KOMPAS. com - Peristiwa Fathu Makkah adalah salah satu babak penting dalam sejarah Islam, bukan sekadar kemenangan militer, tetapi juga simbol kemenangan moral, spiritual, dan kebesaran akhlak Nabi Muhammad SAW.
Pada tanggal 20 Ramadan tahun ke-8 Hijriah atau sekitar 630 Masehi, beliau memimpin pasukan Muslim menuju kota suci Makkah dan berhasil membebaskannya tanpa pertumpahan darah yang berarti, sekaligus mengakhiri dominasi kaum Quraisy yang selama ini menentangnya.
Fathu Makkah bukan hanya titik balik dakwah Islam, tetapi juga tonggak sejarah yang membuka jalan bagi penyebaran Islam secara lebih luas.
Baca juga: Syahid yang Berjalan di Bumi, Kisah Pengorbanan Thalhah bin Ubaidillah
Dikutip dari buku Sejarah Peradaban Islam karya Yusak Burhanudin dan Ahmad Fida, peristiwa ini bermula dari pelanggaran Perjanjian Hudaibiyah yang ditandatangani pada tahun ke-6 Hijriah antara Nabi Muhammad SAW dengan pemuka Quraisy.
Perjanjian itu menetapkan gencatan senjata selama sepuluh tahun dan memberi kebebasan setiap pihak untuk beraliansi.
Namun, kaum Quraisy bersama sekutunya, Bani Bakr, menyerang Bani Khuza’ah yang menjadi sekutu Muslim, sehingga mencabut legitimasi perjanjian damai tersebut.
Dengan dasar pelanggaran itu, Nabi Muhammad SAW memutuskan untuk memimpin pasukan Muslim menuju Makkah.
Rombongan sekitar 10.000 orang bergerak secara strategis dan hampir tanpa perlawanan berat dari penduduk kota.
Baca juga: Usianya Belum 22 Tahun, Al-Fatih Taklukkan Kota yang Dianggap Mustahil
Setelah itu, Rasulullah meneruskan perjalanan hingga tiba di kawasan Dzu Ṭuwā. Dari tempat tersebut, beliau memasuki Kota Mekah dengan sikap yang sangat tawaduk kepada Allah Ta‘ālā.
Kepala beliau tertunduk di atas tunggangannya dalam keadaan khusyuk, sampai-sampai janggutnya hampir menyentuh pelana. Dalam momen itu, beliau melantunkan bacaan Surah Al-Fatḥ.
Dalam pengaturan pasukan, Rasulullah menugaskan Az-Zubair bin Al-‘Awwām raḍiyallāhu ‘anhu untuk memimpin kaum Muhājirin dan beberapa kabilah tertentu.
Ia diperintahkan memasuki Mekah melalui jalur Kaddā, yakni pintu atas kota, serta menegakkan bendera di wilayah Al-Ḥujūn dengan pesan tegas agar tidak melakukan pertempuran kecuali jika mendapat serangan lebih dahulu.
Selain itu, Khālid bin Al-Walīd raḍiyallāhu ‘anhu diamanahi memimpin pasukan yang terdiri atas kabilah Qudhā‘ah, Sulaim, dan kelompok lainnya.
Rasulullah memerintahkannya memasuki Mekah dari arah bawah, melalui jalur Kudā, dan menempatkan panji pasukan di sekitar permukiman penduduk.
Rasulullah juga mengutus Sa‘d bin ‘Ubādah raḍiyallāhu ‘anhu sebagai pembawa panji kaum Anṣār dengan instruksi yang sama, yakni menahan diri dan tidak bertempur kecuali bila diserang.
Ketika pasukan Khālid bin Al-Walīd bergerak dari arah bawah Mekah, sejumlah kelompok Quraisy menghimpun kekuatan untuk menghadangnya.
Mereka berasal dari Banu Bakr, Banu Ḥārith bin ‘Abdi Manāf, sebagian kabilah Hudzayl, serta beberapa penduduk wilayah pinggiran kota.
Mereka melancarkan serangan terhadap pasukan Khālid, namun perlawanan itu akhirnya berhasil dipatahkan dan mereka terdesak mundur.
Baca juga: Kisah Perang Uhud: Kekalahan Umat Islam atas Pasukan Kaum Musyrikin
Sikap Nabi Muhammad SAW yang paling terkenal adalah pengampunan umum terhadap penduduk Makkah.
Ia memberikan jaminan keselamatan kepada siapa pun yang menyerahkan senjatanya, berada di rumah Abu Sufyan atau masuk ke Masjidil Haram.
Beliau menegaskan kepada kaum Quraisy bahwa hari itu adalah “hari kasih sayang” (yawmul marhamah), bukan hari balas dendam, sehingga banyak tokoh Quraisy kemudian memeluk Islam.
Peristiwa ini menandai akhir dominasi musyrik di Makkah dan penghancuran praktik penyembahan berhala di tempat suci Islam, sekaligus menjadi titik balik penyebaran ajaran Islam secara luas.
Kemenangan ini kemudian tercermin dalam Surah An-Nasr (QS 110:1-3) yang menggambarkan masuknya banyak orang ke dalam Islam setelah kemenangan tersebut.
Fathu Makkah bukan sekadar kemenangan militer, tetapi juga ekspresi dari kemenangan moral dan spiritual yang membawa pesan perdamaian dan rekonsiliasi dalam sejarah umat Islam.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang