KOMPAS.com - Dalam sejarah Islam, Khalifah Umar bin Khattab dikenal sebagai pemimpin yang tegas menegakkan keadilan sekaligus memiliki kepekaan tinggi terhadap penderitaan rakyat.
Salah satu kisah masyhur yang menjadi pelajaran besar hingga kini adalah peristiwa ketika seorang lelaki datang mengadu kepada Khalifah Umar karena rumahnya kemalingan.
“Wahai Amirul Mukminin, semalam ada pencuri yang masuk ke rumah saya dan mengambil barang-barang saya. Saya mohon keadilan,” adu lelaki itu.
Baca juga: Doa Saat Merasa Dizalimi Berdasarkan Alquran dan Hadis
Mendengar laporan tersebut, Umar bertanya, “Apakah kamu mengenal pencurinya? Kalau kamu mengenalnya, bawa dia kemari.”
Ketika pencuri itu dihadapkan, Umar bertanya, “Apakah benar kamu mencuri?”
“Iya,” jawab si pencuri lirih.
“Mengapa kamu mencuri?” tanya Umar lagi.
Dengan air mata menetes, ia menjawab, “Saya bersama anak dan istri hidup dalam kelaparan. Sudah tiga hari kami tidak makan. Anak saya menangis terus karena kelaparan, sedangkan susu ibunya kering. Karena itu, saya terpaksa mencuri untuk bertahan hidup.”
Mendengar pengakuan itu, Umar tidak serta-merta menjatuhkan hukuman potong tangan. Ia justru menegur keras si korban pencurian yang ternyata adalah tetangga sang pencuri.
“Hukuman pencuri adalah potong tangan,” kata Umar, “tetapi jika pencuri ini yang kebetulan tetanggamu mencuri lagi di rumahmu karena lapar, maka bukan tangannya yang akan aku potong, melainkan tanganmu. Sebab engkau membiarkan tetanggamu lapar.”
Kisah ini menjadi refleksi mendalam tentang tanggung jawab sosial dalam Islam. Tidak hanya bagi individu, tetapi juga bagi para pemimpin yang memiliki amanah besar terhadap kesejahteraan rakyatnya.
Rasulullah SAW telah bersabda:
لَيْسَ الْمُؤْمِنُ الَّذِيْ يَشْبَعُ وَجَارُهُ جَائْعٌ إِلٰى جَنْبِهِ
“Tidaklah seorang mukmin yang kenyang sementara tetangganya lapar sampai ke lambungnya.” (HR. Bukhari)
Hadis ini menegaskan bahwa keimanan seseorang dipertaruhkan ketika ia menutup mata terhadap penderitaan di sekitarnya.
Baca juga: Kumpulan Doa Dijauhkan dari Sifat Malas Lengkap dengan Terjemahannya
Apalagi jika seorang pemimpin membiarkan rakyatnya hidup dalam kelaparan dan kesengsaraan.
Dalam konteks kekinian, pesan Umar bin Khattab dan sabda Rasulullah SAW menjadi tamparan moral bagi siapa pun yang memiliki tanggung jawab sosial—baik sebagai individu, pejabat, maupun pemimpin negara.
Sebab, membiarkan rakyat lapar bukan hanya kelalaian politik, tetapi juga dosa kemanusiaan.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang