KOMPAS.com-Menjelang peringatan Hari Santri Nasional 2025, Kementerian Agama menggelar Istighosah bertema “Doa Santri untuk Negeri” di Masjid Istiqlal, Jakarta, Selasa malam (21/10/2025).
Ribuan santri dari berbagai pesantren di seluruh Indonesia hadir secara langsung maupun daring untuk bersama-sama memanjatkan doa bagi keselamatan, kemajuan, dan keberkahan bangsa.
Tema “Doa Santri untuk Negeri” mencerminkan ajakan agar para santri terus menjaga spiritualitas bangsa melalui kekuatan doa di tengah tantangan zaman.
Baca juga: Mars Santri: Lirik, Makna, dan Semangat Nasionalisme di Hari Santri 2025
Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar menegaskan bahwa doa santri bukan sekadar ritual, melainkan wujud kepasrahan dan tanggung jawab spiritual terhadap masa depan Indonesia.
Ia menilai, doa bersama di pesantren seluruh Indonesia malam itu menjadi simbol persatuan dan keikhlasan umat dalam menjaga kedamaian bangsa.
“Doa santri adalah cahaya yang menuntun negeri ini. Ketika santri berdoa, mereka sejatinya sedang ikut menjaga Indonesia agar tetap damai dan bermartabat,” ujarnya, dilansir dari laman Kemenag.
Miftachul Akhyar juga mengajak para santri bersyukur atas berkah ilmu dan keimanan yang menjadikan mereka sebagai penjaga moral bangsa.
Ia menegaskan bahwa peran santri tidak hanya sebatas menuntut ilmu agama, tetapi juga menegakkan nilai-nilai kemanusiaan dan kebangsaan yang diwariskan para ulama.
“Kita patut bersyukur menjadi bagian dari umat yang memiliki tradisi pesantren. Dari pesantrenlah lahir generasi yang menjaga kesantunan, keikhlasan, dan akhlakul karimah bangsa ini,” ucapnya.
Baca juga: Khofifah Gratiskan Trans Jatim di Hari Santri 2025, Ajak Warga Naik Transportasi Ramah Lingkungan
Acara tersebut dihadiri oleh Menteri Agama RI Nasaruddin Umar, pejabat tinggi Kemenag, para kiai, serta tokoh agama Islam nasional.
Kegiatan ini juga disiarkan secara daring dan diikuti serentak oleh ratusan pesantren dari 38 provinsi di Indonesia.
Miftachul Akhyar menambahkan bahwa tidak ada istilah “mantan santri” karena kesantrian adalah identitas spiritual yang melekat seumur hidup.
“Sekali santri, tetap santri. Kesantrian bukan soal tempat mondok atau seragam, tetapi soal akhlak dan pengabdian. Santri sejati terus belajar dan berkhidmah kepada Allah sepanjang hidupnya,” tegasnya.
Baca juga: Sejarah Hari Santri Nasional 22 Oktober, dari Resolusi Jihad hingga Penetapan Resmi
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Agama Nasaruddin Umar menyampaikan pesan penuh harap bagi masa depan pesantren dan para santri di Tanah Air.
Ia menilai pesantren bukan hanya lembaga pendidikan agama, tetapi juga pusat lahirnya peradaban, nilai, dan moral bangsa.
“Semoga Allah memberkahi kita semua, menjadikan para santri cahaya bangsa, dan pesantren sebagai sumber peradaban Indonesia,” doa Nasaruddin di hadapan ribuan santri.
Puncak acara malam itu ditutup dengan doa bersama (istighosah) yang dipimpin para kiai dari berbagai pesantren di seluruh Indonesia.
Doa bersama ini menjadi momentum spiritual yang mempertegas peran santri sebagai pilar moral, penjaga keutuhan bangsa, dan penopang masa depan Indonesia.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang