Editor
KOMPAS.com-Kehilangan pasangan hidup merupakan ujian berat bagi seorang perempuan, terutama ketika harus menghadapi duka sekaligus memahami ketentuan agama terkait status pernikahan setelah suami meninggal dunia.
Islam mengatur secara jelas masa tunggu atau masa iddah bagi perempuan yang ditinggal wafat suaminya sebelum diperbolehkan menikah kembali.
Ketentuan masa iddah ini bertujuan menjaga ketertiban hukum keluarga, memastikan kondisi rahim, serta menghormati ikatan pernikahan yang telah berakhir karena kematian.
Baca juga: Panduan Lengkap Mandi Junub Usai Hubungan Suami Istri, Tata Cara dan Sunnahnya
Dilansir dari Antara, dalam ajaran Islam, perempuan yang ditinggal wafat oleh suaminya wajib menjalani masa iddah selama empat bulan sepuluh hari atau setara dengan 130 hari.
Masa iddah tersebut menjadi waktu berkabung, masa refleksi, dan sarana kepastian bahwa tidak terdapat kehamilan dari pernikahan sebelumnya.
Ketentuan ini bersifat wajib dan tidak dapat diabaikan karena merupakan perintah langsung dari Allah SWT.
Dasar hukum masa iddah tercantum dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 234.
وَالَّذِيْنَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُوْنَ اَزْوَاجًا يَّتَرَبَّصْنَ بِاَنْفُسِهِنَّ اَرْبَعَةَ اَشْهُرٍ وَّعَشْرًاۚ فَاِذَا بَلَغْنَ اَجَلَهُنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيْمَا فَعَلْنَ فِيْٓ اَنْفُسِهِنَّ بِالْمَعْرُوْفِۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ
“Orang-orang yang meninggal di antara kamu dan meninggalkan istri-istri, hendaklah para istri itu menunggu selama empat bulan sepuluh hari, kemudian apabila telah habis masa iddahnya, tidak ada dosa bagi wali membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut cara yang patut, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Pelanggaran terhadap masa iddah tidak hanya berdampak pada sah atau tidaknya pernikahan, tetapi juga berkaitan dengan ketaatan terhadap hukum syariat.
Baca juga: Suami Nikah Siri Tanpa Izin Istri Sah, Ini Hukum, Ancaman Pidana, dan Langkah Istri
Islam secara tegas melarang pernikahan yang dilakukan sebelum masa iddah berakhir dan menetapkannya sebagai perbuatan haram.
Pernikahan yang dilakukan sebelum selesainya masa iddah dinyatakan tidak sah dan wajib dibatalkan menurut hukum Islam.
Larangan ini menegaskan pentingnya menjalani masa iddah secara utuh sebelum memutuskan membangun rumah tangga baru.
Setelah masa iddah empat bulan sepuluh hari berakhir, perempuan yang ditinggal wafat suaminya diperbolehkan menikah kembali selama dilakukan atas kehendak sendiri dan membawa kemaslahatan.
Islam tidak melarang seorang janda mencari kebahagiaan dan perlindungan melalui pernikahan baru selama tetap berada dalam koridor syariat.
Baca juga: Hukum Melamar Wanita yang Masih Menjalani Masa Iddah dalam Islam
Ketentuan masa iddah berbeda bagi perempuan yang ditinggal wafat suaminya dalam kondisi hamil.
Masa iddah bagi perempuan hamil berakhir ketika ia melahirkan anaknya, sebagaimana dijelaskan dalam Surah Ath-Thalaq ayat 4.
وَأُو۟لٰتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَن يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ
“Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka ialah sampai mereka melahirkan kandungannya.”
Mayoritas ulama sepakat bahwa kelahiran anak menjadi penanda berakhirnya masa iddah meskipun terjadi sebelum empat bulan sepuluh hari sejak suami meninggal.
Baca juga: Hak Istri Setelah Perceraian: Nafkah Iddah, Mut’ah, Hak Asuh Anak, dan Harta Gono-Gini
Apabila kehamilan belum berakhir setelah empat bulan sepuluh hari, masa iddah tetap berlanjut hingga proses persalinan selesai.
Pernikahan dengan perempuan yang masih menjalani masa iddah karena kehamilan dinyatakan tidak sah dan mewajibkan kedua pihak untuk berpisah.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang