KOMPAS.com – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya meminta agar polemik internal yang mengarah pada pemberhentiannya sebagai ketua umum diselesaikan secara terhormat melalui Muktamar NU.
Seruan itu disampaikan di tengah beredarnya surat edaran yang menyatakan dirinya tidak lagi menjabat Ketua Umum PBNU sejak 26 November 2025.
“Mari kita selesaikan dengan lebih terhormat. Apa pun masalahnya, kalau masih ada yang tidak terselesaikan, mari kita selesaikan melalui Muktamar, sehingga keutuhan organisasi terjaga, integritas organisasi tidak ternodai,” ujar Gus Yahya di Jakarta, Rabu (26/2025), dilansir Antaranews.
Baca juga: Gus Yahya Tegaskan Surat Pemberhentiannya sebagai Ketum PBNU Tidak Sah Secara Konstitusi
Gus Yahya mengatakan dirinya menyadari bahwa selama memimpin PBNU tentu ada kekeliruan yang terjadi, sebagaimana lumrah dalam organisasi besar mana pun.
Namun ia mengajak seluruh pihak untuk menempatkan kepentingan Nahdlatul Ulama di atas segalanya.
“Tentu dalam memimpin saya tidak lepas dari kesalahan. Untuk itu, saya mengimbau kepada seluruh jajaran PBNU, termasuk memohon kepada Rais Aam untuk memikirkan dengan lebih dalam soal ini. Mari kita jaga keutuhan NU ini, kita jaga integritas organisasi,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa tidak ada pemimpin yang sempurna, namun penyelesaian masalah organisasi tetap harus dilakukan melalui mekanisme yang sah dan bermartabat.
Menanggapi surat edaran yang beredar luas, Gus Yahya menilai ada indikasi upaya memecah belah NU. Ia menyebut langkah yang diambil secara tiba-tiba tersebut patut dipertanyakan motifnya.
“Saya kira harus dicurigai seperti itu, ada yang menginginkan NU ini pecah. Tentu saja harus dipertanyakan, demi apa? Kalau secara substansi maupun struktur sebetulnya sesuatu yang sama sekali tidak diperlukan, mengapa tiba-tiba begini?” kata dia.
Gus Yahya menambahkan, publik juga dapat menilai sendiri mengapa sebuah keputusan yang begitu besar muncul tanpa latar situasi yang jelas.
“Tidak ada hujan, tidak ada angin, tiba-tiba dilakukan hal yang seperti ini,” ujarnya.
Sebelumnya, beredar Surat Edaran Nomor 4785/PB.02/A.II.10.01/99/11/2025 yang diteken Wakil Rais Aam PBNU KH Afifuddin Muhajir dan Katib PBNU KH Ahmad Tajul Mafakhir. Surat itu menyatakan bahwa Gus Yahya sudah tidak lagi berstatus Ketua Umum PBNU terhitung mulai 26 November 2025.
Baca juga: Struktur Lengkap PBNU 2022–2027: Mustasyar, Syuriyah, Tanfidziyah
Dengan keputusan itu, ia tidak lagi memiliki wewenang menggunakan atribut, fasilitas, maupun hal-hal lain yang melekat pada jabatan Ketua Umum PBNU.
Surat tersebut juga menyebut bahwa PBNU akan segera menggelar Rapat Pleno sebagaimana diatur dalam sejumlah peraturan organisasi, termasuk Peraturan Perkumpulan NU Nomor 10 Tahun 2025 tentang Rapat dan Peraturan Perkumpulan NU Nomor 13 Tahun 2025 tentang Pemberhentian Fungsionaris dan PAW.
Selama kekosongan posisi ketua umum, kepemimpinan PBNU sepenuhnya berada di tangan Rais Aam sebagai pimpinan tertinggi struktur Nahdlatul Ulama.
Baca juga: Tegaskan Tetap Jabat Ketum PBNU, Gus Yahya: Surat Edaran Itu Tidak Sah
Rapat Pleno mendatang akan menjadi forum penentu arah organisasi sebelum Muktamar direncanakan digelar.
Dengan ajakan untuk menyelesaikan konflik melalui Muktamar, Gus Yahya berharap turbulensi internal dapat dituntaskan secara bermusyawarah, menjaga keutuhan NU sebagai organisasi keagamaan terbesar di Indonesia.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang