Editor
KOMPAS.com-Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf diminta menempuh jalur Majelis Tahkim apabila tidak menerima hasil maupun keabsahan Rapat Pleno Syuriyah PBNU yang digelar di Hotel Sultan, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Wakil Ketua Umum PBNU hasil pleno Jakarta, Mohammad Mukri, menyebut mekanisme organisasi telah menyediakan saluran resmi bagi pihak yang keberatan.
“Kalau ada pertanyaan atau yang berbeda pendapat terkait pleno kemarin diselenggarakan, dipersilakan untuk mengajukan keberatan itu ke Majelis Tahkim,” ujar Mukri di Gedung PBNU Jakarta, Sabtu (13/12/2025), dilansir dari Antara.
Baca juga: Gus Yahya Tegaskan Masih Ketua Umum Sah PBNU, Serukan Islah di Tengah Polemik Internal
Mukri menegaskan Majelis Tahkim merupakan lembaga internal PBNU yang memiliki kewenangan menyelesaikan sengketa dan keberatan dalam organisasi.
“Di PBNU itu ada Majelis Tahkim. Ketika ada yang tidak puas atau tidak diterima, dipersilakan untuk dibawa ke Majelis Tahkim, ada lembaganya,” kata Mukri.
Sementara itu, Ketua PBNU hasil pleno Jakarta, Imron Rosyadi, menilai pelaksanaan Rapat Pleno Syuriyah PBNU di Hotel Sultan telah sesuai dengan ketentuan organisasi.
Imron merujuk pada Peraturan Perkumpulan PBNU terbaru tahun 2025 sebagai dasar hukum pelaksanaan rapat pleno.
“Kalau berdasarkan Perkum yang terbaru tahun 2025, memang rapat pleno itu hanya dipimpin oleh Rais Aam dan Katib, jadi apa yang terjadi kemarin di Hotel Sultan itu sudah memenuhi syarat secara peraturan,” ujar Imron.
Baca juga: Gus Yahya Terbuka untuk Islah dan Soroti Tatanan Organisasi NU: Mohon Dipertimbangkan
Ia juga menjelaskan bahwa dokumen hasil rapat pleno secara aturan hanya ditandatangani oleh jajaran Syuriyah.
“Dokumen-dokumen yang dihasilkan di rapat pleno itu hanya ditandatangani oleh Syuriyah, dalam hal ini Rais Aam dan Katib,” kata Imron.
Sebelumnya, Rapat Pleno Syuriyah PBNU di Jakarta menetapkan Zulfa Mustofa sebagai Pejabat Ketua Umum PBNU menggantikan Yahya Cholil Staquf.
Namun, Yahya Cholil Staquf menilai rapat pleno tersebut beserta seluruh keputusan yang dihasilkan tidak sah dan melanggar Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PBNU.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang