KOMPAS.com - Rasulullah SAW dalam menyebarkan agama Islam dibantu oleh para Sahabat. Pengertian Sahabat adalah orang yang hidup sezaman dengan Rasulullah SAW, masuk Islam, dan membantu Sang Nabi dalam mendakwahkan agama Islam.
Salah seorang sahabat utama dan mempunyai peran istimewa dalam dakwah Islam adalah Bilal bin Rabah. Ia mulanya adalah seorang budak asal negeri Habasyah atau Ethiopia di Afrika. Ia kemudian dimerdekakan oleh Abu Bakar Ash Shiddiq.
Untuk mengetahui kisah hidup Bilal bin Rabah, simak penuturannya di bawah ini seperti dikutip dari buku Kisah Heroik 65 Sahabat Rasulullah SAW karya Dr. Abdurrahman Ra’fat Al Basya.
Baca juga: Kisah Mush’ab bin Umair: Pemuda yang Rela Meninggalkan Kemewahan Dunia
Bilal dilahirkan di daerah Sarah, Mekkah kira-kira 34 tahun sebelum hijrah. Ayahnya bernama Rabah dan ibunya seorang budak berkulit hitam bernama Hamamah. Bilal tumbuh di Mekkah sebagai budak dari Bani Abdid Daar.
Ketika tumbuh dewasa, Bilal bin Rabah menjadi budak dari salah seorang pemuka Quraisy bernama Umayyah bin Khalaf yang merupakan salah seorang pemuka kafir Quraisy.
Saat Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Nabi dan Rasul yang bertugas menyebarkan agama Islam, Bilal bin Rabah segera memenuhi panggilan tersebut. Ia termasuk dalam golongan As Sabiqunal Awwalun atau orang-orang yang pertama-tama masuk Islam.
Menyebarnya Islam di Mekkah membuat para pemuka Quraisy murka. Orang-orang lemah, termasuk budak tidak mempunyai posisi yang kuat dan tidak punya pelindung. Mereka itulah yang menjadi sasaran kemarahan tokoh-tokoh Quraisy.
Para budak dan orang-orang lemah yang tidak mempunyai kedudukan (mustad'afin) itu mendapat intimidasi dan siksaan yang luar biasa. Bilal bin Rabah termasuk orang yang mendapat siksaan tersebut bersama dengan orang-orang lemah lainnya.
Baca juga: Kisah Nabi Muhammad SAW Lupa Mengucapkan Insya Allah
Kisah penyiksaan Bilal bin Rabah menjadi salah satu pelajaran keteguhan iman. Dalam kondisi apapun, ketika keimanan sudah melekat kuat, maka ia tidak akan pernah menyerahkan imannya.
Bilal bin Rabah disiksa dengan cara dicambuk, kemudian dijemur di padang pasir yang sangat panas. Dadanya ditindih dengan batu besar hingga menyesakkan dada. Ia dipaksa oleh tuannya, Umayyah bin Khalaf untuk kembali memeluk agama nenek moyang.
Namun Bilal tetap tidak bergeming. Di tengah siksaan yang menderanya, ia hanya mengatakan 'ahad, ahad, ahad' sebagai bentuk persaksiannya akan keesaan Allah SWT, Tuhan yang baru saja dikenalnya dan sudah merasuk ke dalam jiwanya.
Siksaan yang sangat menyakitkan diterima tanpa daya karena posisinya sebagai budak. Namun pada akhirnya pertolongan Allah SWT datang kepada orang-orang yang tetap teguh berada di jalannya.
Abu Bakar Ash Shiddiq diperintahkan Rasulullah SAW untuk membebaskan para budak yang disiksa. Umayyah bin Khalaf sebagai tuannya Bilal memasang harga yang sangat tinggi. Umayyah menduga Abu Bakar Ash Shhiddiq akan mengurungkan niatnya.
Tawaran tinggi Umayyah bin Khalaf ternyata diterima oleh Abu Bakar Ash Shiddiq. Sahabat paling mulia ini menebus Bilal bin Rabah dengan 9 uqiyah emas. Satu uqiyah beratnya 31,7 gram emas.
Baca juga: Kisah Lengkap Nabi Idris AS
Setelah dibebaskan sebagai budak, Bilal bin Rabah turut aktif dalam berjuang menyebarkan dan mempertahankan Islam di Mekkah hingga akhirnya turut berhijrah ke Madinah. Bilal tinggal bersama Abu Bakar Ash Shiddiq dan Amir bin Fihr.
Datangnya Rasulullah SAW ke Madinah untuk semakin memperkuat Islam menjadikan Bilal mendapat kedudukan yang mulia. Tatkala pusat dakwah, yaitu masjid, sudah dibangun, Bilal bin Rabah mendapat tugas untuk mengumandangkan adzan.
Bilal adalah muadzin Rasulullah SAW. Ia-lah yang ditugaskan untuk mengumandangkan adzan untuk pertama kalinya. Maka tak heran bila saat ini, istilah lain dari muadzin atau orang yang bertugas mengumandangkan adzan disebut juga dengan bilal.
Bilal bin Rabah menjadi sahabat yang mempunyai kedudukan tersendiri di hati Nabi Muhammad SAW. Rasulullah SAW pernah mendapat hadiah 3 tombak pendek dari Raja Najasyi di Habasyah.
Tiga tombak pendek itu diberikan oleh Rasulullah SAW kepada Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib. Sedangkan satu lagi diberikan kepada Bilal bin Rabah. Tombak tersebut senantiasa dibawa Bilal sepanjang hidupnya.
Ketika shalat di lapangan, Bilal senantiasa menjadikan tombak tersebut sebagai pembatas shalatnya, yaitu pada saat shalat Idul Fitri, Idul Adha, dan shalat Istisqa'.
Baca juga: Kisah Usamah bin Zaid: Panglima Perang Termuda dalam Sejarah Islam
Bilal bin Rabah turut dalam setiap peperangan bersama Rasulullah SAW. Pada perang Badar, Bilal menyaksikan sendiri datangnya pertolongan Allah SWT dengan memberikan kemenangan kepada kaum Muslimin.
Para tokoh kafir Quraisy yang dulu pernah menyiksa kaum muslimin, tewas di medan perang Badar, termasuk Abu Jahal dan Umayyah bin Khalaf.
Saat memasuki kota Mekkah pada peristiwa Fathu Makkah, Rasulullah SAW didampingi oleh Bilal bin Rabah, Utsman bin Thalhah, dan Usamah bin Zaid. Ketika masuk waktu Dzuhur, Bilal diperintahkan untuk mengumandangkan adzan di atas Ka'bah untuk pertama kalinya.
Bilal tetap menjadi muadzin Rasulullah SAW sampai Sang Nabi Terakhir meninggal dunia. Bersama wafatnya Rasulullah SAW, Bilal tidak kuasa mengumandangkan adzan. Setiap sampai kalimat 'Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah', suaranya tercekik tak bisa keluar.
Hal tersebut menggambarkan kecintaan Bilal bin Rabah kepada Rasulullah SAW. Ia tak kuasa menyebutkan nama kekasihnya yang sudah tiada. Sejak saat itu Bilal meminta izin kepada khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq untuk tidak menjadi muadzin.
Sepeninggal Rasulullah SAW, Bilal meminta izin kepada Khalifah Abu Bakar untuk turut dalam jihad di jalan Allah dan tinggal di negeri Syam. Khalifah Abu Bakar sempat ragu dalam memberikan izin kepada Bilal, meskipun pada akhirnya diizinkan.
Bilal tinggal di Daraya dekat dari Damaskus. Bilal masih tidak mau mengumandangkan adzan sehingga Umar bin Khattab datang ke negeri Syam yang menjumpai Bilal setelah sekian lama tidak berjumpa.
Baca juga: Kisah Umar bin Khattab dan Gadis Pemerah Susu: Kejujuran Membawa Keberkahan
Di hadapan khalifah Umar bin Khattab, Bilal diminta untuk kembali mengumandangkan adzan. Bilal yang sudah lama tidak mengumandangkan adzan akhirnya bersedia kembali mengumandangkan adzan. Hal itu membuat kaum muslimin menangis tersedu-sedu.
Bilal tetap tinggal di negeri Syam sampai akhir hayatnya.
Salah satu keistimewaan yang dimiliki Bilal bin Rabah adalah amalannya yang membuat suara terompahnya terdengar oleh Rasulullah SAW meskipun ia masih hidup di dunia.
يَا بِلاَلُ، حَدِّثْنِي بِأَرْجَى عَمَلٍ عَمِلْتَهُ فِي الإِسْلاَمِ، فَإنِّي سَمِعْتُ دَفَّ نَعْلَيْكَ بَيْنَ يَدَيَّ في الجَنَّةِ» قَالَ: مَا عَمِلْتُ عَمَلًا أَرْجَى عِنْدِي مِنْ أَنِّي لَمْ أَتَطَهَّرْ طُهُوْرًا فِي سَاعَةٍ مِنْ لَيْلٍ أَوْ نَهَارٍ إِلاَّ صَلَّيْتُ بِذَلِكَ الطُّهُورِ مَا كُتِبَ لِي أَنْ أُصَلِّ
Artinya: “Wahai Bilal, ceritakanlah kepadaku tentang satu amalan yang engkau lakukan di dalam Islam yang paling engkau harapkan pahalanya, karena aku mendengar suara kedua sandalmu di surga.” Bilal menjawab, “Tidak ada amal yang aku lakukan yang paling aku harapkan pahalanya daripada aku bersuci pada waktu malam atau siang pasti aku melakukan shalat dengan wudhu tersebut sebagaimana yang telah ditetapkan untukku.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Demikianlah kisah hidup Bilal bin Rabah yang luar biasa. Semoga menjadi pelajaran berharga.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang