Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa itu Khitbah dalam Islam? Simak Penjelasan Lengkapnya

Kompas.com, 26 September 2025, 22:10 WIB
Agus Susanto

Penulis

KOMPAS.com - Khitbah merupakan salah satu istilah dalam Islam yang terkait dengan prosesi pernikahan. Khitbah menjadi salah satu proses yang dilalui sebelum seseorang masuk ke dunia pernikahan.

Ada sebagian masyarakat mengartikan khitbah dengan lamaran. Namun apakah khitbah sama dengan lamaran atau tunangan? Berikut penjelasan lengkapnya.

Baca juga: Bacaan Doa Setelah Akad Nikah: Arab, Latin, dan Artinya

Pengertian Khitbah

Khitbah berasal dari akar kata al khithaab dan al khathbu yang mempunyai makna pembicaraan.

Jika al khithaab ini berhubungan dengan ihwal perempuan, maka maknanya menjadi permbicaraan yang berkaitan dengan pernikahan.

Dengan demikian, makna khitbah bisa diartikan sebagai permbicaraan yang berkaitan dengan lamaran atau permohonan untuk menikah.

Khitbah merupakan bentuk keseriusan dan kemantapan hati seseorang untuk segera menikah. Yahya Abdurrahman dalam bukunya Risalah Khitbah menyatakan bahwa khitbah hendaknya dilakukan ketika seseorang telah memiliki keinginan yang kuat tanpa keraguan (azam) untuk menikah.

Hal ini terjadi karena terkadang seseorang hanya memiliki keinginan untuk menikah tetapi belum jelas kapan realisasinya. Azam yang kuat akan mendorong seseorang berusaha dengan keras untuk mewujudkan apa yang diazamkannya.

Prosesi Khitbah

Khitbah disampaikan kepada calon istri dengan sepengetahuan orangtua atau walinya. Hal ini dilakukan karena hak untuk menikahkan seorang wanita ada di pihak ayah atau walinya.

Permohonan untuk menikah yang disampaikan kepada seorang wanita tanpa sepengetahuan orang tua atau walinya tidak bisa disebut sebagai khitbah.

Fungsi khitbah sesungguhnya sebagai proses saling mengenal secara mendalam terhadap calon pasangan. Akan tetapi seperti halnya ta’aruf, khitbah juga telah mengalami pergeseran makna.

Saat ini, khitbah biasa dilakukan setelah terjadinya kemantapan dan kecocokan untuk menikah antara seorang laki-laki dan perempuan. Padahal menurut Prof. Dr. Abd. Nashir Taufiq Al Athar, khitbah dalam pandangan syar’i bukanlah suatu akad (perjanjian) antara laki-laki yang meminang dengan wanita yang dipinang atau walinya untuk melangsungkan pernikahan tetapi sebagai penyempurnaan dari proses perkenalan yang telah dilakukan sebelumnya.

Setelah khitbah diterima, ketentuan hubungan antara laki-laki dan perempuan yang dikhitbah berlaku sebagaimana hubungan seseorang yang bukan muhrim.

Hanya saja seseorang boleh menggali informasi secara detail tentang seluk-beluk calon pasangan sehingga semakin memantapkan untuk melangsungkan pernikahan. Tentu saja penggalian informasi ini tetap memperhatikan batasan-batasan syar’i.

Baca juga: 7 Doa untuk Pengantin Baru Agar Diberi Keberkahan dan Keharmonisan

Hukum yang Berlaku Setelah Khitbah

Ketika khitbah sudah dilakukan, muncullah ketentuan hukum yang mengikat sebagaimana yang dijelaskan Rasulullah SAW dalam haditsnya:

وَلَا يَخْطُبَ الرَّجُلُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ حَتَّى يَتْرُكَ الْخَاطِبُ قَبْلَهُ أَوْ يَأْذَنَ لَهُ الْخَاطِبُ

Artinya: “Dan janganlah seseorang meminang atas pinangan saudaranya yang lain hingga ia meninggalkannya (membatalkannya), atau ia telah diberi izin oleh sang peminang pertama.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Konsekuensi Setelah Khitbah

Selama proses perkenalan dalam khitbah, hendaknya masing-masing pihak mengemukakan segala sesuatu secara jujur, terutama terhadap hal-hal yang nantinya dapat mendatangkan kekecewaan setelah pernikahan. Hal ini penting agar pernikahan yang akan dibangun kelak dapat mendatangkan kebahagiaan.

Kejujuran akan mendatangkan keberkahan dan kedua pihak tidak merasa tertipu dengan pernikahan yang telah dilaksanakan. Kebohongan selama proses ta’aruf dan khitbah hanya akan menimbulkan permasalahan di masa depan.

Cepat atau lambat, kebohongan yang ditutup-tutupi pada akhirnya akan terkuak juga, seperti pepatah 'Serapat-rapat menutup bangkai, baunya akan tercium juga'.

Kekurangan yang dijelaskan saat proses perkenalan kadang dapat ditolelir dan diterima oleh calon pasangan karena adanya kesadaran bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Tetapi jika hal ini tidak diceritakan sejak awal, kadang justru akan menimbulkan kekecewaan di kemudian hari.

Baca juga: Tata Cara Sholat Sunnah Bagi Pengantin Baru Sebelum Berhubungan Badan

Jangka Waktu Khitbah dan Pernikahan

Salah satu hal yang penting untuk diperhatikan ketika khitbah adalah jangka waktu antara khitbah dengan pernikahan.

Meskipun hal itu tergantung dari seberapa banyak waktu yang dibutuhkan untuk saling mengenal, tetapi hendaknya jangka waktunya masih dalam hitungan bulan, tidak sampai bilangan tahun.

Yahya Abdurrahman menyampaikan tentang pentingnya faktor waktu sebagai indikator keseriusan, antara lain:

1. Faktor waktu akan menjadi pembeda antara sekedar mengkhitbah dengan khitbah atas dasar azam untuk menikah

2. Bisa dijadikan indikasi sejauh mana kesungguhan untuk menikah

3. Membedakan apakah ikatan khitbah itu benar-benar dijadikan sebagai wahana untuk berta’aruf dan tidak menjadikannya sebagai “pacaran islami”.

Meskipun tidak ada aturan tegas tentang jangka waktu dalam proses khitbah, hendaknya masa ini tidak terlalu cepat dan tidak pula terlalu lama.

Yang paling penting dalam proses ini adalah jangka waktu yang ditetapkan tersebut cukup bagi keduanya untuk saling mengenal dan mendapatkan informasi yang diperlukan untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan atau tidak.

Jangan Main-main dengan Khitbah

Ketika seorang laki-laki belum benar-benar siap untuk menikah dan belum mempunyai rencana yang matang dalam jangka waktu dekat, hendaknya dia tidak mengkhitbah seorang wanita.

Sebaliknya, seorang wanita yang belum benar-benar ingin menikah, sebaiknya tidak menerima khitbah dan tidak meminta untuk dikhitbah.

Baca juga: Viral “Tepuk Sakinah”, Inovasi Kemenag untuk Mudahkan Calon Pengantin Ingat Nilai Keluarga

Siapa yang Berhak Menolak Khitbah?

Dalam hal memutuskan menerima atau menolak khitbah, hak sepenuhnya berada pada wanita itu sendiri, bukan hak walinya. Wali tidak boleh memutuskan menerima atau menolak khitbah tanpa seizin wanita yang dikhitbah.

Tidak ada konsep pemaksaan jodoh dalam Islam, sebagaimana yang disampaikan dalam hadits Rasulullah SAW:

لاَ تُنْكَحُ اْلأَيِّمُ حَتَّى تُسْتَأْمَرَ وَلاَ تُنْكَحُ الْبِكْرُ حَتَّى تُسْتَأْذَنَ

Artinya: “Janda tidak boleh dinikahkan sehingga dia diminta perintahnya, dan gadis tidak dinikahkan sehingga diminta izinnya.” (H.R. Bukhari).

Jika wali memaksakan menikah dengan seseorang yang tidak disukai (tentu saja dengan alasan syar’i), maka hal tersebut merupakan pelanggaran hak atas wanita.

Beberapa hadits Rasulullah SAW menjelaskan tentang hal tersebut, salah satunya hadits dari Ibnu Abbas: “Seorang gadis pernah mendatangi Rasulullah Saw. Ia bercerita kepada Nabi Saw. bahwa ayahnya telah menikahkannya, sedangkan ia tidak suka (tidak mau). Lalu Nabi Saw. memberikan pilihan kepadanya (boleh meneruskan atau membatalkannya).” (H.R. Ibnu Majah dan Abu Dawud).

Hadits lain menjelaskan: “Khanza’ binti Khidzam dinikahkan oleh ayahnya sedangkan ia adalah seorang janda. Ia tidak menyukai pernikahan itu kemudian ia datang kepada Rasulullah, lalu beliau membatalkan pernikahannya.” (H.R. Ad Darimi dan Ahmad).

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Gagal Terbang di Jeddah, Jamaah Umrah Indonesia Dapat Pendampingan Kemenhaj
Gagal Terbang di Jeddah, Jamaah Umrah Indonesia Dapat Pendampingan Kemenhaj
Aktual
Kemenhaj Beri Relaksasi Pelunasan Bipih bagi Jamaah Haji Terdampak Bencana Sumatera
Kemenhaj Beri Relaksasi Pelunasan Bipih bagi Jamaah Haji Terdampak Bencana Sumatera
Aktual
MUI Kaji Surat Pengunduran Diri Ma’ruf Amin dari Ketua Wantim
MUI Kaji Surat Pengunduran Diri Ma’ruf Amin dari Ketua Wantim
Aktual
Doa Agar Dipertemukan dengan Bulan Ramadhann Lengkap dengan Artinya
Doa Agar Dipertemukan dengan Bulan Ramadhann Lengkap dengan Artinya
Doa dan Niat
Shalat Tahajud Tanpa Tidur, Bolehkah? Simak Penjelasannya
Shalat Tahajud Tanpa Tidur, Bolehkah? Simak Penjelasannya
Doa dan Niat
Hitung Mundur Puasa Ramadhan 2026, Berapa Hari Lagi?
Hitung Mundur Puasa Ramadhan 2026, Berapa Hari Lagi?
Doa dan Niat
Benarkah Waktu Maghrib Setan Mulai Menyebar? Ini Penjelasan Islam
Benarkah Waktu Maghrib Setan Mulai Menyebar? Ini Penjelasan Islam
Aktual
Insiden di Masjidil Haram, Petugas Keamanan Terluka Saat Gagalkan Upaya Melompat
Insiden di Masjidil Haram, Petugas Keamanan Terluka Saat Gagalkan Upaya Melompat
Aktual
Tata Cara Qadha Puasa Ramadhan Bagi Ibu Hamil dan Menyusui
Tata Cara Qadha Puasa Ramadhan Bagi Ibu Hamil dan Menyusui
Doa dan Niat
Menag Nasaruddin Umar Ajak Akhir Tahun Diisi Refleksi Spiritual dan Penguatan Kebangsaan
Menag Nasaruddin Umar Ajak Akhir Tahun Diisi Refleksi Spiritual dan Penguatan Kebangsaan
Aktual
Masjidil Haram Sediakan Layanan Tahalul Gratis di Pelataran
Masjidil Haram Sediakan Layanan Tahalul Gratis di Pelataran
Aktual
Masjid Megah di Bogor Dibangun Singkat, Hanya 8 Bulan dan Siap Dipakai
Masjid Megah di Bogor Dibangun Singkat, Hanya 8 Bulan dan Siap Dipakai
Aktual
Ribuan Warga Aceh Doa Bersama Kenang Tsunami dan Banjir, UAS Singgung Kerusakan Lingkungan
Ribuan Warga Aceh Doa Bersama Kenang Tsunami dan Banjir, UAS Singgung Kerusakan Lingkungan
Aktual
Dana Kotak Amal Jumat di Perlis Malaysia Disalurkan untuk Aceh
Dana Kotak Amal Jumat di Perlis Malaysia Disalurkan untuk Aceh
Aktual
Amalan Peredam Murka Allah SWT Sehingga Azab Tidak Ditimpakan kepada Manusia
Amalan Peredam Murka Allah SWT Sehingga Azab Tidak Ditimpakan kepada Manusia
Doa dan Niat
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Rp
Minimal apresiasi Rp 5.000
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com