Editor
KOMPAS.com - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai penghimpunan zakat nasional masih jauh dari target potensial yang seharusnya dapat dicapai.
Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) tahun ini hanya berhasil mengumpulkan Rp 41 triliun, padahal potensi zakat di Indonesia diperkirakan mencapai Rp 327 triliun.
Wakil Ketua Umum MUI, KH Cholil Nafis, mengungkapkan hal tersebut seusai memimpin Forum Group Discussion (FGD) antara MUI, Baznas, dan Forum Komunikasi Lembaga Dakwah (FKLD) pada Kamis (11/12/2025).
Baca juga: MUI Akan Bahas 6 Fatwa di Munas XI, Mulai dari Asuransi Syariah hingga Zakat Penghasilan
Ia menilai kesenjangan besar ini menandakan bahwa optimalisasi penarikan zakat harus menjadi agenda prioritas nasional.
“Pengumpulan zakat di Indonesia belum maksimal. Total zakat yang dikumpulkan Baznas tahun ini baru Rp 41 triliun, sedangkan potensinya secara nasional mencapai Rp 327 triliun,” ujarnya dilansir dari MUIDigital.
Menurut Kiai Cholil, ada dua pendekatan yang bisa ditempuh untuk meningkatkan penerimaan zakat: kultural dan struktural.
Pendekatan kultural dilakukan dengan meningkatkan literasi zakat melalui berbagai media agar tumbuh kesadaran berzakat secara sukarela. Namun ia mengakui langkah ini membutuhkan waktu panjang.
“Cara ini jalannya lambat meskipun pasti, karena membangun kesadaran berzakat itu butuh waktu,” katanya.
Sementara pendekatan struktural melibatkan kebijakan negara. Kiai Cholil mendorong pemerintah mewajibkan zakat bagi umat Islam yang pendapatannya telah mencapai nishab, termasuk perusahaan yang bergerak di sektor syariah. Ia juga menilai zakat perlu diposisikan sebagai bagian dari mekanisme perpajakan nasional.
Menurutnya, revisi terhadap Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat menjadi krusial.
Perubahan penting yang diusulkan antara lain pengakuan zakat sebagai pengurang pajak, kewajiban zakat bagi wajib zakat, serta pedoman tata kelola penyaluran zakat kepada para mustahiqqin.
Baca juga: Zakat Penghasilan: Ketentuan, Cara Hitung, dan Niat Membayarnya Sesuai Syariat Islam
“Kompensasinya dapat disesuaikan dengan Fatwa MUI tahun 2025 bahwa zakat yang dibayarkan oleh wajib zakat adalah pengurang pajak, atau dengan kata lain zakat yang dikeluarkan dihitung sebagai pajak,” jelasnya.
MUI berharap langkah ini dapat menutup kesenjangan besar antara potensi dan realisasi zakat, sekaligus memperkuat fungsi zakat sebagai instrumen pemberdayaan ekonomi umat dan pengentasan kemiskinan nasional.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang