Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Hidup Nabi Muhammad SAW: Masa Pengasuhan Ibu, Kakek, dan Paman

Kompas.com - 28/08/2025, 15:30 WIB
Agus Susanto

Penulis

KOMPAS.com - Dikutip dari Sirah Nabawiyah karya Ibnu Hisyam, Saat berada dalam pengasuhan Halimah Sa'diyah, terjadi peristiwa pembelahan dada oleh Malaikat.

Saat itu Nabi Muhammad sedang bermain dengan saudara sesusuannya. Tiba-tiba datang dua orang yang kemudian membawa Nabi Muhammad.

Peristiwa itu kemudian dilaporkan kepada Halimah. Karena merasa ketakutan, Halimah akhirnya mengembalikan Nabi Muhammad kepada Aminah. Saat itu usia Nabi Muhammad berada di kisaran 4-5 tahun.

Peristiwa pembelahan dada ini disampaikan dalam hadits riwayat Imam Muslim.

“Rasulullah SAW didatangi Jibril, yang saat itu beliau sedang bermain-main dengan beberapa anak kecil lainnya. Jibril memegang beliau dan menelentangkannya, lalu membelah dada dan mengeluarkan hati beliau dan mengeluarkan segumpal darah dari dada beliau, seraya berkata, “Ini adalah bagian setan yang ada pada dirimu.” Lalu Jibril mencucinya di sebuah bejana dari emas, dengan menggunakan air Zamzam, kemudian menata dan memasukkannya ke tempatnya semula. Anak-anak kecil lainnya berlarian mencari ibu susunya dan berkata, “Muhammad telah dibunuh!” Mereka pun menemui beliau yang datang dengan wajah pucat.” (H.R. Muslim).

Baca juga: Mengenal Ciri Fisik Rasulullah SAW dan Larangan Menggambarnya

Diasuh Sang Ibu

Selain peristiwa pembelahan dada tersebut, Halimah juga menuturkan bahwa ada orang-orang Kristen dari Habasyah yang ingin menculik Nabi Muhammad karena mengetahui bahwa ia adalah calon penghulu umat sebagaimana dikisahkan dalam kitab-kitab sebelumnya.

"Kami pasti mengambil anak ini dan akan kami bawa ia kepada raja kami dan ke negeri kami, karena kelak anak ini akan menjadi orang terhormat, karena kami telah mengetahui seluk-beluk tentangnya," ujar orang-orang tersebut.

Akhirnya setelah beberapa rangkaian peristiwa tersebut, Nabi Muhammad kembali ke pangkuan sang ibu. Pada usia 6 tahun, Aminah mengajak Nabi Muhammad mengunjungi kerabatnya dari jalur ibu yang ada di Yatsrib sekaligus ziarah ke makam Abdullah.

Sayangnya, sepulangnya dari perjalanan tersebut, sang ibunda meninggal dunia di Abwa’ karena sakit.

Baca juga: Kisah Kelahiran Nabi Muhammad SAW

Diasuh Sang Kakek

Sepeninggal sang ibunda, Nabi Muhammad diasuh oleh kakeknya, Abdul Muthalib. Sebagai seorang kakek, tentu saja Nabi Muhammad cukup dimanjakan. Dalam sebuah kesempatan, Nabi Muhammad menduduki permadani Abdul Muthalib di dekat Ka’bah.

Tidak ada seorangpun yang berani duduk di permadani tersebut. Suatu hari, Nabi Muhammad duduk di atas permadani itu. Sontak para pamannya mengambil Nabi Muhammad dan menjauhkannya dari permadani tersebut.

Begitu datang Abdul Muthalib, ia melarang anak-anaknya memindahkan Nabi Muhammad dari permadani tersebut, "Jangan larang anakku (cucuku) ini duduk di atas permadani ini. Demi Allah, kelak di kemudian hari dia akan menjadi orang besar."

Suatu hari, Nabi Muhammad juga pernah diminta Abdul Muthalib untuk mencari unta-untanya. Sekian lama, Nabi Muhammad belum kembali juga. Akhirnya Abdul Muthalib menjadi khawatir.

Untunglah Nabi Muhammad akhirnya kembali dengan membawa unta-unta tersebut. Sejak saat itu, Abdul Muthalib tidak pernah menyuruh Nabi Muhammad untuk melakukan hal itu lagi.

Setelah dua tahun mengasuh Nabi Muhammad, Abdul Muthalib meninggal dunia.

Baca juga: Kisah Penyusuan Nabi Muhammad SAW kepada Halimah Sa’diyah

Diasuh Sang Paman

Pengasuhan dilanjutkan oleh Abu Thalib, salah seorang paman Nabi Muhammad. Sang paman sangat sayang kepada keponakannya tersebut, sampai-sampai diistimewakan.

Abu Thalib tidak pernah tidur kecuali bila Nabi Muhammad sudah berada di sampingnya, ia tidak pernah pergi kecuali dengan mengajak Nabi Muhammad, ia selalu menyiapkan hidangan khusus untuk Nabi Muhammad. Bahkan, ia tidak pernah makan sebelum Nabi Muhammad makan terlebih dahulu.

Pada saat hidup bersama pamannya, Nabi Muhammad membantu sang paman untuk menggembala kambing dan juga turut serta berdagang ke Syam. Suatu hari, rombongan dagang Abu Thalib singgah di daerah Bushra atau Suriah. Mereka istirahat di dekat tempat ibadah seorang pendeta bernama Bahira.

Sang pendeta heran melihat Nabi Muhammad dinaungi oleh awan selama perjalanannya. Ia kemudian menjamu rombongan Abu Thalib. Rombongan tersebut merasa heran karena selama berdagang tidak pernah mendapatkan perlakuan tersebut, padahal mereka sering singgah di situ.

Usut punya usut, ternyata Bahira penasaran dengan sosok Nabi Muhammad. Setelah diperiksa dengan seksama seperti yang tertera dalam ajaran Nasrani yang dipahaminya, ia yakin bahwa anak tersebut merupakan seorang calon Nabi akhir zaman.

Baca juga: Kisah Pasukan Bergajah Menjelang Lahirnya Rasulullah SAW

Sempat terjadi dialog antara Bahira dan Abu Thalib.

Bahira bertanya: "Apakah anak muda ini anakmu?”

"Benar, dia anakku!" jawab Abu Thalib.

"Tidak!, dia bukanlah anakmu. Anak muda ini tidak layak memiliki seorang ayah yang masih hidup," tukas Bahira.

Abu Thalib berkata: "O, ya! Dia anak saudaraku."

Buhaira bertanya: "Apa pekerjaan ayahnya?"

Abu Thalib menjawab: "Ayahnya meninggal dunia saat dia ada di dalam kandungan ibunya."

Bahira kemudian memberikan nasehatnya: "Segera bawa pulang keponakanmu ini ke negeri asalmu sekarang juga! Jagalah dia dari kejahatan orang-orang Yahudi! Demi Allah, jika mereka melihatnya seperti yang aku saksikan, niscaya mereka membunuhnya. Sesungguhnya akan terjadi suatu perkara besar pada ponakanmu ini. Karena itulah, bawalah dia pulang segera ke negeri asalmu!"

Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!


Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke