Penulis
KOMPAS.com - Kejujuran menjadi sifat mulia yang harus dimiliki setiap muslim. Kejujuran adalah sifat utama yang dimiliki Rasulullah SAW hingga Nabi Akhir Zaman itu memiliki julukan Al Amin atau orang yang dapat dipercaya.
Kejujuran akan membawa kebaikan. Hal ini disampaikan dalam hadits Rasulullah SAW berikut:
عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ ، فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِيْ إِلَى الْبِرِّ ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِيْ إِلَى الْجَنَّةِ ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِّيْقًا، وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ ، فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِيْ إِلَى الْفُجُوْرِ ، وَإِنَّ الْفُجُوْرَ يَهْدِيْ إِلَى النَّارِ ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كَذَّابًا
Artinya: "Hendaklah kalian selalu berlaku jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan mengantarkan seseorang ke Surga. Dan apabila seorang selalu berlaku jujur dan tetap memilih jujur, maka akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur.
Baca juga: Kisah Abu Darda, Dari Pedagang Berhala Menjadi Guru Umat Islam
Dan jauhilah oleh kalian berbuat dusta, karena dusta membawa seseorang kepada kejahatan, dan kejahatan mengantarkan seseorang ke Neraka. Dan jika seseorang senantiasa berdusta dan memilih kedustaan maka akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta (pembohong).’” (H.R. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Ahmad, dan At Tirmidzi).
Kisah Imam Syafi'i saat masih kecil menunjukkan kebenaran dari hadits di atas, dengan sifat kejujuran, Imam Syafi'i dan rombongan memperoleh keselamatan dari peroampokan. Berikut kisah lengkapnya sebagaimana dikutip dari buku Biografi Imam Syafi'i karya Abdul Aziz Asy Syinawi dan Biografi Imam Syafi'i karya Dr. Tariq Suwaidan.
Imam Syafi'i lahir di Gaza, Palestina. Ia keturunan suku Quraisy dari garis keturunan Ayah. Sejak kecil Imam Syafi'i hidup bersama ibunya dalam kondisi serba kekurangan. Sang ayah telah meninggal dunia.
Ibu Imam Syafi'i adalah seorang perempuan yang sholehah dan ahli ibadah. Ia berharap anaknya akan menjadi seorang ulama di kemudian hari. Untuk mewujudkan cita-citanya, Ibunda Imam Syafi'i mempersiapkan segala sesuatu untuk mengantarkan anaknya menuntut ilmu di tanah leluhurnya, Mekkah.
Baca juga: Kisah Al Thufail, Penyair Masuk Islam karena Dengar Lantunan Al Quran
Saat usia Imam Syafi'i mencapai 10 tahun, Imam Syafi'i berangkat menuju Mekkah atas restu ibunya. Imam Syafi'i kecil berangkat bersama rombongan yang juga akan menuju ke sana.
Ibunda Imam Syafi'i memberikan bekal berupa uang bernilai 400 dirham yang dijahitkan di dalam bajunya agar aman dari tangan-tangan yang akan merampasnya.
Sebelum berangkat, Ibunda Imam Syafi'i berpesan agar ia senantiasa menjaga kejujuran dimanapun berada. Pesan tersebut benar-benar melekat kuat dalam diri Imam Syafi'i.
Rombongan yang membawa Imam Syafi'i berangkat menuju kota Mekkah. Bekal perjalanan sudah dipersiapkan untuk menempuh perjalanan yang cukup jauh dan memakan beberapa waktu.
Sayangnya, di tengah perjalanan, rombongan itu dicegat oleh perampok yang ingin menuguasai harta benda yang dibawa rombongan tersebut. Tanpa daya untuk melawan, semua harta dan perbekalan sudah berpindah tangan.
Setelah semua harta berharga dirampas, salah seorang perampok mendekati Imam Syafi'i kecil dan bertanya, "apa kau membawa uang?"
Imam Syafi'i teringat pesan ibunya untuk selalu berkata jujur. Ia kemudian mengatakan bahwa di balik bajunya ada uang sebesar 400 dirham. Perampok itu hanya tersenyum. Ia tidak percaya dengan apa yang dikatakan anak kecil tersebut.
Baca juga: Kisah Utsman bin Affan: Khalifah Dermawan yang Gugur Syahid
Semua harta segera di kumpulkan dan diserahkan kepada kepala perampok. Kepala perampok itu kemudian bertanya, "apakah kalian sudah mengambil semuanya?"
Para perampok itu menjawab, "sudah. Tidak ada yang kami sisakan, hanya seorang anak kecil yang tersisa dan mengaku membawa uang 400 dirham."
Kepala rampok itu kemudian memerintahkan untuk membawa anak kecil tersebut. Ia kembali bertanya kepada Imam Syafi'i kecil tentang uang yang dibawanya. Setelah diteliti, ternyata benar-benar ada uang 400 dirham di balik bajunya.
Kepala perampok heran dengan apa yang dilakukan Imam Syafi'i kecil. Kepala perampok itu bertanya, “Mengapa kamu jujur kepadaku ketika aku tadi bertanya kepadamu, padahal kalau kamu berdusta, hartamu tidak akan hilang?”
Imam Syafi’i kecil pun menjawab, “Saya jujur kepadamu karena saya telah berjanji kepada ibuku untuk tidak berdusta kepada siapa pun.”
Jawaban Imam Syafi'i kecil ini menampar Kepala Perampok. Ia kaget dengan jawaban tersebut. Jawaban Imam Syafi'i kecil itu juga membuat Allah SWT menurunkan hidayah kepada kepala perampok tersebut.
Baca juga: Kisah Nabi Ayub AS, Ujian Panjang dan Doa Penuh Keyakinan
Ia kemudian bertaubat atas segala kejahatan yang telah dilakukan. Semua anak buahnya juga turut bertaubat. Akhirnya, semua harta benda yang telah dirampas itu dikembalikan. Semua rombongan menjadi selamat berkat kejujuran Imam Syafi'i kecil.
Dari kisah di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa kejujuran akan membawa keselamatan dan keberuntungan. Meskipun saat ini banyak orang jujur yang justru mendapatkan nasib dan kehidupan yang sulit, namun kejujuran itu tetap menjadi nilai yang harus dipertahankan.
Kalau orang yang jujur mendapat kesulitan hidup di dunia, di akhirat pasti akan mendapat balasan berupa kenikmatan yang tanpa batas yaitu surga.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang