KOMPAS.com - Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (Himpuh) mengingatkan pemerintah terkait potensi risiko serius dalam penyelenggaraan Haji 2026.
Sekretaris Jenderal Himpuh, Hilman Farikhi, menyoroti ketidaksinkronan antara timeline yang diterbitkan Kementerian Haji dan Umrah Republik Indonesia dengan timeline resmi Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi.
Menurut Hilman, ketidaksinkronan ini bisa berdampak fatal terhadap berbagai proses krusial, terutama kontrak layanan masyair (Arafah, Muzdalifah, Mina) serta akomodasi jemaah di Makkah dan Madinah.
Baca juga: Kuota Haji 2026 Disesuaikan, Kemenhaj Samakan Masa Tunggu Jadi 26,4 Tahun
“Ketidakselarasan timeline ini bisa membuat jemaah haji gagal berangkat,” tegas Hilman dilansir dari situs Himpuh.or.id yang dikonfirmasi ulang Kompas.com via WhatsApp, Kamis (4/12/2025) di Jakarta.
Hilman merinci sejumlah batas waktu penting yang telah ditetapkan pemerintah Arab Saudi untuk Haji 1447 H/2026 M:
Batas akhir transfer dana basic service package (camp fee dan paket masyair).
Batas akhir penyelesaian kontrak dan pembayaran layanan masyair dengan syarikah.
Batas akhir pembayaran kontrak pemondokan di Makkah dan Madinah.
Ironisnya, pada periode yang sama, timeline Kementerian Haji dan Umrah RI masih berada pada tahap pelunasan haji, sehingga belum ada kepastian final daftar jemaah yang akan diberangkatkan. Pemerintah Indonesia bahkan masih membuka pelunasan tahap akhir hingga 7 Februari 2026.
“Batas akhir pembayaran akomodasi merupakan syarat wajib untuk pemrosesan visa, sehingga jemaah yang melunasi pada tahap akhir berpotensi tidak dapat diproses visanya,” ujar Hilman.
Selain timeline, Himpuh juga menyoroti syarat pelunasan Bipih yang dinilai terlalu memberatkan.
Hilman menilai tiga syarat utama dalam Keputusan Menteri Haji dan Umrah (KMHU) Nomor 31 Tahun 2025 menjadi penghambat utama pelunasan, terutama bagi jemaah haji khusus.
Hingga 3 Desember 2025, belum ada satu pun jemaah haji khusus yang dapat melunasi karena terbentur persyaratan tersebut, ditambah kurangnya sosialisasi kepada Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK).
Wakil Ketua Umum Himpuh Bidang Hukum, Suwartini, sebelumnya juga menyuarakan kritik serupa terkait penerapan aturan baru yang dinilai mendadak dan minim penjelasan.
“Kami berharap Kementerian Haji RI segera melonggarkan syarat-syarat pelunasan yang menghambat proses jemaah,” ujar Hilman.
HIMPUH memperingatkan bahwa tanpa penyesuaian cepat, dampaknya dapat menjalar luas:
- Kontrak layanan masyair terhambat
- Pembayaran akomodasi terlambat
- Visa haji berpotensi tidak terbit
- Risiko terburuk: gagalnya keberangkatan jemaah
“Kalau ini terjadi, jemaah bisa terancam gagal berangkat akibat aturan super ketat yang kita buat sendiri,” kata Hilman.
Baca juga: Konsep Embarkasi Haji Berbasis Hotel Mulai Dipakai di Yogyakarta pada 2026
Himpuh mendesak pemerintah untuk segera melakukan harmonisasi timeline dengan otoritas Arab Saudi dan meninjau ulang syarat pelunasan demi memastikan penyelenggaraan Haji 2026 berjalan lancar tanpa ancaman kegagalan administrasi.
Kompas.com berusaha untuk mengonfirmasi masalah ini ke Menteri Haji dan Umrah Mochammad Irfan Yusuf atau Gus Irfan melalui kontak stafnya. Namun hingga kini belum ada respons.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang