KOMPAS.com-Tas tradisional khas Papua, noken, menjadi perhatian dalam ajang Seleksi Tilawatil Quran dan Hadis (STQH) Nasional ke-28 di Kendari, Sulawesi Tenggara.
Rombongan kafilah dari Provinsi Papua Barat tampil membawa dan mengenakan noken saat mengikuti berbagai cabang lomba.
Tas anyaman serbaguna itu tidak sekadar pelengkap budaya, tetapi memiliki makna spiritual dan historis bagi umat Muslim di Papua.
Baca juga: Macam-Macam Sholat Sunnah, Keutamaan dan Tata Caranya bagi Umat Islam
Ketua Harian Lembaga Pengembangan Tilawatil Quran (LPTQ) Papua Barat, Musakamudi, menjelaskan bahwa noken telah lama digunakan dalam kegiatan keagamaan, termasuk dalam penyebaran Islam di wilayah pedalaman Papua.
Menurutnya, di masa lalu, para guru dan dai menggunakan noken untuk membawa Alquran dan perlengkapan mengajar saat menempuh perjalanan ke kampung-kampung terpencil.
“Kalau dulu guru-guru agama melatih santri di pedalaman, Alquran disimpan di dalam noken. Tas ini sangat membantu karena kondisi wilayah Papua tidak mudah dilalui, harus naik turun gunung dan melewati hutan,” ujar Musakamudi di Kendari, Selasa (14/10/2025), dilansir dari Antara.
Ia menambahkan, fungsi noken tidak hanya praktis, tetapi juga menjadi simbol ketekunan dan semangat berdakwah di tengah keterbatasan medan.
Baca juga: 5 Surat Terpanjang dalam Alquran dan Makna Pentingnya bagi Umat Islam
Lebih dari sekadar wadah, noken memiliki makna filosofis yang kuat bagi masyarakat Papua. Musakamudi menyebut nilai itu sejalan dengan falsafah “satu tungku tiga batu”, yang menggambarkan keharmonisan tiga agama besar di Papua—Islam, Katolik, dan Protestan.
“Tiga agama mayoritas di Papua bisa hidup berdampingan. Walaupun berbeda keyakinan, persaudaraan dan kerukunan tetap terjaga,” kata Musakamudi.
Filosofi tersebut menjadikan noken sebagai simbol persatuan dan toleransi antarumat beragama di Tanah Papua.
Baca juga: Hukum Talak Saat Marah dalam Islam, Sah atau Tidak?
Pada pelaksanaan STQH Nasional 2025, Papua Barat mengirim 60 anggota kafilah yang terdiri dari peserta, pendamping, dan ofisial.
Para peserta telah mengikuti sejumlah cabang lomba, seperti tilawah anak-anak, hafalan 10 juz, karya tulis ilmiah Al-Qur’an (KTIH), dan hafalan hadis.
Melalui ajang ini, Musakamudi berharap semakin banyak generasi muda Papua yang termotivasi untuk mempelajari Al-Qur’an dan memahami nilai-nilai Islam.
“Kami berharap anak-anak asli Papua bisa masuk pesantren agar memiliki dasar ilmu agama yang kuat dan bisa berprestasi di tingkat nasional,” ujarnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang