KOMPAS.com - Banyak yang masih bingung soal hukum waris dalam Islam, terutama ketika menyangkut pernikahan kedua, anak tiri, dan harta bawaan.
Pertanyaan ini sering muncul di masyarakat. Misalnya, ada yang menanyakan: apakah anak dari suami berhak atas harta bawaan istrinya setelah sang suami meninggal dunia?
Kasusnya, seorang perempuan memiliki harta bawaan sebelum menikah — seperti rumah dan aset lainnya. Ia kemudian menikah di usia sekitar 40 tahun dengan seorang duda yang memiliki tiga anak.
Baca juga: Ditjen Pesantren Diyakini Jadi “Kado Spesial” untuk Hari Santri 2025
Salah satu anak suaminya telah meninggal dunia, satu sudah berumah tangga, dan satu masih menempuh pendidikan serta tinggal bersama sang ibu tiri. Beberapa waktu kemudian, sang suami meninggal dunia.
Pertanyaannya sederhana namun penting: apakah anak-anak dari suami berhak mewarisi harta bawaan perempuan tersebut?
Dikutip dari MUIDigital, dalam hukum Islam, ada tiga sebab utama seseorang mendapatkan hak waris:
Yakni ikatan kekeluargaan langsung seperti anak, orang tua, saudara, kakek, nenek, atau keturunan lainnya.
Hak waris timbul dari pernikahan yang sah menurut hukum agama dan negara. Artinya, jika pernikahan sah secara hukum (dibuktikan dengan surat nikah resmi), maka suami atau istri memiliki hak saling mewarisi.
Namun, jika pernikahan tidak tercatat (nikah sirri), maka hak waris bisa gugur bila ada ahli waris lain yang keberatan.
Dalam konteks sejarah Islam, seseorang bisa mendapat hak waris karena membebaskan budak. Namun sebab ini sudah tidak berlaku di masa kini karena sistem perbudakan telah dihapuskan.
Dalam kasus di atas, anak dari suami tidak memiliki hubungan darah dengan perempuan yang menjadi ibu tirinya. Dengan demikian, anak tiri tidak memiliki hak waris atas harta bawaan ibu tiri tersebut.
Harta bawaan perempuan itu hanya bisa diwariskan kepada ahli waris yang memiliki hubungan nasab dengannya — misalnya orangtua, saudara kandung, atau keturunannya sendiri — atau kepada suaminya, selama masih hidup dan pernikahan berlangsung sah.
Jika sang suami telah meninggal terlebih dahulu, maka hak warisnya terhadap harta istrinya juga gugur karena pewaris (istri) masih hidup. Begitu pun anak-anak suami tidak memiliki hubungan hukum untuk mewarisi harta istri (ibu tiri), karena tidak ada hubungan nasab.
Meski anak tiri tidak memiliki hak waris, bukan berarti tidak bisa mendapatkan bagian sama sekali.
Seorang istri bisa memberikan hibah atau wasiat kepada anak tiri semasa hidupnya, sebagai bentuk kasih sayang atau tanggung jawab moral.
Namun jumlah hibah itu dibatasi — maksimal sepertiga dari total harta — agar tidak merugikan ahli waris sah lainnya.
Baca juga: Apakah Anak Tiri Berhak Mendapat Warisan Menurut Hukum Islam?
Harta bawaan seorang istri tidak dapat diwariskan kepada anak tiri karena tidak ada hubungan nasab.
Hak waris hanya berlaku bagi suami (jika masih hidup) dan keluarga sedarah dari pihak istri. Namun, anak tiri tetap bisa mendapatkan bagian melalui hibah atau wasiat selama pemberian itu dilakukan secara sah dan proporsional.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang