KOMPAS.com - Direktur Jaminan Produk Halal (JPH) Kementerian Agama (Kemenag), M Fuad Nasar, menegaskan bahwa penerapan jaminan produk halal tidak hanya merupakan bagian dari ajaran agama, tetapi juga strategi penting untuk meningkatkan kepercayaan konsumen dan memperkuat daya saing produk lokal di pasar global.
“Konsumsi halal itu sesuai dengan fitrah manusia yang diciptakan cenderung kepada segala sesuatu yang baik, bersih, dan suci. Setiap manusia, apa pun keyakinannya, tidak rugi memilih makanan dan minuman halal. Halal itu inklusif. Halal itu pasti bergizi dan juga higienis,” ujar Fuad dalam keterangan tertulis, Rabu (15/10/2025).
Fuad menjelaskan bahwa kehalalan suatu produk dibuktikan melalui sertifikat halal yang diterbitkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) setelah adanya fatwa halal dari MUI atau Komite Fatwa.
Baca juga: Saudi Luncurkan Proyek King Salman Gate di Makkah, Tampung 900.000 Jamaah
Sistem jaminan produk halal di Indonesia memastikan seluruh rantai produksi—mulai dari bahan baku, bahan tambahan, pengolahan, penyimpanan, hingga penyajian—bebas dari unsur yang diharamkan.
Menurutnya, kehadiran sistem jaminan produk halal memberikan ketenangan bagi konsumen sekaligus menjadi nilai tambah ekonomi bagi pelaku usaha.
“Jaminan produk halal akan meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap kualitas produk. Halal juga menguntungkan secara ekonomi karena memberi nilai tambah bagi produk-produk dalam negeri untuk menembus pasar global, terutama ke negara-negara yang mensyaratkan Halal Product Assurance,” jelasnya.
Fuad juga menekankan pentingnya literasi halal agar masyarakat dan pelaku usaha memahami titik kritis kehalalan produk serta cara memastikan keamanan konsumsi.
“Peningkatan literasi halal dan dakwah halal perlu terus dilakukan, tidak hanya menggunakan bahasa hukum, tetapi juga melalui bahasa budaya dan bahasa sains agar lebih mudah diterima masyarakat,” ujarnya.
Lebih lanjut, Fuad menjelaskan bahwa perhatian terhadap jaminan produk halal di Indonesia telah berlangsung sejak lama. Pada 1976, Kementerian Kesehatan sudah mengatur penandaan makanan yang mengandung bahan dari babi.
Baca juga: Kemenhaj Minta 2 Syarikah Fokus Layani Jamaah Indonesia pada Haji 2026
Upaya ini terus berlanjut hingga lahirnya Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, yang menjadikan Indonesia sebagai pelopor negara dengan kewajiban sertifikasi halal bagi produk yang beredar di pasaran.
Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2024 juga mewajibkan pelaku usaha yang memproduksi produk dari bahan haram untuk mencantumkan keterangan “tidak halal” pada kemasannya.
“Halal bukan hanya identitas keagamaan, tetapi jaminan mutu yang diakui secara internasional. Ini momentum bagi pelaku usaha lokal untuk memperkuat daya saing produk dan memperluas pasar,” pungkas Fuad.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang