KOMPAS.com - Musyawarah Besar (Mubes) Warga Nahdlatul Ulama (NU) 2025 menyerukan pemulihan arah Jam’iyah NU agar kembali berkhidmat kepada jamaah, umat, dan kemaslahatan bangsa.
Forum yang diinisiasi warga Nahdliyin lintas daerah ini menilai dinamika internal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) belakangan telah menguras energi organisasi dan menjauhkan NU dari mandat sosial-keagamaannya.
Seruan moral itu dibacakan oleh Inayah Wahid dalam Konferensi Pers Mubes NU di Ciganjur, Jakarta Selatan, (21/12/2025).
Ia menegaskan bahwa forum tersebut tidak berpihak pada faksi atau elit tertentu, melainkan menyuarakan kegelisahan akar rumput NU terhadap situasi organisasi yang kian terpolarisasi.
Baca juga: Forum Bahtsul Masail Pesantren DIY: Syuriyah Tak Berwenang Makzulkan Ketum PBNU
“Ini bukan suara kelompok elit, tetapi suara warga NU yang menginginkan NU kembali teduh, mandiri, dan berpihak pada kemaslahatan umat serta kelestarian alam,” ujar Inayah Wahid.
Dalam dokumen resmi Seruan Moral Warga Nahdlatul Ulama, Mubes menyoroti konflik kepentingan (conflict of interest) sebagai salah satu sumber krisis internal.
Warga NU mendorong agar kepemimpinan ke depan diisi figur yang tidak memiliki kepentingan politik, bisnis, maupun relasi ekonomi yang berpotensi mengganggu independensi Jam’iyah.
Prinsip ini ditegaskan sebagai upaya menutup jalan kemudaratan, sejalan dengan kaidah fikih dar’ul mafasid muqaddamun ‘ala jalbil mashalih
Baca juga: Wasekjen PBNU Desak Hentikan Tambang dan Sawit di Hutan Primer
Atas dasar itu, Mubes Warga NU juga menyerukan percepatan Muktamar ke-35 NU sebagai forum sah untuk menyelesaikan seluruh persoalan secara terbuka dan beradab.
Percepatan Muktamar dinilai penting guna mengakhiri polarisasi berkepanjangan serta mengembalikan legitimasi kepemimpinan NU melalui mekanisme AD/ART yang disepakati bersama.
“Semua masalah seharusnya dibahas di Muktamar, bukan di ruang konflik yang justru memperlebar jurang perpecahan,” kata Ahmad Mujib, salah satu penggagas Mubes Warga NU.
Isu lain yang mengemuka adalah desakan penetapan status Bencana Ekologi Nasional, khususnya di wilayah Sumatera.
Warga NU menilai kerusakan lingkungan yang terjadi bukan semata bencana alam, melainkan dampak akumulatif kebijakan pembangunan jangka panjang yang mengabaikan keseimbangan ekologis.
Karena itu, PBNU didorong untuk mengambil sikap tegas dan mendesak pemerintah agar bertanggung jawab secara nasional.
“Pengakuan sebagai bencana ekologi nasional adalah langkah awal untuk pemulihan yang adil dan menyeluruh,” ujar Helmi Ali.
Baca juga: PBNU Apresiasi Strategi Pemerintah Tangani Dampak Bencana di Sumatera
Mubes Warga NU juga secara eksplisit menolak pemberian konsesi tambang kepada NU. Dalam seruan moral poin ketujuh, warga meminta agar konsesi tersebut dikembalikan kepada negara demi menjaga marwah, independensi, dan amanah moral Jam’iyah.
Sikap ini dinilai konsisten dengan keputusan Muktamar NU ke-33 di Jombang tahun 2015 yang mengharamkan praktik pertambangan yang merusak lingkungan dan mengancam kemaslahatan masyarakat
Inayah Wahid menegaskan harapannya agar ke depan NU tidak lagi diseret ke dalam kepentingan ekonomi-ekstraktif.
Menurutnya, keterlibatan dalam politik kenegaraan tetap dimungkinkan, tetapi tidak boleh mengorbankan orientasi utama NU sebagai gerakan keagamaan dan sosial.
“Fokus NU harus tetap pada kepentingan rakyat dan jamaah, bukan pada keberpihakan bisnis atau elite ekonomi. Kami berharap tidak ada lagi praktik seperti pemberian konsesi tambang yang justru menjauhkan NU dari nilai-nilai keadaban,” kata Inayah.
Menutup seruannya, Mubes Warga NU mengajak seluruh struktur NU dari pusat hingga ranting untuk tidak larut dalam konflik elite.
Ketenteraman di tingkat akar rumput dinilai sebagai benteng utama keutuhan NU dan fondasi peradaban Islam rahmatan lil alamin.
Seruan moral ini, menurut para penggagasnya, akan disampaikan kepada pengurus NU di semua tingkatan, sekaligus menjadi pesan publik bagi pemerintah dan pemangku kepentingan agar menghormati independensi Jam’iyah NU dalam menyelesaikan persoalan internalnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang