KOMPAS.com-Hak-hak istri setelah perceraian penting untuk diperhatikan sebagai bentuk perlindungan dan dukungan.
Meskipun pernikahan berakhir, mantan istri tetap berhak mendapatkan perhatian serta penghargaan.
Seperti ditulis Antara, dalam Alquran Surah Al-Baqarah ayat 241 menegaskan kewajiban suami memberi nafkah kepada istri yang dicerai.
وَلِلْمُطَلَّقٰتِ مَتَاعٌۢ بِالْمَعْرُوْفِۗ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِيْنَ
wa lil-muthallaqâti matâ‘um bil-ma‘rûf, ḫaqqan ‘alal-muttaqîn
Artinya: “Bagi istri-istri yang diceraikan terdapat hak mut‘ah dengan cara yang patut. Demikian ini adalah ketentuan bagi orang-orang yang bertakwa.”
Baca juga: Bolehkah Nafkah Rp 100 Seperti yang Diminta Tasya Farasya dalam Islam?
Kewajiban nafkah ini berlaku sesuai kondisi dan putusan pengadilan.
Jika pasangan memiliki anak, mantan suami juga wajib memberi nafkah anak meski sudah bercerai.
Mantan suami wajib memberi nafkah selama masa iddah, termasuk kebutuhan pokok seperti makanan, pakaian, dan tempat tinggal.
Masa iddah bertujuan memastikan tidak ada kehamilan dari pernikahan sebelumnya dan memberi waktu penyesuaian diri.
Bagi perempuan yang masih haid, masa iddah berlangsung tiga kali masa suci, sedangkan yang tidak haid menjalani tiga bulan masa tunggu.
Nafkah mut’ah berupa pemberian uang atau barang dari mantan suami kepada mantan istri sebagai bentuk tanggung jawab.
Hal ini sesuai dengan Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 236:
لَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ اِنْ طَلَّقْتُمُ النِّسَاۤءَ مَا لَمْ تَمَسُّوْهُنَّ اَوْ تَفْرِضُوْا لَهُنَّ فَرِيْضَةًۖ وَّمَتِّعُوْهُنَّ عَلَى الْمُوْسِعِ قَدَرُهٗ وَعَلَى الْمُقْتِرِ قَدَرُهٗۚ مَتَاعًا ۢ بِالْمَعْرُوْفِۚ حَقًّا عَلَى الْمُحْسِنِيْنَ
lâ junâḫa ‘alaikum in thallaqtumun-nisâ'a mâ lam tamassûhunna au tafridlû lahunna farîdlataw wa matti‘ûhunna ‘alal-mûsi‘i qadaruhû wa ‘alal-muqtiri qadaruh, matâ‘am bil-ma‘rûf, ḫaqqan ‘alal-muḫsinîn
Artinya:Tidak ada dosa bagimu (untuk tidak membayar mahar) jika kamu menceraikan istri-istrimu yang belum kamu sentuh (campuri) atau belum kamu tentukan maharnya. Berilah mereka mut‘ah, bagi yang kaya sesuai dengan kemampuannya dan bagi yang miskin sesuai dengan kemampuannya pula, sebagai pemberian dengan cara yang patut dan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat ihsan.
Besaran nafkah mut’ah menyesuaikan kemampuan mantan suami.
Baca juga: Fenomena Marriage is Scary, Angka Pernikahan Terus Menurun
Hak asuh anak dalam Islam ditentukan berdasarkan usia.
Anak di bawah tujuh tahun atau belum mumayyiz lebih diutamakan diasuh ibu.
Jika anak sudah mumayyiz atau berusia 12–17 tahun, hak asuh bisa beralih ke ayah.
Mantan suami tetap wajib memenuhi kebutuhan anak, meliputi pendidikan, makanan, kesehatan, dan tempat tinggal.
Hal ini berlaku karena tidak ada istilah mantan ayah atau mantan anak.
Keputusan hak asuh anak ditentukan pengadilan agama dengan mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi tumbuh kembang anak.
Jika hak asuh diberikan kepada ayah, maka ia wajib merawat, mendidik, dan mencukupi kebutuhan anak.
Baca juga: Gelar Seminar Pra-Nikah, MUI Luruskan Pandangan Menikah Itu Beban
Harta gono-gini mencakup seluruh kekayaan yang diperoleh selama pernikahan dan dianggap sebagai milik bersama.
Dalam Islam, pembagian harta dilakukan dengan prinsip keadilan agar tidak merugikan salah satu pihak.
Aset yang masuk kategori harta bersama bisa berupa rumah, tanah, kendaraan, maupun tabungan.
Untuk menghindari perselisihan, pembagian harta gono-gini sebaiknya diselesaikan melalui pengadilan.
Hak-hak istri setelah perceraian berfungsi memberikan perlindungan dan rasa aman.
Islam dan hukum nasional sama-sama mengatur kewajiban suami terhadap nafkah istri maupun anak.
Menjalankan ketentuan ini penting untuk menjamin keadilan serta kesejahteraan keluarga setelah perceraian.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini