KOMPAS.com - Hasan Al Bashri adalah seorang ulama besar yang hidup di masa awal Kekhalifahan Bani Umayyah. Beliau termasuk dalam kalangan Tabi'in yaitu generasi setelah sahabat Nabi Muhammad SAW.
Kedalaman ilmu dan pemahamannya tentang Islam membuatnya menjadi orang yang sangat tawadhu' atau rendah hati dalam kehidupan. Ia memahami hakikat kehidupan sehingga selalu bersikap bijaksana terhadap apa yang terjadi.
Salah satu kisah hidup Hasan Al Bashri yang patut diteladani adalah bagaimana ia menyikapi seseorang yang menjelek-jelekkan dirinya.
Baca juga: Kisah Lengkap Nabi Idris AS
Dikutib dari buku Butir-butir Hikmah Sufi karya K.H. M.A. Fuad Hasyim, suatu hari Hasan Al Bashri mendapat kabar bahwa ada seseorang yang menjelek-jelekkan dirinya.
Ketika mendengar hal tersebut, Hasan Al Bashri hanya tersenyum dan tetap tenang. Ia kemudian memerintahkan seseorang untuk mengirimkan hadiah kurma sepenuh nampan untuk orang tersebut.
Orang yang menjelek-jelekkan Hasan Al Bashri terkejut dengan apa yang terjadi. Ia tidak menyangka bahwa apa yang ia lakukan justru berdampak sebaliknya. Kejelekan yang dilakukan justru dibalas dengan kebaikan.
Orang tersebut kemudian mendatangi Hasan Al Bashri dan bertanya, "Aku berkata jelek tentang anda, kenapa anda mengirimkan hadiah kepadaku?”
Hasan Al Bashri menjawab, “Anda telah menceritakan kejelekanku, berarti anda telah menghadiahkan pahala kebaikan anda kepadaku, maka aku ingin memberikan balasan kepada anda.”
Baca juga: Kisah Usamah bin Zaid: Panglima Perang Termuda dalam Sejarah Islam
Berdasarkan kisah singkat di atas, sesungguhnya kejelekan yang dilakukan orang lain terhadap seseorang adalah pahala bagi orang yang dijelek-jelekkan dan doa bagi pelaku kejelekan.
Dalam kitab Syu'abul Iman, Imam Al Baihaqi pernah meriwayatkan perkataan Abdurrahman bin Mahdi sebagai berikut:
“Andaikan bukan karena benci maksiat kepada Allah, (maka aku akan lakukan maksiat), dan sungguh aku ber-angan-angan andaikan semua penduduk kota ini meng-ghibahku. Tidak ada sesuatu yang lebih membahagiakan melebihi orang yang melihat pahala yang tertulis di catatan amalnya, sementara dia tidak pernah mengamalkannya.”
Ketika seseorang menjelek-jelekkan orang lain, sesungguhnya yang dirugikan adalah orang yang melakukan kejelekan. Sementara orang yang dijelekkan justru 'beruntung' karena mendapat limpahan pahala dari amal yang tidak dikerjakannya.
Baca juga: Kisah Kejujuran Membawa Kebaikan
Meskipun Islam memerintahkan melakukan kebaikan, Islam juga memperbolehkan membalasa kejelekan yang dilakukan orang lain. Akan tetapi, memaafkan itu adalah sikap yang terbaik.
وَجَزٰۤؤُا سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِّثْلُهَا ۚفَمَنْ عَفَا وَاَصْلَحَ فَاَجْرُهٗ عَلَى اللّٰهِ ۗاِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الظّٰلِمِيْنَ
Artinya: “Balasan suatu keburukan adalah keburukan yang setimpal. Akan tetapi, siapa yang memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat), maka pahalanya dari Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang zalim." (Q.S. Asy Syura: 40).
Kejelekan hanya boleh dibalas dengan balasan yang setimpal. Jika membalas dengan kejahatan yang kejahatan yang lebih, berarti ialah orang yang lebih jahat.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang