Editor
KOMPAS.com - Kondisi demokrasi Indonesia dinilai kian mengkhawatirkan. Rakyat semakin tersisih dari proses pengambilan kebijakan negara, sementara supremasi sipil terus melemah di tengah menguatnya peran aparat dan minimnya partisipasi publik dalam proses legislasi.
Situasi tersebut tercermin dari pengesahan undang-undang yang dilakukan secara senyap tanpa pelibatan masyarakat, kembalinya aparat bersenjata ke ruang politik dan sipil, hingga program-program pemerintah yang dinilai tidak menjawab persoalan rakyat, termasuk dalam penanganan bencana di Aceh dan Sumatera. Kritik publik yang disuarakan melalui urun rembuk maupun aksi massa pun kerap berujung pada tindakan represif aparat.
Puncak kemunduran demokrasi itu, menurut panitia Haul Gus Dur, terlihat dari pengesahan RUU KUHAP oleh DPR dan Pemerintah, serta pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI Soeharto.
Baca juga: Musyawarah Besar Warga NU 2025 Akan Digelar di Ciganjur, Bahas Arah Masa Depan NU
Rangkaian peristiwa tersebut menunjukkan semakin menyempitnya ruang partisipasi bermakna masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Berangkat dari kondisi itu, peringatan Haul ke-16 Presiden ke-4 RI K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang akan digelar pada Sabtu (20/12/2025) mengusung tema “Dari Rakyat, Oleh Rakyat, dan Untuk Rakyat.”
Ketua Panitia Haul Gus Dur ke-16, Alissa Wahid, mengatakan tema tersebut dipilih keluarga besar Gus Dur sebagai upaya menghadirkan kembali keteladanan sikap dan kepemimpinan Gus Dur dalam mengawal demokrasi Indonesia.
“Gus Dur sepanjang hidupnya memperjuangkan kedaulatan rakyat dan kedaulatan sipil. Beliau mengajarkan bahwa setiap kebijakan dan strategi harus berangkat dari rakyat, dijalankan bersama rakyat, dan ditujukan untuk kepentingan rakyat,” kata Alissa Wahid dalam siaran pers, Jumat (19/12/2025).
Menurut Alissa, setiap warga negara memiliki martabat, hak, potensi, serta aspirasi yang seharusnya menjadi tujuan akhir penyelenggaraan negara.
Cita-cita kemerdekaan Indonesia, lanjutnya, adalah menghadirkan keadilan, kemakmuran, dan kehidupan yang layak bagi seluruh rakyat.
“Dalam konsep demokrasi, ‘untuk rakyat’ berarti melibatkan rakyat. Aspirasi dan kebutuhannya harus diperhatikan. Rakyat tidak boleh hanya diposisikan sebagai penerima bantuan sosial, pasar ekonomi, atau sekadar pelengkap penderita,” tegas putri sulung Gus Dur itu.
Alissa juga menilai semangat demokrasi saat ini mulai meluntur, baik di tingkat masyarakat maupun di kalangan penyelenggara negara dan aktor politik, terutama partai politik.
Kondisi tersebut menjadi peringatan serius agar bangsa Indonesia tidak keluar dari kesepakatan sistem demokrasi yang telah dianut selama bertahun-tahun.
“Ini adalah alarm bagi kita semua,” ujar Direktur Jaringan GUSDURian Indonesia tersebut.
Peringatan Haul Gus Dur ke-16 akan berlangsung pada Sabtu (20/12/2025) pukul 18.00–23.00 WIB di Jalan Warung Silah No. 10, Ciganjur, Jakarta Selatan.
Acara ini akan dihadiri sejumlah tokoh nasional, antara lain Nyai Shinta Nuriyah Wahid, Prof. Mahfud MD, KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus), KH Ubaidullah Shodaqoh, serta tokoh lintas iman.
Baca juga: Kisah Cinta Al-Fatih Penakluk Konstantinopel, Antara Pernikahan Politik dan Pengabdian pada Islam
Agenda utama haul meliputi pembacaan tahlil oleh KH A. Mu’adz Thohir dan doa oleh KH Abdul Hakim Mahfudz. Acara akan diawali dengan selawat oleh Azzam Nur Mukjizat, hadrah Shoutul Munawwaroh, serta pembacaan ayat suci Al-Qur’an oleh Ustadz Miftah Farid.
Sejumlah seniman turut memeriahkan acara, di antaranya Cak Kirun dan Tessy. Aurora Maica Madura, putri Yenny Wahid sekaligus cucu Gus Dur, juga dijadwalkan tampil.
Sebagai penutup, Budi Cilok feat. Michail Abel akan membawakan lagu-lagu balada karya Iwan Fals yang sarat kritik sosial.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang