KOMPAS.com - Jujur merupakan salah satu sifat mulia yang harus dimiliki oleh setiap muslim. Jujur didefinisikan sebagai sikap atau tindakan yang menyatakan kebenaran tanpa ada kebohongan, kecurangan, atau kepalsuan, baik dalam perkataan, perbuatan, maupun hati.
Di zaman modern ini, kejujuran menjadi sesuatu yang langka. Banyak orang justru berlomba-lomba melakukan kebohongan untuk mencapai keuntungan pribadi.
Untuk lebih meresapi kejujuran dan dapat membantu menginternalisasi kejujuran dalam diri, kisah berikut bisa dijadikan pijakan dan teladan.
Baca juga: Kisah Tsabit bin Ibrahim: Tidak Mau Memakan Barang Haram Sedikitpun
Ketika menjabat sebagai Khalifah, Umar bin khattab pernah mengadakan perjalanan ke daerah pelosok yang jauh dari pusat pemerintahan. Umar bin Khattab kemudian bertemu dengan seorang penggembala kambing di suatu daerah yang terpencil.
Terjadi dialog antara Umar bin Khattab dan penggembala kambing tersebut.
“Apa kerjamu?” tanya Umar bin Khattab.
“Menggembalakan kambing,” jawab si penggembala.
“Berapa ekor kambing yang kau gembalakan?” lanjut Umar bin Khattab.
“Saya tidak tahu. Semua kambing yang ada dilembah ini adalah tanggung jawab saya,” jawab si penggembala.
“Saya mau membeli satu ekor. Berapa harganya?” Umar bin Khattab kembali bertanya.
“Oh tuan, kalau tuan ingin membeli kambing ini silakan tuan datang ke majikan saya. Saya tidak ada hak menjual kambing saya hanya berkewajiban menggembalakannya. Ini alamatnya,” jawab si penggembala kambing dengan lembut.
Baca juga: Kisah Lelaki Bergaji Lima Dirham: Dampak Memakan Harta yang Bukan Haknya
“Kalau kambing ini dibawa kemajikanmu pada saat musim panas nanti, apakah ada kambing-kambing ini yang mati?" cecar Umar bin Khattab.
“Oh banyak tuan," balas si penggembala.
“Kalau begitu, beri tahu saja majikanmu kambing yang aku beli itu mati dan majikanmu pasti percaya," bujuk Umar bin Khattab.
“Iya, tuan pasti percaya,” jawab si penggembala.
Umar bin Khattab kemudian mengeluarkan uang dalam sebuah kantong kemudian meraih tangan si penggembala dan menaruh uang ke tangannya.
Begitu uang itu digenggamkan oleh Umar kepadanya, seketika penggembala itu menepuk pundak Umar dan berkata, “Malu kepada Allah! Malulah kepada Allah!”
Umar bin Khattab kemudian melakukan sujud syukur atas sikap penggembala. Tetapi ia juga mempertanyakan apakah masih ada umat yang jujur di akhir zaman seperti halnya penggembala tersebut.
Baca juga: Kisah Sayyidina Hasan bin Ali: Rela Meletakkan Jabatan Demi Perdamaian
Dari kisah di atas dapat diambil pelajaran bahwa penggembala kambing tersebut telah mencapai derajat ihsan. Penjelasan tentang ihsan disampaikan Nabi Muhammad SAW dalam haditsnya:
فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِحْسَانِ, قَالَ : أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
Artinya: "Dia (Malaikat Jibril) bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang ihsan”.
Nabi SAW menjawab,”Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Kalaupun engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu.” (H.R. Muslim).
Ihsan juga dapat dimaknai selalu merasa dalam pengawasan Allah SWT. Ketika seseorang telah mencapai derajat ini, ia akan senantiasa berbuat baik dalam segala kondisi.
Meskipun tidak ada orang lain yang melihatnya atau meskipun ada peluang untuk berbuat kecurangan atau kebohongan, ia tidak akan melakukannya.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini