Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MUI Minta Publik Waspada Agenda Antisemitisme AS, Dinilai Bisa Bungkam Pembelaan Palestina

Kompas.com, 28 Desember 2025, 21:16 WIB
Farid Assifa

Editor

KOMPAS.com - Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta publik mewaspadai agenda dan program antisemitisme yang digulirkan Amerika Serikat (AS).

Seruan ini menyusul pembentukan Kantor Utusan Khusus AS untuk Memantau dan Memerangi Antisemitisme (Special Envoy to Monitor and Combat Antisemitism) di bawah Kementerian Luar Negeri AS.

Saat ini, kantor tersebut dipimpin oleh seorang pemuka Yahudi, Rabi Yehuda Kaploun. Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional (HLNKI), Prof Sudarnoto Abdul Hakim, menilai pembentukan kantor itu tidak bisa dilepaskan dari gelombang besar perlawanan terhadap zionisme Israel serta meningkatnya solidaritas global untuk Palestina, termasuk di Amerika Serikat dan Indonesia.

Baca juga: Sejarah Hari Solidaritas Internasional untuk Rakyat Palestina dan Kondisi Palestina Saat Ini

“Program antisemitisme ini jelas menyesatkan dan membahayakan. Antisemitisme dijadikan label bagi siapa saja yang melakukan kritik, advokasi, pembelaan, dan aksi solidaritas kemanusiaan untuk rakyat Palestina serta menentang zionisme Israel,” kata Prof Sudarnoto dilansir dari MUI Digital di Jakarta, Minggu (28/12/2025).

Ia menilai pelabelan tersebut berpotensi menutup ruang kritik dan membungkam suara kemanusiaan.

Menurutnya, narasi yang menyamakan pembelaan Palestina dengan antisemitisme harus dilawan secara serius.

“Pelabelan dan narasi seperti ini tentu sangat menyesatkan dan membahayakan. Karena itu harus ada perlawanan dan gerakan untuk mengontrakan narasi dan labeling tersebut,” ujarnya.

Prof Sudarnoto menegaskan bahwa pembelaan kemanusiaan terhadap Palestina bukanlah antisemitisme.

Kritik terhadap ideologi zionisme, penolakan terhadap penjajahan, serta kecaman atas pelanggaran hukum humaniter dan hak asasi manusia, menurutnya, adalah bagian dari perjuangan keadilan universal.

“Pembelaan terhadap hak-hak rakyat Palestina adalah persoalan keadilan dan kemanusiaan universal, bukan kebencian terhadap agama atau etnis tertentu,” tegasnya.

Ia juga mengingatkan bahwa menyamakan kritik terhadap Israel dengan antisemitisme merupakan kekeliruan serius yang dapat menyesatkan opini publik serta menghambat upaya penegakan keadilan dan perdamaian internasional.

“Oleh karena itu, penyamaan antara kritik terhadap Israel dengan antisemitisme merupakan kesalahan dan kebodohan besar yang berpotensi menyesatkan opini publik dan menghambat upaya penegakan keadilan dan perdamaian internasional,” katanya.

Alasan Harus Waspada Agenda Antisemitisme AS

Lebih lanjut, Prof Sudarnoto membeberkan sejumlah alasan mengapa publik harus benar-benar mewaspadai agenda dan narasi antisemitisme tersebut.

Pertama, agenda ini dinilai berpotensi menjadi instrumen politik Amerika Serikat dengan penerapan standar ganda dalam isu kebencian dan diskriminasi.

Kedua, narasi antisemitisme dapat digunakan untuk membungkam kritik serta melemahkan solidaritas kemanusiaan terhadap Palestina.

Baca juga: Dari Jakarta, Negara Asia–Pasifik Serukan Akhiri Derita Rakyat Palestina

Ketiga, agenda tersebut berisiko menjadi dalih untuk mengabaikan pelanggaran hak asasi manusia yang, menurutnya, terus dilakukan oleh zionis Israel terhadap rakyat Palestina.

“Narasi antisemitisme adalah agenda politik Amerika untuk melemahkan pembelaan terhadap Palestina,” pungkasnya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Rp
Minimal apresiasi Rp 5.000
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com