Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Meteor Jatuh di Laut Jawa, Begini Penjelasan Al-Qur’an tentang “Api Langit”

Kompas.com - 06/10/2025, 09:26 WIB
Farid Assifa

Editor

KOMPAS.com — Langit Cirebon pada Minggu (5/10/2025) sore berubah menjadi panggung keajaiban. Sekitar pukul 18.35 WIB, warga di sejumlah kecamatan bagian timur, seperti Lemahabang dan Mundu, menyaksikan bola api melintas cepat di langit, diiringi dentuman keras beberapa menit kemudian.

Video amatir dari kamera pengawas memperlihatkan cahaya terang meluncur dari barat daya ke timur laut. Tak lama, getaran terasa di sebagian wilayah pesisir. Banyak warga mengira itu ledakan, namun para peneliti mengungkapkan sesuatu yang lebih menakjubkan: meteor besar jatuh di Laut Jawa.

"Meteor Cukup Besar yang Melintas”

Profesor astronomi dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Thomas Djamaluddin, mengonfirmasi bahwa fenomena tersebut memang berasal dari meteor berukuran besar.

Baca juga: Arab Saudi Izinkan Semua Jenis Visa untuk Umrah, Tak Perlu Visa Khusus

“Saya menyimpulkan itu adalah meteor cukup besar yang melintas,” ujar Thomas saat dikonfirmasi di Jakarta, sebagaimana dilansir dari Antara, Senin (6/10/2025).

Menurutnya, berdasarkan data observasi dan sensor seismik milik BMKG Cirebon, meteor itu melintasi wilayah Kuningan dan Cirebon dari arah barat daya sebelum jatuh di Laut Jawa sekitar pukul 18.39 WIB.

“Ketika memasuki atmosfer yang lebih rendah, meteor menimbulkan gelombang kejut berupa suara dentuman yang terdeteksi BMKG pukul 18.39.12 WIB,” jelasnya.

Dentuman keras tersebut merupakan efek sonik (sonic boom) — suara akibat benda langit yang menembus lapisan atmosfer dengan kecepatan tinggi.

Thomas memastikan fenomena ini tidak menimbulkan bahaya, meskipun terdengar hingga radius puluhan kilometer.

“Fenomena ini alami dan tidak membahayakan. Meteor terbakar di atmosfer, hanya meninggalkan jejak cahaya yang sesaat,” ujarnya.

Antara Ilmu Langit dan Ayat Langit

Fenomena alam langka ini tidak hanya menggugah rasa ingin tahu ilmiah, tetapi juga menyentuh sisi spiritual banyak orang.

Dalam tradisi Islam, peristiwa semacam ini dikenal dalam Al-Qur’an sebagai “syihab” (شِهَاب) atau “syuhub” (شُهُب) — benda bercahaya di langit yang melesat cepat.

Al-Qur’an menyebutnya bukan sekadar pemandangan indah, melainkan juga tanda penjagaan langit dari makhluk halus.

Dalam Surah Al-Mulk ayat 5, Allah berfirman:

“Dan sungguh, Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang dan Kami jadikan itu alat pelempar setan.” (QS. Al-Mulk [67]: 5)

Tafsir klasik seperti karya Ibn Katsir dan Al-Tabari menjelaskan bahwa syihab adalah kilatan api langit (meteor) yang digunakan Allah untuk mengusir jin atau setan yang mencoba mencuri kabar dari langit.

“Apabila setan berusaha mencuri pendengaran, maka ia dikejar oleh syihab, yaitu nyala api yang muncul dari langit,” tulis Ibn Katsir dalam Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim.

Ilmu dan Iman Berjalan Seiring

Dalam pandangan ilmiah modern, meteor adalah batu atau logam kecil dari luar angkasa yang terbakar ketika masuk ke atmosfer bumi.

Gesekan udara menyebabkan suhu benda itu meningkat hingga ribuan derajat Celsius, menimbulkan cahaya terang di langit malam.

Namun, bagi banyak ulama modern seperti Syekh Tantawi Jauhari dan Muhammad Abduh, penjelasan ilmiah tidak menghapus makna teologis di balik fenomena itu.

Al-Qur’an, kata mereka, bukan buku fisika, tetapi kitab tanda-tanda kebesaran Allah.

Meteor hanyalah salah satu di antara sekian banyak ayat kauniyah, yakni ayat alam semesta yang mengisyaratkan keteraturan ciptaan-Nya.

“Meteor adalah tanda kekuasaan Allah. Ia tampak nyata secara fisik, namun juga memiliki makna spiritual: pengingat bahwa langit dijaga dari hal-hal ghaib,” tulis Tantawi dalam Al-Jawahir fi Tafsir al-Qur’an al-Karim.

Kilatan Cahaya dan Cahaya Kebenaran

Dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah SAW menjelaskan bahwa sebelum diutusnya beliau, setan masih bisa mencuri pendengaran dari langit, tetapi kemudian mereka dihalangi oleh syuhub, yakni kilatan api langit yang membakar mereka.

Dalam tafsir sufistik, fenomena langit ini ditafsirkan sebagai simbol cahaya kebenaran yang mengusir kegelapan kebatilan.

Sebagaimana langit dijaga dengan syihab, hati manusia pun dijaga dengan zikir dan ilmu dari bisikan setan.

Dentuman meteor di Cirebon menjadi pengingat bahwa di balik hukum fisika yang bekerja sempurna, ada keteraturan ilahi yang menjaga alam semesta berjalan pada garisnya.

Ketika Langit Berbicara

Bagi warga Cirebon, peristiwa Minggu sore itu mungkin hanya berlangsung beberapa detik. Namun, bagi yang peka, ia menjadi pengingat bahwa alam semesta tak pernah berhenti bertasbih.

Baca juga: Korban Tertimpa Reruntuhan Termasuk Syahid Akhirat, Ini Penjelasan dalam Islam

Dari sudut pandang ilmiah, itu adalah meteor besar yang jatuh di Laut Jawa.
Dari sudut pandang spiritual, itu adalah syihab, tanda bahwa langit masih dijaga sebagaimana dijelaskan dalam wahyu.

Dalam satu dentuman dan kilatan cahaya, manusia kembali diajak menengadah — mengingat Sang Pencipta yang menggantungkan bintang, mengatur orbit, dan menurunkan pelajaran bahkan lewat sebutir batu langit yang terbakar.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang



Terkini Lainnya
Keutamaan dan Kemuliaan Seorang Guru dalam Pandangan Islam
Keutamaan dan Kemuliaan Seorang Guru dalam Pandangan Islam
Doa dan Niat
Nama-Nama Nabi Muhammad SAW yang Wajib Diketahui Umat Islam
Nama-Nama Nabi Muhammad SAW yang Wajib Diketahui Umat Islam
Doa dan Niat
50 Kiai Sepakat Tak Ada Pemakzulan Gus Yahya, PBNU Tetap Utuh hingga Muktamar
50 Kiai Sepakat Tak Ada Pemakzulan Gus Yahya, PBNU Tetap Utuh hingga Muktamar
Aktual
MUI Ungkap Fatwa Baru: Rp 190 Triliun Rekening Dormant Bisa Dialihkan ke Lembaga Sosial
MUI Ungkap Fatwa Baru: Rp 190 Triliun Rekening Dormant Bisa Dialihkan ke Lembaga Sosial
Aktual
Shalat Tapi Masih Bermaksiat? Begini Penjelasannya dalam Islam
Shalat Tapi Masih Bermaksiat? Begini Penjelasannya dalam Islam
Doa dan Niat
Doa Sederhana untuk Guru di Hari Guru 2025: Bentuk Syukur atas Cahaya Ilmu
Doa Sederhana untuk Guru di Hari Guru 2025: Bentuk Syukur atas Cahaya Ilmu
Doa dan Niat
Kemenag Siapkan Standar Kompetensi Marbot, Tak Sekadar Jaga Kebersihan Masjid
Kemenag Siapkan Standar Kompetensi Marbot, Tak Sekadar Jaga Kebersihan Masjid
Aktual
Marak Jasa Nikah Siri di Medsos, Kemenag Ingatkan Risiko bagi Perempuan dan Anak
Marak Jasa Nikah Siri di Medsos, Kemenag Ingatkan Risiko bagi Perempuan dan Anak
Aktual
Sirah Nabawiyah: Kisah Hidup Nabi Muhammad SAW dari Lahir hingga Wafat
Sirah Nabawiyah: Kisah Hidup Nabi Muhammad SAW dari Lahir hingga Wafat
Doa dan Niat
Pendaftaran PPIH 2026 Dibuka, Ini Contoh Surat Rekomendasi yang Wajib Diunggah
Pendaftaran PPIH 2026 Dibuka, Ini Contoh Surat Rekomendasi yang Wajib Diunggah
Aktual
Gus Ipul Benarkan Pencopotan Charles Taylor, PBNU Minta Kader Tidak Berspekulasi
Gus Ipul Benarkan Pencopotan Charles Taylor, PBNU Minta Kader Tidak Berspekulasi
Aktual
Doa Diberikan Pemahaman Agama Lengkap dengan Terjemahannya
Doa Diberikan Pemahaman Agama Lengkap dengan Terjemahannya
Doa dan Niat
Menhaj: Pelunasan Biaya Haji 2026 Tahap 1 sampai 23 Desember
Menhaj: Pelunasan Biaya Haji 2026 Tahap 1 sampai 23 Desember
Aktual
Keutamaan Shalat Hajat Lengkap dengan Tata Cara dan Doanya
Keutamaan Shalat Hajat Lengkap dengan Tata Cara dan Doanya
Doa dan Niat
Timeline Seleksi Petugas Haji Daerah 2026, Syarat Utama dan Cara Daftar
Timeline Seleksi Petugas Haji Daerah 2026, Syarat Utama dan Cara Daftar
Aktual
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme Jernih KOMPAS.com