KOMPAS.com - Setiap amal kebaikan akan dibalas Allah SWT dengan berlipat ganda. Sedekah menjadi satu amalan yang dijanjikan akan dilipatgandakan pahalanya sampai 700 kali lipat. Untuk itu, sedekah bisa menjadi amalan yang rutin untuk dikerjakan.
Besar kecilnya pahala sedekah bisa jadi tergantung dari beberapa hal, misalnya besaran sedekah yang diberikan, situasi orang yang bersedekah, niat saat bersedekah, maupun siapa yang diberikan sedekah.
Baca juga: Kisah Umar bin Khattab Dimarahi Istri: Senantiasa Melihat Kebaikan
Berikut ini adalah sebuah kisah yang dikutip dari buku Masuk Surga Tanpa Ibadah karya Agus Susanto.
Ada seorang laki-laki bernama Abu Nashr Ash Shayyad yang hidup bersama dengan isteri dan puteranya dalam kondisi miskin. Suatu hari, ia berjalan dengan lunglai keluar dari rumah untuk mencari nafkah bagi anak dan isterinya yang kelaparan di rumah.
Di tengah jalan, ia bertemu dengan Ahmad ibn Miskin, seorang ulama pada masa itu, Abu Nashr Ash Shayyad berkata: ”Sesungguhnya aku dalam kesusahan wahai syaikh.”
Ahmad ibn Miskin mengajak Abu Nashr menuju ke laut. Sang ulama memerintahkan Abu Nashr untuk sholat dua rakaat dan melemparkan jaring ke laut dengan membaca basmalah.
Tak berapa lama kemudian, seekor ikan besar tersangkut di jaringnya. Ahmad ibn Miskin berkata, “Juallah ikan ini, dan belikan makanan untuk anak dan isterimu di rumah!”
Abu Nashr kemudian pergi ke pasar dan menjual ikannya. Hasil penjualan ikan itu ia belikan dua buah fathirah (roti isi). Satu roti ia berikan kepada Ahmad ibn Miskin, namun beliau menolaknya, “Ambillah dan berikan untuk dirimu dan keluargamu!”
Baca juga: Kisah Sedekah Saat Susah Diganti Harta Melimpah Ruah
Di perjalanan menuju rumahnya, Abu Nashr Ash Shayyad berpapasan dengan seorang ibu yang menangis kelaparan bersama anaknya yang masih kecil. Keduanya melihat roti yang ada di tangan Abu Nashr Ash Shayyad.
Melihat hal tersebut, Abu Nashr Ash Shayyad menjadi kasihan dan merasakan bimbang dalam hatinya. Karena tidak tega melihat nasib ibu dan anak tersebut, Abu Nashr menyerahkan kedua roti yang semula akan diberikan kepada anak dan isterinya. Kedua orang tersebut tampak bahagia dan tersenyum.
Dalam kondisi tanpa membawa apa-apa, Abu Nashr Ash Shayyad kembali merasa bingung, apa yang akan diberikan kepada anak dan isterinya. Ia pun kembali ke pasar.
Setibanya di pasar, ternyata ada seorang bapak yang sedang mencarinya. Ketika bertemu dengan Abu Nashr, orang tersebut mengatakan, “Sesungguhnya Ayahmu telah meminjamkan kepadaku uang 20 tahun yang lalu, kemudian ia wafat dan aku belum sempat mengembalikannya, maka ambillah 30 ribu dirham milik ayahmu ini!”
Begitu bahagianya Abu Nashr Ash Shayyad menerima uang tersebut. Tak berapa lama kemudian, Abu Nashr berubah menjadi orang yang kaya raya. Dalam keadaannya tersebut, Abu Nashr tidak lupa menshadaqahkan sebagian besar hartanya.
Baca juga: Kisah Lukman Al Hakim dan Anaknya: Takdir Allah Selalu yang Terbaik
Namun pada suatu malam, ia bermimpi amalnya sedang ditimbang di Yaumul Mizan dan ternyata amal buruknya lebih berat daripada amal baiknya. Abu Nashr menjadi heran, karena ia merasa telah menyedekahkan sebagian besar hartanya.
Dan setelah diteliti, ternyata dalam sedekahnya terdapat hawa nafsu dan kebanggaan terhadap diri sehingga amalannya menjadi tidak ada harganya dan tidak dapat memperberat timbangan kebaikannya. Abu Nashr pun menangis.
Kemudian didatangkan amalan Abu Nashr yang lain, yaitu sedekah dua buah roti yang diberikannya kepada seorang ibu dan anaknya.
Ternyata amal tersebut justeru mampu memberatkan timbangan kebaikannya, namun belum mampu mengalahkan timbangan keburukannya.
Terakhir, didatangkan air mata bahagia ibu yang diberinya roti dan senyum anaknya yang ternyata juga mampu menambah berat amal kebaikannya sehingga bisa mengalahkan timbangan keburukannya. Maka selamatlah Abu Nashr Ash Shayyad.
Baca juga: Kisah Pencuri Bertaubat: Meninggalkan yang Haram Diganti dengan yang Halal
Berdasarkan kisah di atas, pelajaran berharga yang bisa diambil adalah jangan pernah meremehkan amalan yang kecil dan jangan membanggakan amalan yang besar.
Amalan kecil yang disertai dengan keikhlasan yang murni bisa bernilai berat di hadapan Allah SWT sehingga bisa menyelamatkan dari api neraka.
Sementara amalan yang banyak tetapi disertai dengan sikap riya' (pamer), 'ujub (berbangga diri), maupun niat-niat lainnya bisa menjadikan pahala tersebut bernilai ringan di hadapan Allah SWT.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang