KOMPAS.com - Salman Al Farisi termasuk sahabat Nabi yang utama. Perjalanan hidupnya sangat luar biasa. Ia bukan berasal dari suku Arab, melainkan dari Persia. Ia melakukan perjalanan dari negerinya untuk mencari kebenaran hingga akhirnya menemukan Islam.
Kisah Salman Al Farisi ini dapat menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi siapa saja yang sedang mencari kebenaran. Kisah Salman juga menggambarkan bahwa orang yang serius berusaha pasti akan memperoleh keberhasilan.
Kisah Salman Al Farisi ini dikutip dari buku Kisah Heroik 65 Orang Shahabat Rasulullah SAW karya Dr. Abdurrahman Ra’fat Al Basya.
Baca juga: Kisah Uwais Al Qarni: Memperoleh Derajat Tinggi karena Berbakti pada Ibu
Salman Al Farisi berasal dari sebuah daerah bernama Jayyan, Isfahan, Persia. Ia anak seorang kepala kampung di daerahnya. Ayahnya seorang yang sangat kaya raya dan sangat dihormati oleh masyarakat.
Sejak lahir, Salman menjadi anak kesayangan orang tuanya. Saking sayangnya, sampai-sampai Salman Al Farisi dikurung di dalam rumah. Ia dilarang bepergian agar tidak celaka. Ia dipingit layaknya seorang gadis.
Sejak kecil Salman menganut agama Majusi seperti umumnya penduduk di desanya. Salman dipersiapkan menduduki kedudukan terhormat sebagai penjaga api Majusi.
Baca juga: Kisah Mush’ab bin Umair: Pemuda yang Rela Meninggalkan Kemewahan Dunia
Ayah Salman Al Farisi mempunyai lahan pertanian yang sangat luas. Suatu hari, Salman diutus ayahnya untuk mengawasi lahan pertanian keluarganya. Saat itu sang ayah sedang sibuk dengan urusan lain.
Perintah untuknmengawasi lahan pertanian itu menjadi titik balik kehidupan Salman Al Farisi. Ketika berjalan menuju lahan, ia melewati sebuah gereja. Saat itu sedang berlangsung ibadah di gereja tersebut.
Salman langsung tertarik dengan ibadah tersebut. Ia mendatangi gereja dan bertanya tentang agama apa yang mereka anut. Setelah berdialog, Salman menganggap bahwa agama Nasrani lebih baik dari agama yang dianut sebelumnya.
Salman terus bertanya tentang agama Nasrani hingga malam menjelang. Ia tidak jadi menjalankan tugas ayahnya untuk mengawasi ladang. Salman kemudian menanyakan darimana agama tersebut berasal. Orang Nasrani menyebut bahwa agama itu berasal dari Syam.
Ketika Salman menceritakan apa yang dialaminya, sontak Salman mendapat hukuman. Ia tidak diperbolehkan keluar rumah lagi. Kakinya diikat oleh sang ayah. Namun karena tekadnya yang sudah kuat untuk mencari kebenaran, ia berhasil kabur dan pergi ke Syam.
Baca juga: Kisah Usamah bin Zaid: Panglima Perang Termuda dalam Sejarah Islam
Ketika tiba di Syam, Salman segera mencari orang yang paling paham agama Nasrani. Ia kemudian dikenalkan dengan seorang uskup di sebuah gereja. Salman pun menyatakan keinginannya.
“Aku tertarik dengan agama Nasrani. Aku ingin mendampingi dan membantumu. Aku mau belajar darimu dan melakukan kebaktian bersama penganut Nasrani yang lainnya,” ujar Salman Al Farisi kepada sang Uskup.
Salman diterima dengan baik di gereja tersebut dan membantu disana. Selama beberapa waktu, Salman tinggal di gereja tersebut. Uskup awal yang ditemuinya meninggal dan digantikan uskup yang baru.
Menjelang ajal uskup baru tersebut, Salman meminta petunjuk untuk meneruskan pengabdiannya. Ia singgah di beberapa daerah untuk mengamalkan apa yang sudah didapatkannya.
Sampai suatu waktu, Ia mengabdi kepada seorang yang alim dan tak ada lagi sesudahnya. Sebelum orang tersebut meninggal, ia memberikan wasiat kepada Salman Al Farisi.
“Anakku, demi Allah aku tidak mengetahui adanya seseorang yang masih menganut agama yang kita ikuti. Akan tetapi sebentar lagi akan muncul di tanah Arab seorang Nabi yang di utus dengan membawa agama Ibrahim. Kemudian ia berhijrah dari negerinya ke sebuah negeri yang memiliki banyak pohon kurma di antar dua buah lembah berbatu. Dia memiliki tanda-tanda yang jelas. Ia menerima hadiah dan menolak sedekah. Di antara kedua pundaknya terdapat tanda kenabian. Jika kau mampu datang ke negeri tersebut, maka lakukanlah!” ujarnya.
Baca juga: Kisah Umar bin Khattab: Pemimpin Berani dan Adil dalam Sejarah Islam
Sesuai dengan pesan yang disampaikan gurunya, ia kemudian melakukan perjalanan ke negeri Arab. Ia menumpang sebuah kafilah dagang. Sayangnya, ia dikhianati dan dijual sebagai budak. Salman dibeli oleh orang Yahudi dari Bani Quraidzah yang berasal dari Madinah.
Ketika dibawa ke Madinah, Salman baru menyadari bahwa ia sudah sampai di negeri yang disampaikan gurunya, yaitu sebuah negeri yang banyak ditumbuhi pohon kurma, yang tak lain adalah Madinah.
Selama beberapa waktu ia melakukan pekerjaan menjadi budak dan melupakan tujuannya pergi ke Madinah. Sampai suatu hari, ia mendengar dari tuannya bahwa telah datang seorang Nabi dari Mekkah.
Sontak Salman kembali mengingat tujuannya. Selesai bekerja, Salman menemui Nabi tersebut. Ia menguji Nabi dengan sedekah dan hadiah sebagaimana pesan yang disampaikan gurunya. Dan ia mendapati tanda seperti yang disampaikan gurunya.
Salman juga berusaha untuk mengetahui tanda kenabian yang ada di pundak Nabi. Suatu hari ia berhasil melihatnya, maka semakin yakin bahwa orang tersebut adalah Nabi yang disampaikan oleh gurunya.
Baca juga: Kisah Bilal bin Rabah: Sang Muadzin Rasulullah SAW
Setelah yakin dengan tanda kenabian seperti yang disampaikan gurunya, Salman kemudian menyatakan masuk Islam. Namun kedudukannya sebagai budak membuatnya tak leluasa untuk mengamalkan Islam. Akhirnya, Nabi memerintahkan Salman untuk menebus dirinya.
Tuannya meminta syarat 300 pohon kurma dan 40 uqiyah emas atau sekitar 1,3 kg emas (1 uqiyah sama dengan 31,7 gram). Dengan bantuan Nabi dan para Sahabat, akhirnya Salman Al Farisi menjadi manusia bebas.
Sejak saat itu, ia tidak pernah berhenti berjuang untuk Islam dan berperang bersama Rasulullah SAW. Salah satu jasanya bagi Islam adalah idenya untuk membuat parit di perang Ahzab. Perang itu juga dinamakan perang Khandaq atau parit karena ide Salman untuk membuat parit guna menghalangi musuh.
Berkat ide Salman Al Farisi, umat Islam memperoleh kemenangan dalam perang tersebut.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang