Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketua PBNU Gus Ais Tegaskan Isu Tambang Jadi Akar Konflik Internal

Kompas.com, 15 Desember 2025, 17:21 WIB
Farid Assifa

Editor

KOMPAS.com — Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menegaskan bahwa isu pengelolaan konsesi tambang merupakan pangkal utama konflik internal yang belakangan mencuat.

Ketua Bidang Ekonomi PBNU, KH Aizzudin Abdurrahman, menyebut berbagai narasi lain yang berkembang justru menyesatkan dan berpotensi memecah belah organisasi.

Gus Aiz—sapaan akrab KH Aizzudin—membantah tulisan Nur Hidayat di salah satu media online nasional yang mengaitkan isu pemakzulan Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf dengan persoalan zionisme dan laporan keuangan.

Baca juga: PBNU Minta Gus Yahya Tempuh Majelis Tahkim Terkait Hasil Pleno Syuriyah

Menurutnya, opini tersebut tidak berorientasi pada penyelesaian masalah organisasi, melainkan memperkeruh situasi internal.

“Ini bukan kritik solutif, melainkan penyesatan opini yang menciptakan persoalan baru,” kata Gus Aiz dilansir dari keterangan tertulis, Senin (15/12/2025).

Ia menilai, isu-isu seperti zionisme dan tata kelola keuangan sengaja dijadikan “panggung depan” untuk menutupi persoalan yang sebenarnya, yakni pengelolaan tambang.

Menurutnya, kelompok yang mendorong pemakzulan Gus Yahya terus menghindari pembahasan isu tambang karena menyangkut kepentingan besar.

“Masalah tambang adalah panggung belakang yang tidak siap mereka bicarakan. Persoalan ini dikaburkan karena ada kepentingan besar yang hanya bisa diselesaikan jika Gus Yahya disingkirkan,” ujarnya.

Gus Aiz menegaskan, konflik internal PBNU sejatinya dapat diselesaikan secara sederhana dan profesional melalui transparansi dan akuntabilitas di forum yang tepat.

Setiap pihak yang diberi amanah mengelola konsesi tambang, kata dia, harus menyampaikan laporan secara terbuka kepada seluruh pemangku kepentingan.

Ia juga mengingatkan bahwa Ketua Umum PBNU telah berulang kali meminta pihak-pihak yang ditunjuk untuk mengelola tambang agar menjelaskan secara terbuka mekanisme kerja, sistem pengawasan, serta penanggung jawab tata kelola dan manajemen korporasi yang dijalankan.

Baca juga: Hari Pertama Kerja, Pj Ketum PBNU KH Zulfa Klaim NU Sudah Normal

Selain itu, Gus Aiz menyinggung pernyataan Rais Aam PBNU dalam peringatan Harlah NU di Senayan pada 31 Januari 2025, yang secara terbuka meminta Presiden Prabowo Subianto membantu Bendahara Umum PBNU Gudfan Arif dalam pengelolaan tambang, termasuk pemberian kewenangan penuh beserta mekanisme pengamanannya.

Ia menyesalkan upaya penyelesaian konflik yang justru ditempuh melalui cara-cara politik kotor dan konspiratif yang dinilai melanggar konstitusi organisasi. Pendekatan tersebut dianggap tidak hanya kontraproduktif, tetapi juga merusak marwah NU dan berpotensi menciptakan preseden buruk bagi tata kelola organisasi ke depan.

“Cara-cara seperti ini berbahaya bagi masa depan organisasi dan tidak bisa dibenarkan dengan dalih apa pun,” pungkas Gus Aiz.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com