KOMPAS.com – Wakil Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI), Dr Tatang Astarudin, menegaskan bahwa dalam fiqh Islam, besaran gaji atau upah harus sebanding dengan tanggung jawab serta kompleksitas pekerjaan yang diemban.
Namun, menurutnya, ada faktor-faktor lain yang juga perlu dipertimbangkan.
“Semakin berat tanggung jawab, semakin besar pula gaji yang harus diberikan. Tetapi tentu saja harus disesuaikan dengan kemampuan keuangan perusahaan atau pemerintah, regulasi, standar kelayakan, serta persepsi masyarakat,” ujar Tatang kepada Kompas.com, Jumat (22/8/2025).
Baca juga: Wakil Ketua BWI Tatang: Zakat dan Wakaf Bisa Jadi Pengurang Pajak
Ia mencontohkan, dalam konteks wakaf, hadits menyebutkan imbalan bagi nazhir (pengelola wakaf) menggunakan istilah ma’ruf yang berarti patut atau layak.
Artinya, imbalan yang diterima sekadar untuk memenuhi kebutuhan hidup secara wajar, bukan untuk memperkaya diri.
“Besaran gaji atau upah harus cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup pekerja beserta keluarganya secara layak, adil, dan proporsional dengan tugasnya. Namun tetap mempertimbangkan kondisi masyarakat dan kemampuan pihak pemberi,” jelasnya.
Tatang juga menyoroti pembahasan soal gaji anggota DPR yang belakangan ramai diperbincangkan.
Ia menilai prinsipnya sama: gaji harus mencukupi kebutuhan hidup anggota beserta keluarga secara layak, sebanding dengan kinerja, tapi tidak berlebihan.
“Harus diingat, gaji bukan untuk memperkaya diri. Apalagi dalam Islam ada kewajiban etis untuk berbagi. Harta yang kita miliki ada hak orang lain. Karena itu ada instrumen infaq, sedekah, zakat, dan wakaf,” ujarnya.
Menurutnya, wakaf memiliki keistimewaan dibanding instrumen lain karena manfaatnya bersifat abadi dan berkelanjutan.
Baca juga: Respons Sri Mulyani, Ini Penjelasan BWI tentang Pajak, Zakat dan Wakaf
“Orang baik pasti bersedekah dan menunaikan zakat, sementara orang cerdas menyempurnakannya dengan berwakaf,” kata Tatang.
Ia menambahkan, dalam tradisi pesantren terdapat peringatan dari Imam Az-Zarnuzi dalam Kitab Ta’lim al-Muta’allim. Jika seorang pemimpin atau orang berilmu terlalu berhitung dan berharap imbalan, maka ia akan kehilangan kehormatan dirinya dan tidak mampu menyuarakan kebenaran.
Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!