola secara profesional.

Baca juga: Keluarga Ma’ruf Amin Bantah Klaim Restui Zulva Mustafa Sebagai Penjabat Ketua Umum PBNU

Namun perkembangan situasi menunjukkan bahwa perdebatan mengenai tata kelola, dinamika internal, dan polemik berkepanjangan justru menimbulkan dampak negatif.

Dengan pernyataan terbaru Gus Yahya, isu tambang kembali menjadi sorotan utama. Keputusan akhir kini bergantung pada forum organisasi yang akan menentukan apakah konsesi tambang tetap dipertahankan atau dikembalikan kepada pemerintah.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com