Editor
KOMPAS.com — Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Rahmat Hidayat Pulungan mendesak penghentian total aktivitas tambang dan perkebunan sawit di seluruh kawasan hutan primer Indonesia.
Seruan ini disampaikan menyusul rangkaian bencana alam yang terjadi di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, yang dinilai sebagai bukti runtuhnya ketahanan ekologis akibat alih fungsi hutan primer.
Rahmat menyatakan, bencana yang berulang tidak bisa lagi dilihat semata sebagai peristiwa alam, melainkan sebagai bencana antropogenik yang dipicu oleh kerusakan lingkungan.
Baca juga: PBNU Tegaskan Gus Yahya Tetap Sah Ketua Umum, Moratorium Digdaya Dinyatakan Batal
Alih fungsi hutan primer menjadi area tambang dan sawit telah menyebabkan wilayah hulu kehilangan daya dukungnya secara drastis.
“Dalam tiga dekade terakhir, Sumatera telah kehilangan hutan seluas dua kali Pulau Bali. Ini berarti kita sedang mewariskan kerusakan ekologis yang masif kepada generasi mendatang,” kata Rahmat dalam keterangan yang diterima Kompas.com, Rabu (17/12/2025).
Wasekjen PBNU mengingatkan agar Kalimantan dan Papua tidak mengalami nasib serupa.
Menurut Rahmat, pembangunan seharusnya tidak menghadirkan bencana baru bagi masyarakat.
Ia menegaskan, pertumbuhan ekonomi akan kehilangan makna jika rakyat terus hidup dalam bayang-bayang bencana, terlebih dengan beban fiskal negara yang harus dikeluarkan untuk pemulihan pascabencana.
Atas dasar prinsip kehati-hatian, PBNU meminta pemerintah menghentikan total penerbitan izin baru di kawasan hutan primer serta melakukan audit ulang terhadap izin-izin lama.
Selain itu, transparansi informasi mengenai peta hutan primer, Hak Guna Usaha (HGU) tambang, sawit, dan industri lainnya juga dinilai mendesak untuk segera dilaksanakan.
Rahmat menekankan bahwa prinsip dar’ul mafasid muqaddamun ‘ala jalbil mashalih—mencegah kerusakan harus didahulukan daripada menarik kemaslahatan—harus menjadi pijakan kebijakan negara.
Baca juga: Ketua PBNU Gus Ais Tegaskan Isu Tambang Jadi Akar Konflik Internal
“Selama negara belum mampu memetakan risiko bencana secara komprehensif dan menyusun mitigasi yang memadai, tidak boleh ada lagi sejengkal pun hutan primer yang dibuka,” ujarnya.
PBNU berharap peringatan ini menjadi momentum evaluasi serius arah pembangunan nasional agar selaras dengan perlindungan lingkungan dan keselamatan masyarakat.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang