Editor
KOMPAS.com — Mujadalah Kiai Kampung (MKK) mendesak pemerintah untuk melibatkan pihak swasta dalam pembersihan kayu gelondongan yang berserakan di wilayah terdampak banjir di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat.
Kayu-kayu tersebut terseret derasnya arus banjir dan kini menumpuk di berbagai titik, menghambat proses pemulihan.
Pengurus MKK, Siti Zuhro, menilai pemerintah tidak bisa bekerja sendiri dalam menangani volume material kayu yang sangat besar. Tanpa kolaborasi yang tepat, proses pembersihan dinilai akan memakan biaya besar, waktu lama, dan menyedot sumber daya negara secara signifikan.
Baca juga: Hikmah di Balik Bencana Alam: Panduan Islam Menghadapi Musibah dengan Bijak
“Volume material kayu yang berserakan sangat besar dan kompleks penanganannya. Jika pembersihan sepenuhnya dilakukan pemerintah, biayanya amat signifikan dan durasi pengerjaannya panjang. Ini bisa mengganggu prioritas kerja negara lainnya,” ujar Zuhro dalam konferensi pers di Hotel Mulia, Jakarta, sebagaimana dikutip dari siaran pers, Jumat (12/12/2025).
Ia mengingatkan bahwa masyarakat di daerah terdampak berpotensi mengalami dampak berkepanjangan jika penanganan tidak dilakukan dengan cepat.
Untuk mempercepat penanganan, MKK mengusulkan pemerintah membuka mekanisme lelang terbatas atau seleksi terbuka bagi perusahaan-perusahaan swasta yang memiliki kemampuan teknis dan finansial untuk membersihkan kayu gelondongan tersebut.
Zuhro menjelaskan bahwa perusahaan terpilih dapat diberikan kompensasi berupa kepemilikan kayu secara cuma-cuma, sebagai imbalan atas kewajiban mereka membersihkan material secara cepat dan tuntas sesuai batas waktu yang ditetapkan pemerintah.
“Pemerintah tetap harus melakukan verifikasi ketat terhadap kemampuan teknis, operasional, dan finansial perusahaan agar pelaksanaannya efektif,” tegasnya.
Ia menekankan bahwa seluruh proses harus dijalankan dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi, disertai pengawasan ketat agar tidak terjadi penyimpangan.
Zuhro menilai usulan tersebut dapat mengurangi beban anggaran pemerintah secara signifikan sekaligus mempercepat normalisasi wilayah terdampak.
Selain itu, mekanisme ini menghilangkan kebutuhan pemerintah untuk merelokasi kayu, karena seluruh material menjadi tanggung jawab perusahaan pelaksana.
“Kami meyakini poin penting tadi bisa dilakukan dengan segera untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terdampak,” ujarnya.
Usulan dari MKK juga telah disampaikan kepada Presiden Prabowo Subianto dengan harapan agar dapat segera dipertimbangkan mengingat urgensinya.
“Ini kerja yang tidak bisa ditunda dan membutuhkan akselerasi dari kita semua,” katanya.
Pengurus MKK lainnya, Hendardi, menyebut usulan ini sebagai langkah konstruktif yang dapat membantu pemerintah mengatasi dampak bencana secara lebih cepat dan efektif.
“Pemerintah tidak mungkin bekerja sendiri menyelesaikan permasalahan di Sumatra. Usulan konkret dari masyarakat seperti ini sangat penting,” ujarnya.
Meski demikian, ia mengingatkan bahwa mekanisme tersebut harus disertai dengan pengawasan ketat agar tidak menimbulkan persoalan baru mengingat material kayu sangat rawan diperebutkan berbagai kepentingan.
“Jangan sampai pengawasan justru menimbulkan masalah baru. Kayu ini rawan dari interest berbagai pihak,” ucapnya.
Baca juga: Khutbah Jumat Singkat: Pelajaran Berharga Dari Bencana Banjir di Sumatera
Hendardi juga meminta publik untuk tidak mempolitisasi usulan-usulan semacam ini. Menurutnya, kontribusi masyarakat perlu diakomodasi demi percepatan penanganan bencana.
Konferensi pers ini dihadiri sejumlah tokoh MKK, antara lain pendiri Syaikh Najib Atamimi, Ketua Wahyu Muryadi, Dewan Pakar Prof Dr Siti Zuhro, Dewan Penasehat KH Marsudi Syuhud dan Hendardi, serta Wakil Ketua Zastrow Al Ngatawi dan Azisoko.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang