Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Petugas Haji Disepakati Bisa dari Non-Muslim untuk Daerah Minoritas

Kompas.com - 22/08/2025, 19:46 WIB
Farid Assifa

Editor

KOMPAS.com – DPR RI bersama pemerintah menyepakati bahwa Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) tidak harus beragama Islam di daerah-daerah dengan populasi Muslim minoritas.

Kesepakatan tersebut diambil dalam rapat Panja Komisi VIII DPR RI terkait Revisi Undang-Undang (RUU) Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (22/8/2025).

"Disepakati (petugas haji non-Muslim) itu yang embarkasi," kata Wakil Menteri Sekretaris Negara (Wamensesneg) Bambang Eko Suhariyanto usai rapat.

Menurut Bambang, penugasan non-Muslim hanya berlaku di embarkasi, seperti daerah-daerah dengan mayoritas non-Muslim. Misalnya, petugas kesehatan di embarkasi bisa saja berasal dari kalangan non-Muslim.

Baca juga: DPR RI Setujui BP Haji Jadi Kementerian, Apa Dampaknya?

"Jadi embarkasi itu kan misalnya di daerah-daerah yang Muslim minoritas, maka petugasnya kan bisa macam-macam; petugas kesehatan di embarkasi itu bisa non-Muslim," imbuhnya.

Bambang menegaskan, keberadaan petugas non-Muslim tidak akan bersentuhan langsung dengan pelayanan jemaah di Tanah Haram.

"Jadi itu sebetulnya tim pemerintah itu berharap bahwa kalau misalnya itu di minoritas, misalnya di Manado, di Papua, misalnya itu kan, (petugas) dokter apa sebagainya, kan bisa saja non-Muslim jadi petugasnya," ucapnya.

Ia menambahkan, praktik pengerahan petugas non-Muslim sejatinya sudah berjalan di lapangan. Karena itu, pemerintah dan DPR sepakat menghapus pasal dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU yang mewajibkan petugas harus beragama Islam.

"Sekarang (di dalam DIM) justru ada usulan supaya itu Muslim, kalau itu nanti malah justru menyulitkan. (DIM poin) 201," ujar Bambang.

Ke depan, syarat perekrutan PPIH akan diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) agar lebih fleksibel, bukan diatur langsung dalam undang-undang.

"Tidak kita atur dalam undang-undang supaya lebih fleksibel, kan gitu. Itu dihapus, nanti akan diatur dalam peraturan menteri. Karena kalau misalnya peraturan menteri itu kan persyaratan, persyaratan itu bisa fleksibel," jelas Bambang.

Baca juga: Maulid Nabi, 100 Pasangan Prasejahtera Siap Nikah Massal di Masjid Istiqlal

"Kalau misalnya ada plus minusnya kemudian harus ada di Undang-Undang, kan kita harus ke DPR lagi. Lama, ketemu lagi kita," tambahnya.

Sebagai informasi, RUU Haji dan Umrah telah ditetapkan sebagai RUU usul inisiatif DPR dalam rapat paripurna pada Kamis (24/7/2025).

Pemerintah dan DPR menargetkan pembahasan DIM rampung sehingga RUU tersebut bisa disahkan menjadi UU pada rapat paripurna, Selasa (26/8/2025). (Fika Nurul Ulya | Ardito Ramadhan)

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com