Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pesantren Al Khoziny, Saksi Sejarah Keilmuan Islam Jatim yang Kini Dirundung Duka

Kompas.com - 30/09/2025, 15:44 WIB
Farid Assifa

Editor

KOMPAS.com - Pondok Pesantren Al Khoziny di Desa Buduran, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, menjadi salah satu penanda penting perjalanan pendidikan Islam di Nusantara.

Usianya sudah hampir seabad, dengan akar keilmuan yang kuat tersambung ke pesantren besar seperti Siwalanpanji, tempat banyak ulama ternama menimba ilmu.

Namun, di tengah khazanah panjang sejarah itu, pesantren yang lebih dikenal masyarakat dengan sebutan Pesantren Buduran kini tengah dirundung duka.

Baca juga: Pesantren Al Khoziny Buduran: Seabad Menjaga Tradisi Ilmu, Kini Diuji Musibah

 

Sebuah bangunan tempat ibadah yang difungsikan sebagai mushala ambruk saat sedang proses pembangunan, Senin (29/9/2025) pukul 15.00 WIB, dan menimpa para santri yang sedang bersiap menunaikan shalat Ashar.

Lebih dari 100 santri menjadi korban, sebagian berhasil dievakuasi, namun belasan lainnya masih dicari di balik reruntuhan.

Seorang santri dinyatakan meninggal dunia. Peristiwa ini menorehkan luka mendalam di tengah perjalanan panjang pesantren yang usianya diperkirakan lebih dari satu abad itu.

Jejak Sejarah dari Siwalanpanji ke Buduran

Pondok Pesantren Al Khoziny didirikan oleh KH Raden Khozin Khoiruddin atau yang akrab disapa Kiai Khozin Sepuh.

Beliau adalah menantu KH Ya’qub, pengasuh Pesantren Siwalanpanji pada periode ketiga. Dari sinilah hubungan erat keilmuan antara Pesantren Buduran dengan tradisi besar pesantren Jawa Timur bermula.

Pesantren Siwalanpanji sendiri melahirkan banyak ulama besar. Nama-nama seperti KH M Hasyim Asy’ari (Tebuireng Jombang), KH Abdul Wahab Hasbullah (Tambakberas Jombang), KH As’ad Syamsul Arifin (Situbondo), hingga KH Usman Al Ishaqi (Surabaya), semuanya pernah menimba ilmu di sana. Tradisi keilmuan ini kemudian diteruskan ke Buduran melalui Pondok Pesantren Al Khoziny.

Meski begitu, penentuan tahun berdiri Pesantren Al Khoziny sempat menjadi perdebatan. Ada yang menyebut 1926, ada pula yang menyebut 1927.

Bahkan dalam sebuah kisah yang dituturkan oleh KH Salam Mujib saat Haul Masyayikh dan Haflah Rajabiyah ke-80 pada 2024 lalu, disebutkan ada rombongan tamu dari Yogyakarta yang ayahnya pernah nyantri di Buduran sejak 1920, ketika pesantren masih diasuh oleh Kiai Abbas Buduran.

Jika kisah ini dijadikan acuan, maka Ponpes Al Khoziny sudah berusia lebih dari seratus tahun, jauh lebih tua dari yang banyak diyakini masyarakat.

Pesantren yang Terus Berkembang

Seiring waktu, Pesantren Buduran berkembang pesat. Tidak hanya menjadi tempat mengaji kitab kuning, pesantren ini juga melahirkan lembaga pendidikan formal, mulai dari madrasah ibtidaiyah, tsanawiyah, aliyah, hingga perguruan tinggi Institut Agama Islam (STAI) Al Khoziny.

KH Khozin Khoiruddin mendirikan pesantren dengan tujuan memberikan layanan dakwah, pendidikan, sekaligus sarana peribadatan. Cita-cita itu tetap diteruskan oleh para penerusnya hingga kini, di bawah kepemimpinan KH Abdul Salam Mujib.

Bagi banyak alumnus, seperti yang ditulis Moch Rofi’i Boenawi—seorang dosen di Institut Al Azhar Menganti Gresik sekaligus santri Al Khoziny—pesantren ini bukan sekadar bangunan. Lebih dari itu, ia adalah penjaga tradisi ilmu dan akhlak, serta saksi sejarah panjang peradaban pesantren di Nusantara.

Duka di Tengah Tradisi Panjang

Namun, perjalanan panjang itu kini diwarnai duka mendalam. Peristiwa ambruknya bangunan mushala pada Senin sore itu membuat ratusan santri panik. Tim gabungan dari Basarnas, BPBD, TNI-Polri, dan para relawan dikerahkan untuk mengevakuasi para korban.

Ketua PCNU Sidoarjo, KH Zainal Abidin, menyampaikan belasungkawa mendalam.

“Kami sampaikan duka mendalam. Semoga santri yang meninggal dunia diampuni dosa-dosanya karena berpulang dalam keadaan menuntut ilmu agama,” ucapnya, Selasa (30/9/2025).

Baca juga: Ponpes Al Khoziny: Berusia Seabad, Populer dengan Sebutan Ponpes Buduran

Pemerintah Provinsi Jawa Timur melalui Gubernur Khofifah Indar Parawansa juga memastikan biaya pengobatan seluruh korban ditanggung pemerintah.

Antara Warisan dan Harapan

Meski musibah ini menyisakan luka, Pondok Pesantren Al Khoziny tetaplah simbol warisan keilmuan pesantren di Jawa Timur.

Dari generasi ke generasi, pesantren ini telah menjadi bagian dari estafet tradisi ilmu yang mengakar kuat di bumi Nusantara.

Kini, doa-doa dipanjatkan agar para santri yang menjadi korban mendapat tempat terbaik di sisi Allah, serta pesantren Buduran tetap kokoh melanjutkan peran besarnya sebagai penjaga ilmu, akhlak, dan peradaban bangsa. (Suci Rahayu, Achmad Faizal | Andi Hartik, Icha Rastika)

 

Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke