KOMPAS.com-Dalam menjalani kehidupan di dunia ini, seseorang bisa mengalami sakit dan perlu berobat untuk mendapat kesembuhan.
Pada praktik pengobatan tertentu, ada obat yang bahan dasarnya berasal dari benda najis.
Kondisi tersebut memunculkan pertanyaan di kalangan umat Islam tentang hukum meminum obat berbahan najis.
Dilansir dari Kemenag, pembahasan ini dijelaskan oleh Imam An-Nawawi dalam kitab Al-Majmu Syarah al-Muhadzdzab.
Baca juga: 7 Bacaan Doa untuk Orang Sakit agar Diberikan Kesembuhan
Imam An-Nawawi menerangkan bahwa ulama Syafi’iyyah membolehkan penggunaan obat dari bahan najis selama tidak berasal dari khamar atau sesuatu yang memabukkan.
Pernyataan itu mencakup seluruh jenis najis yang tidak menimbulkan efek memabukkan.
Berikut keterangan Imam An-Nawawi:
وَأَمَّا التَّدَاوِي بِالنَّجَاسَاتِ غَيْرِ الْخَمْرِ فَهُوَ جَائِزٌ سَوَاءٌ فِيهِ جَمِيعُ النَّجَاسَاتِ غَيْرُ الْمُسْكِرِ هَذَا هُوَ الْمَذْهَبُ وَالْمَنْصُوصُ وَبِهِ قَطَعَ الْجُمْهُورُ
Artinya: “Adapun berobat dengan benda-benda najis selain khamar, hukumnya adalah boleh, ketentuan ini berlaku untuk semua jenis najis yang tidak memabukkan.
Inilah mazhab (Syafi‘i) yang ditegaskan dalam nash, dan pendapat inilah yang diputuskan oleh mayoritas ulama.” (Imam An-Nawawi, Al-Majmu Syarah al-Muhadzdzab, [Jeddah, Maktabah Al-Irsyad: t.t], juz IX, h. 54)
Imam An-Nawawi menambahkan syarat keadaan darurat dalam kebolehan tersebut.
Kondisi darurat terjadi saat tidak ada lagi obat suci yang dapat digunakan.
Kebolehan itu juga berlaku ketika ada keterangan medis dari dokter muslim yang adil.
Baca juga: 5 Doa untuk Orang Sakit Sesuai Sunnah Rasulullah SAW
Rekomendasi dokter menjadi pertimbangan penting karena menyangkut kebutuhan penyembuhan pasien.
Meski begitu, Imam An-Nawawi mencatat adanya perbedaan pandangan di kalangan ulama.
Ada pendapat yang menyatakan obat berbahan najis tetap haram secara mutlak.
Pendapat lain membolehkan pemakaian najis hanya pada kasus tertentu, yaitu air kencing unta.
Imam An-Nawawi lalu menilai bahwa pendapat paling sahih adalah pendapat pertama.
Pendapat pertama membolehkan minum obat berbahan najis selain khamar, dengan syarat darurat atau rekomendasi medis dari dokter muslim yang adil.
Kesimpulan ini menunjukkan sikap moderat mazhab Syafi’i dalam menghadapi persoalan pengobatan.
Baca juga: Karakteristik Orang yang Memiliki Hati yang Sakit (Qalbun Maridh)
Prinsipnya, menjaga keselamatan jiwa dan kesehatan menjadi pertimbangan utama saat tidak tersedia pilihan suci yang setara.
Batas tegas tetap berlaku pada bahan yang memabukkan.
Obat dari khamar atau zat yang menimbulkan mabuk tidak termasuk dalam kategori yang dibolehkan.
Dengan demikian, menurut ulama Syafi’iyyah sebagaimana dijelaskan Imam An-Nawawi, minum obat berbahan najis pada dasarnya boleh jika tidak berasal dari khamar atau zat memabukkan.
Kebolehan itu berlaku ketika tidak ditemukan obat suci atau ada rekomendasi medis dari dokter muslim yang adil.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang