Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fatwa MUI dan Alquran Tegaskan Bahaya Hoaks bagi Persatuan Bangsa

Kompas.com, 13 September 2025, 19:05 WIB
Khairina

Editor

KOMPAS.com-Hoaks bukan sekadar kabar bohong yang melintas di media sosial.

Ia adalah serangan senyap yang perlahan merusak bangsa, memecah belah persatuan, sekaligus menurunkan kepercayaan publik.

Dilansir dari laman MUI, data Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mencatat, sejak Agustus 2018 hingga akhir 2023 terdapat 12.547 konten hoaks yang berhasil ditangani.

Baca juga: Rangkap Jabatan Menteri-Komisiaris BUMN Disorot, MUI Siapkan Kajian Fatwa

Namun, pada 2024 jumlahnya justru meningkat menjadi 1.923 konten, dengan puncak tertinggi pada Oktober sebanyak 215 konten.

Fakta ini menunjukkan bahwa hoaks semakin liar dan meresahkan masyarakat.

Dalam pandangan Islam, hoaks bukan hanya informasi palsu, tetapi juga dosa sosial dan pelanggaran moral.

Alquran menegaskan pentingnya prinsip tabayyun atau verifikasi informasi, sebagaimana dalam QS Al-Hujurat ayat 6 yang mengingatkan umat Islam untuk meneliti setiap berita sebelum menyebarkannya.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ جَاۤءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَاٍ فَتَبَيَّنُوْٓا اَنْ تُصِيْبُوْا قَوْمًا ۢ بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوْا عَلٰى مَا فَعَلْتُمْ نٰدِمِيْنَ ۝٦

yâ ayyuhalladzîna âmanû in jâ'akum fâsiqum binaba'in fa tabayyanû an tushîbû qaumam bijahâlatin fa tushbiḫû ‘alâ mâ fa‘altum nâdimîn

Wahai orang-orang yang beriman, jika seorang fasik datang kepadamu membawa berita penting, maka telitilah kebenarannya agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena ketidaktahuan(-mu) yang berakibat kamu menyesali perbuatanmu itu.

Baca juga: MUI Kecam Serangan Israel ke Qatar, Sebut Langgar Hukum Internasional

Pesan ini diperkuat dengan sabda Nabi Muhammad SAW, “Cukuplah seseorang dianggap berdusta jika ia menceritakan semua yang ia dengar” (HR Muslim).

Peringatan tersebut sangat relevan di era digital ketika masyarakat mudah terprovokasi oleh kabar tanpa kepastian.

Tanpa tabayun, publik bisa terjebak dalam lingkaran fitnah dan konflik horizontal.

Untuk merespons fenomena ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan Fatwa Nomor 24 Tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah Melalui Media Sosial.

Fatwa tersebut menegaskan larangan menyebarkan hoaks, fitnah, dan ujaran kebencian di ruang digital.

Lebih jauh, MUI juga menekankan etika bermedia sosial, seperti menjaga kejujuran, menghindari ghibah, dan tidak membagikan konten yang dapat merusak persaudaraan.

Dengan demikian, fatwa ini tidak hanya berfungsi sebagai larangan, tetapi juga sebagai panduan praktis bagi umat Islam dalam berinteraksi di dunia maya.

Baca juga: Ketum MUI Serukan Qunut Nazilah Saat Kondisi Genting, Ini Tata Cara dan Doanya

Hoaks bukanlah persoalan sepele, sebab ia mampu merusak kepercayaan publik, menimbulkan keresahan sosial, hingga mengancam stabilitas negara.

Karena itu, melawannya merupakan tugas bersama antara pemerintah melalui regulasi, ulama lewat fatwa, dan masyarakat dengan literasi digital.

Pada akhirnya, melawan hoaks bukan hanya tentang menjaga kebenaran informasi, melainkan juga menjaga martabat bangsa.

Setiap klik, unggahan, dan bagikan di media sosial adalah cermin tanggung jawab moral yang akan dimintai pertanggungjawaban.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com