KOMPAS.com – Polemik kepemimpinan di tubuh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) memasuki babak baru. Setelah Syuriyah PBNU menyatakan bahwa masa jabatan KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya telah berakhir karena melewati tenggat waktu pengunduran diri, sang ketua umum menyampaikan pernyataan tegas: ia menolak keputusan tersebut dan menegaskan masih sah sebagai Ketua Umum PBNU.
Pernyataan dua kubu ini membuat situasi internal PBNU terus menjadi sorotan publik.
Katib Syuriyah PBNU, KH Ahmad Tajul Mufakhir, menjelaskan bahwa inti persoalan bukan pada beredarnya dokumen yang disebut-sebut sebagai ‘surat pemberhentian’.
Baca juga: Mengapa Gus Yahya Dinyatakan Tak Jadi Ketum PBNU Lagi? Ini Penjelasan Lengkap Syuriyah
Menurutnya, yang berlaku adalah keputusan organisasi, yaitu risalah Rapat Harian Syuriyah PBNU yang memberikan dua opsi kepada Gus Yahya:
1. Mengundurkan diri secara sukarela, atau
2. Dimundurkan, apabila melewati batas waktu 3×24 jam.
“Surat itu memang dari Syuriyah PBNU, tapi itu surat edaran, bukan surat pemberhentian,” kata Kiai Tajul saat dikonfirmasi Kompas.com, Rabu (26/11/2025).
“Surat ini dibuat karena deadline yang diberikan dalam risalah sudah terlampaui.”
Syuriyah menilai tenggat tersebut berakhir pada 26 November 2025 pukul 00.45 WIB, merujuk pada catatan sistem Digdaya bahwa Gus Yahya telah membaca risalah itu pada 23 November 2025.
Syuriyah juga memaparkan kronologi penyampaian risalah. Pada 21 November 2025, Wakil Rais Aam KH Afifuddin Muhajir menyerahkan langsung dokumen risalah kepada Gus Yahya di Hotel Mercure Ancol. Namun, Gus Yahya mengembalikan dokumen tersebut.
Meski dikembalikan, sistem persuratan digital mencatat bahwa Gus Yahya membaca dokumen itu dua hari kemudian.
Catatan inilah yang menjadi dasar penetapan dimulainya masa berlakunya keputusan Syuriyah.
Dengan demikian, terhitung sejak lewatnya tenggat, Syuriyah menyatakan jabatan ketua umum tidak lagi dijalankan oleh Gus Yahya, dan untuk sementara kewenangan pimpinan PBNU berada di tangan Rais Aam PBNU. Rapat pleno PBNU dijadwalkan digelar untuk menentukan langkah berikutnya.
Sumber utama polemik ini berasal dari hasil risalah Rapat Harian Syuriyah PBNU yang memuat permintaan agar Gus Yahya mundur.
Salah satu alasan kunci adalah kehadiran akademisi Amerika Serikat yang berafiliasi dengan zionis, Peter Berkowitz, sebagai narasumber dalam Akademi Kepemimpinan Nasional NU (AKN NU).
Peter Berkowitz dianggap sebagian pihak sebagai tokoh dalam jaringan Zionisme Internasional.
Kehadirannya dinilai bertentangan dengan prinsip Ahlussunnah wal Jamaah An-Nahdliyah dan tidak selaras dengan Muqaddimah Qanun Asasi NU.
Gus Yahya sendiri telah meminta maaf kepada publik pada 28 Agustus 2025 terkait kontroversi tersebut. Namun, permintaan maaf itu tidak menghentikan proses evaluasi internal.
Di tengah memanasnya situasi, Gus Yahya muncul dengan pernyataan terbuka. Dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (26/11/2025), ia menyatakan bahwa dirinya tetap sah sebagai Ketua Umum PBNU.
“Saya tetap dalam jabatan saya sebagai ketua umum berdasarkan konstitusi organisasi dan pengakuan dari seluruh jajaran pengurus NU di semua tingkat di seluruh Indonesia,” tegasnya.
Gus Yahya menilai bahwa surat edaran yang beredar tidak memiliki landasan hukum yang cukup kuat untuk memberhentikannya.
“Rapat harian Syuriyah itu sendiri tidak mempunyai dampak hukum apa pun terhadap jabatan saya,” ujarnya.
“Apalagi surat edarannya. Surat itu bukan surat yang sah dan diedarkan secara tidak sah.”
Ia menambahkan bahwa pihak mana pun tidak seharusnya memperlakukan surat tersebut sebagai dokumen resmi PBNU.
“Kalau ada pihak yang menganggap itu dokumen resmi, ya enggak mungkin. Karena tidak sah dan bisa dicek secara digital,” kata dia.
Meski Syuriyah menyatakan keputusan sudah dieksekusi, mekanisme organisasi masih menyediakan ruang keberatan. Gus Yahya berhak mengajukan sengketa melalui Majelis Tahkim NU, sesuai ketentuan Peraturan Perkumpulan NU Nomor 14 Tahun 2025.
Situasi ini menunjukkan bahwa polemik belum selesai. Masing-masing kubu mengacu pada prosedur dan dasar hukum yang berbeda, sehingga langkah organisasi selanjutnya diperkirakan sangat menentukan arah PBNU pasca-kontroversi ini. (Tria Sutrisna, Robertus Belarminus)
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang