KOMPAS.com — Menteri Agama periode 2001–2004, Said Agil Husin Al Munawar, menegaskan bahwa pelestarian lingkungan merupakan bagian dari keimanan, bukan sekadar urusan sosial atau ekonomi.
Pesan itu ia sampaikan dalam Seminar Syiar Qur’an dan Hadis: Merawat Kerukunan, Melestarikan Lingkungan yang digelar di Kendari, Jumat (17/10/2025).
Menurut Said Agil, manusia tidak hanya diciptakan untuk beribadah secara ritual, tetapi juga untuk memakmurkan bumi dan menjaga keseimbangannya. Ia menegaskan, ajaran Al-Qur’an telah lama mengingatkan manusia agar tidak membuat kerusakan di bumi.
“Al-Qur’an telah menegaskan dalam Surah Al-Baqarah bahwa manusia diciptakan sebagai khalifah, yaitu wakil Allah yang bertugas mengelola bumi dengan tanggung jawab dan keseimbangan,” ujarnya.
Baca juga: Astronom Uni Emirat Arab Perkirakan Ramadhan 2026 Dimulai 19 Februari, Idul Fitri 20 Maret
Ia mengutip firman Allah dalam Surah Al-A’raf ayat 56, “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah Allah memperbaikinya, dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan harap.”
Menurutnya, ayat ini menjadi dasar teologis bagi umat Islam untuk menjaga alam sebagai amanah Ilahi.
Said Agil juga mencontohkan sabda Rasulullah Saw yang diriwayatkan Ahmad,
“Jika hari kiamat tiba sementara di tangan salah seorang di antara kalian ada bibit tanaman, maka tanamlah.”
“Hadis tersebut mengajarkan bahwa sekecil apa pun usaha kita untuk menjaga alam tetap bernilai ibadah. Menanam, memelihara, dan tidak merusak adalah ekspresi dari iman yang sejati,” tuturnya.
Lebih jauh, ia menjelaskan bahwa syiar Al-Qur’an dan hadis harus dimaknai sebagai upaya membudayakan nilai-nilai Islam dalam kehidupan nyata. Dakwah yang menumbuhkan kerukunan dan kesadaran ekologis, menurutnya, akan membentuk masyarakat yang toleran, bijak terhadap alam, dan berjiwa damai.
“Ketika nilai-nilai Qur’ani dan Nabawi dihidupkan, umat akan menjadi pelopor perdamaian sekaligus pelindung lingkungan,” katanya.
Ia menilai, dakwah Islam tidak boleh berhenti di mimbar, melainkan harus hadir di ruang publik dengan semangat perubahan perilaku sosial dan ekologis.
Menurutnya, Indonesia sebagai bangsa majemuk dan kaya sumber daya alam membutuhkan revitalisasi syiar yang menyejukkan dan mencerahkan, terutama di tengah tantangan konflik sosial, degradasi moral, dan krisis iklim.
“Kita harus menumbuhkan cinta kasih (rahmah), kesadaran sosial (ukhuwah), dan kepedulian ekologis (ḥifẓ al-bī’ah),” ujarnya menegaskan.
Ia juga menekankan pentingnya metode dakwah yang lembut dan bijaksana, sebagaimana firman Allah dalam Surah An-Nahl ayat 125, “Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik.”
“Dakwah yang keras dan menghakimi bertentangan dengan semangat kenabian yang membawa rahmat bagi seluruh alam,” ujar Said Agil.
Baca juga: Menag Gagas Lembaga Pemberdayaan Dana Umat, Potensi Dana Capai Rp 1.000 Triliun per Tahun
Menutup paparannya, Said Agil menegaskan pentingnya peran pemuka agama dan lembaga keagamaan dalam menanamkan nilai keberlanjutan dan cinta lingkungan sejak dini. Pendidikan agama, katanya, harus melahirkan generasi yang saleh secara ritual sekaligus peduli pada alam.
“Kerukunan antarmanusia dan kelestarian alam adalah dua sisi dari satu kesalehan yang utuh—kesalehan yang menebarkan rahmat bagi seluruh alam,” pungkasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang