KOMPAS.com - Pimpinan Pesantren Universal Al-Islamy Bandung Dr Tatang Astarudin menegaskan bahwa tasawuf tidak semestinya dipahami semata sebagai jalan spiritual yang menjauh dari urusan duniawi, melainkan sebagai energi moral yang mampu menggerakkan kesadaran sosial dan perlawanan terhadap ketidakadilan.
Menurutnya, sejarah mencatat bahwa banyak tokoh pejuang yang justru bersumber dari kekuatan batin dan spiritualitas tasawuf.
“Tasawuf bukan hanya tentang spiritualitas pribadi, tetapi juga jalan hidup yang menginspirasi dan energi perlawanan terhadap segala bentuk tirani,” kata Tatang, yang juga dosen UIN Sunan Gunung Djati Bandung dan wakil ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) kepada Kompas.com, Senin (13/10/2025).
Baca juga: Pemerintah Renovasi Pesantren Rawan Bencana, Santri Harus Belajar di Tempat Aman
Ia mencontohkan, Pangeran Diponegoro, Syeikh Yusuf Al-Makassari, Tuanku Imam Bonjol, hingga Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari adalah para pemimpin tarekat yang menjadikan tasawuf sebagai sumber inspirasi perjuangan.
“Mereka menunjukkan bahwa jalan sufi tidak berarti menjauh dari realitas sosial. Justru dari sana lahir semangat keberanian dan pembelaan terhadap rakyat tertindas,” ujarnya.
Tatang menilai, dalam konteks kekinian, nilai-nilai tasawuf seperti tabaki (menangis) dan huduri (menghadirkan kesadaran) relevan diterapkan oleh para elit dan penguasa agar lebih peka terhadap penderitaan rakyat.
“Para salik menangis karena mampu menghadirkan kesadaran atas dosa dan kesalahan. Jika para pemimpin mampu tabaki, menghadirkan penderitaan wong cilik dalam hati mereka, niscaya kebijakan akan lebih berkeadilan,” tuturnya.
Lebih jauh, ia mengkritisi pandangan keagamaan yang kaku dan legalistik tanpa menyertakan sisi kasih sayang Tuhan.
“Tasawuf hadir untuk menyeimbangkan wajah hukum yang keras dengan cinta. Bahwa kasih sayang Tuhan melampaui kemarahan-Nya. Hukum itu untuk manusia, bukan untuk Tuhan atau hukum itu sendiri,” jelasnya.
Dalam refleksinya di pusara pendiri Tarekat At-Tijaniyyah di Kota Fes, Maroko, Tatang mengaku tersentuh oleh kesadaran bahwa tasawuf sejatinya juga merupakan jalan sosial.
“Tasawuf tidak hanya mengajarkan asyik ma’syuk dengan Tuhan, tapi juga kesadaran diri dan empati terhadap sekitar. Orang yang memiliki kesadaran spiritual sejati akan lebih mudah mengendalikan emosi dan peduli pada sesama,” katanya.
Baca juga: Dzikir Pagi dan Petang, Amalan Rasulullah untuk Mendapat Perlindungan dan Keberkahan
Ia berharap, di tengah krisis moral dan derasnya arus materialisme global, energi tasawuf dapat kembali menjadi penuntun arah peradaban.
“Semoga energi tasawuf kembali menguat, untuk meluruskan orientasi hidup yang semakin kering, mengingatkan manusia yang kehilangan kemanusiaannya, melawan pasar yang tidak adil, dan menjadi oposisi atas negara yang dikepung kartel,” ujar Tatang.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang