KOMPAS.com - Penyakit hati adalah segala hal yang dapat mengotori hati sehingga hati menyimpang dari kebenaran. Beberapa hal yang termasuk penyakit hati seperti sombong, hasad, riya', ghibah, kikir, dan sifat-sifat buruk lainnya.
Penyakit hati akan sembuh ketika seseorang benar-benar mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan keimanan dan ketakwaan yang lurus. Sementara penyakit hati akan bertambah parah bila melakukan sebaliknya.
Baca juga: Hati-hati! Inilah 12 Perkara yang Dapat Menghapuskan Pahala Kebaikan
Di dalam buku Ihsan Ways karya Agus Susanto, ada 4 hal yang dapat memperparah penyakit hati.
Lidah atau lisan merupakan salah satu anggota tubuh yang bentuknya relatif kecil dalam susunan tubuh manusia, tetapi ia mempunyai pengaruh yang sangat luar biasa.
Dengan lisan, sesuatu yang baik bisa menjadi buruk dan sesuatu yang buruk bisa menjadi baik. Dengan lisan pula, seseorang dapat ditetapkan menjadi penghuni surga maupun neraka.
“Sungguh seorang hamba mengucapkan satu kalimat yang mendatangkan keridhoan Allah, namun dia menganggapnya ringan, karena sebab perkataan tersebut Allah meninggikan derajatnya. Dan sungguh seorang hamba mengucapkan satu kalimat yang mendatangkan kemurkaan Allah, namun dia menganggapnya ringan, dan karena sebab perkataan tersebut dia dilemparkan ke dalam api neraka.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Berkenaan dengan lisan, Rasulullah SAW memperingatkan: “Janganlah kalian berbanyak kata selain dzikrullah, sesungguhnya hal itu akan menjadikan kerasnya hati. Dan manusia yang paling jauh dari Allah adalah pemilik hati yang keras.” (H.R. At Tirmidzi).
Jika hati menjadi keras, ia akan sulit untuk menerima nasehat dan kebenaran. Hal ini tentu saja akan semakin memperparah penyakit yang ada dalam hati. Oleh karena itu, Rasulullah Saw. menyatakan: “Barangsiapa yang beriman pada hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Baca juga: 3 Jenis Hati Manusia Menurut Ibnul Qayyim al Jauziyah
Para ulama menyatakan bahwa sedikit makan dapat melembutkan hati, menguatkan daya pikir, melemahkan hawa nafsu dan sifat marah. Sedangkan berlebihan dalam makan akan mengakibatkan hati menjadi keras dan menguatkan hawa nafsu.
Imam Al Ghazali menjelaskan bahwa makan yang berlebihan akan menimbulkan berbagai dampak buruk pada manusia.
Pertama, Banyak makan menyebabkan matinya hati dan hilangnya cahaya dalam hati sehingga manusia akan bebal dengan kebenaran dan sulit menggerakkan jiwanya untuk beribadah.
Kedua, membuat badan malas untuk beribadah dan mudah melakukan kemaksiatan. Ketiga, berlebihan dalam makan menghilangkan kemanisan dan ketenangan dalam ibadah.
Keempat, menyebabkan hati menjadi mudah bimbang dan gampang terjerumus ke dalam syubhat (keragu-raguan).
Ibrahim bin Adham juga memberikan nasehat berkaitan dengan makan yang berlebihan. Beliau menyatakan: “barangsiapa memelihara perutnya, akan terpelihara agamanya. Barangsiapa mampu menguasai rasa lapar, ia akan memiliki akhlak yang mulia. Sesungguhnya kemaksiatan kepada Allah itu jauh dari seorang yang lapar dan dekat dengan seseorang yang kenyang.”
Baca juga: Karakteristik Orang yang Memiliki Hati yang Sakit (Qalbun Maridh)
Berlebihan dalam memandang berarti memandang sesuatu melebihi porsi yang sewajarnya atau memandang sesuatu yang terlarang. Hal ini akan menimbulkan anggapan indah terhadap apa yang dipandang dan bertautnya hati dengan objek yang dipandang.
Pandangan itu ibarat panah beracun iblis. Seseorang yang senang mengumbar pandangan akan menyibukkan hati untuk memikirkan apa yang dipandang sehingga melupakan dzikir kepada Allah.
Para ulama manyatakan: “Antara mata dan hati ada kaitan erat. Bila mata telah rusak dan hancur, maka hatipun rusak dan hancur. Hati seperti ini ibarat tempat sampah yang berisikan segala najis, kotoran, dan sisa-sisa yang menjijikkan. Ia tidak layak dihuni oleh ma’rifatullah (sadar akan Allah), mahabbatullah (cinta kepada Allah), dan inabah (kembali) kepada-Nya.
Bagi seseorang yang mampu menjaga pandangannya, maka ia akan mendapatkan kenikmatan dapat merasakan manisnya iman, mempunyai firasat atau intuisi yang tepat, dan hati menjadi teguh dalam memegang kebenaran.
Baca juga: Nasehat Ibrahim bin Adham agar Berhenti dari Maksiat
“Perumpamaan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Islam memerintahkan manusia untuk saling mengenal dan bersilaturahim dengan manusia lainnya. Akan tetapi, Islam juga memberikan batasan dalam bergaul, yaitu memilih teman bergaul yang mendatangkan kemaslahatan bersama.
Hadits di atas menjelaskan tentang bagaimana pengaruh pergaulan terhadap diri. Jika kita bergaul dengan orang baik, kita cenderung menjadi baik. Sedangkan jika kita bergaul dengan orang buruk, kitapun akan merasakan dampak buruknya. Hal ini bukan berarti kita harus selalu menjauhi orang jelek.
Jika kita mampu menjaga diri dan membawa pengaruh baik pada lingkungan, kita boleh saja bergaul dengan siapaun. Apalagi jika dalam bergaul itu kita iringi dengan niatan dakwah untuk bersama-sama meniti jalan Allah. Tetapi jika kita merasa tidak mempunyai pendirian yang teguh, sebaiknya kita selektif memilih teman agar tidak terjerumus ke dalam kemaksiatan.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang