Editor
KOMPAS.com - Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta publik mewaspadai agenda dan program antisemitisme yang digulirkan Amerika Serikat (AS).
Seruan ini menyusul pembentukan Kantor Utusan Khusus AS untuk Memantau dan Memerangi Antisemitisme (Special Envoy to Monitor and Combat Antisemitism) di bawah Kementerian Luar Negeri AS.
Saat ini, kantor tersebut dipimpin oleh seorang pemuka Yahudi, Rabi Yehuda Kaploun. Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional (HLNKI), Prof Sudarnoto Abdul Hakim, menilai pembentukan kantor itu tidak bisa dilepaskan dari gelombang besar perlawanan terhadap zionisme Israel serta meningkatnya solidaritas global untuk Palestina, termasuk di Amerika Serikat dan Indonesia.
Baca juga: Sejarah Hari Solidaritas Internasional untuk Rakyat Palestina dan Kondisi Palestina Saat Ini
“Program antisemitisme ini jelas menyesatkan dan membahayakan. Antisemitisme dijadikan label bagi siapa saja yang melakukan kritik, advokasi, pembelaan, dan aksi solidaritas kemanusiaan untuk rakyat Palestina serta menentang zionisme Israel,” kata Prof Sudarnoto dilansir dari MUI Digital di Jakarta, Minggu (28/12/2025).
Ia menilai pelabelan tersebut berpotensi menutup ruang kritik dan membungkam suara kemanusiaan.
Menurutnya, narasi yang menyamakan pembelaan Palestina dengan antisemitisme harus dilawan secara serius.
“Pelabelan dan narasi seperti ini tentu sangat menyesatkan dan membahayakan. Karena itu harus ada perlawanan dan gerakan untuk mengontrakan narasi dan labeling tersebut,” ujarnya.
Prof Sudarnoto menegaskan bahwa pembelaan kemanusiaan terhadap Palestina bukanlah antisemitisme.
Kritik terhadap ideologi zionisme, penolakan terhadap penjajahan, serta kecaman atas pelanggaran hukum humaniter dan hak asasi manusia, menurutnya, adalah bagian dari perjuangan keadilan universal.
“Pembelaan terhadap hak-hak rakyat Palestina adalah persoalan keadilan dan kemanusiaan universal, bukan kebencian terhadap agama atau etnis tertentu,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa menyamakan kritik terhadap Israel dengan antisemitisme merupakan kekeliruan serius yang dapat menyesatkan opini publik serta menghambat upaya penegakan keadilan dan perdamaian internasional.
“Oleh karena itu, penyamaan antara kritik terhadap Israel dengan antisemitisme merupakan kesalahan dan kebodohan besar yang berpotensi menyesatkan opini publik dan menghambat upaya penegakan keadilan dan perdamaian internasional,” katanya.
Lebih lanjut, Prof Sudarnoto membeberkan sejumlah alasan mengapa publik harus benar-benar mewaspadai agenda dan narasi antisemitisme tersebut.
Pertama, agenda ini dinilai berpotensi menjadi instrumen politik Amerika Serikat dengan penerapan standar ganda dalam isu kebencian dan diskriminasi.
Kedua, narasi antisemitisme dapat digunakan untuk membungkam kritik serta melemahkan solidaritas kemanusiaan terhadap Palestina.
Baca juga: Dari Jakarta, Negara Asia–Pasifik Serukan Akhiri Derita Rakyat Palestina
Ketiga, agenda tersebut berisiko menjadi dalih untuk mengabaikan pelanggaran hak asasi manusia yang, menurutnya, terus dilakukan oleh zionis Israel terhadap rakyat Palestina.
“Narasi antisemitisme adalah agenda politik Amerika untuk melemahkan pembelaan terhadap Palestina,” pungkasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang