Editor
KOMPAS.com — Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Informasi, Komunikasi, dan Digital (Infokomdigi) KH Masduki Baidlowi menilai pembentukan Direktorat Jenderal Pesantren menjadi momentum penting bagi pesantren Indonesia untuk memainkan peran strategis, tidak hanya di tingkat nasional, tetapi juga global.
Menurut Kiai Masduki, terdapat dua peristiwa besar yang menjadi titik balik penguatan pesantren di Indonesia.
Pertama, lahirnya Undang-undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren, dan kedua, kebijakan Presiden yang menaikkan kelembagaan pesantren menjadi setingkat direktorat jenderal.
“Yang pertama adalah lahirnya Undang-Undang Pesantren. Yang kedua adalah kebijakan Presiden yang menaikkan pesantren menjadi Dirjen. Ini ibarat mobil yang sekarang sudah punya roda,” ujar Kiai Masduki dalam program Dinamika Pesantren Nusantara, hasil kolaborasi MUITV dan Kementerian Agama, dikutip dari MUI Digital, Senin (29/12/2025).
Baca juga: LTM PBNU Luncurkan Program “Terima Kasih Muadzin”, Siapkan Apresiasi hingga Umrah
Ia menegaskan, regulasi tanpa dukungan kelembagaan yang kuat tidak akan berdampak signifikan.
Menurutnya, kehadiran Dirjen Pesantren menjadi instrumen penting agar amanat undang-undang dapat dijalankan secara efektif.
“Undang-undang itu tanpa kaki dan tangan tidak ada artinya. Dengan adanya Dirjen, pesantren sekarang punya kendaraan untuk berjalan,” kata dia.
Kiai Masduki menilai pesantren memiliki peran strategis dalam menjaga dan mewariskan nilai Islam moderat (wasathiyah) di Indonesia.
Menurutnya, keberhasilan Islam moderat tumbuh dan berkembang di Tanah Air tidak lepas dari peran dakwah pesantren yang berlangsung lintas generasi.
“Mengapa Islam moderat berkembang baik di Indonesia? Salah satunya karena fungsi dakwah pesantren yang mewariskan Islam wasathiyah dari generasi ke generasi,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menilai pesantren Indonesia seharusnya tidak hanya berorientasi pada kepentingan lokal dan nasional, tetapi juga mampu mengambil peran di tingkat internasional.
“Indonesia ini negara dengan jumlah umat Islam terbesar dan kekuatan kelas menengah yang besar. Pesantren punya modal untuk memainkan peran global,” kata Kiai Masduki.
Kiai Masduki mengingatkan, secara historis ulama Nusantara memiliki jejaring internasional yang kuat, termasuk dengan dunia Timur Tengah. Bahkan, karya-karya ulama lokal pernah menjadi rujukan di pusat-pusat keilmuan Islam dunia.
“Kajian-kajian menunjukkan ulama Nusantara dulu punya peran internasional. Bahkan karya ulama lokal pernah menjadi rujukan di Al-Azhar,” ujarnya.
Karena itu, ia mendorong agar pesantren Indonesia ke depan dapat berkembang menjadi pusat rujukan studi Islam dunia.
“Ke depan, orang tidak hanya belajar Islam ke Al-Azhar atau ke Timur Tengah, tetapi juga datang ke Indonesia,” tegasnya.
Ia juga menekankan pentingnya peran negara dalam mendesain internasionalisasi pesantren, baik melalui forum akademik maupun peningkatan kualitas sumber daya manusia.
“Ini harus by design. Negara harus mendesain agar karya-karya pesantren dikenal secara internasional dan diterjemahkan ke bahasa Arab serta bahasa asing lainnya,” katanya.
Selain dukungan kebijakan, Kiai Masduki menyoroti pentingnya adaptasi pesantren terhadap perkembangan teknologi dan digitalisasi.
Baca juga: UIII Buka Fakultas Sains dan Teknologi, Tawarkan Program Master of Data Science
“Perubahan zaman harus diikuti. Ada AI, media sosial, dan teknologi digital. Ini semua harus dimanfaatkan pesantren untuk memperkuat jejaring internasional,” ujarnya.
Kiai Masduki menutup dengan optimisme bahwa pesantren Indonesia memiliki modal besar untuk naik kelas dan menjadi kekuatan Islam global berbasis Indonesia.
“Pesantren punya modal besar. Tinggal bagaimana potensi itu diaktifkan, dan Dirjen Pesantren ini adalah momentum yang sangat tepat,” kata dia.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang