Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wamen Haji: Pembagian Kuota Tidak Sesuai Aturan Picu Ketidakadilan Sejak 2012

Kompas.com - 20/11/2025, 19:24 WIB
Khairina

Editor

Sumber Antara

KOMPAS.com-Wakil Menteri Haji dan Umrah Dahnil Anzar Simanjuntak menjelaskan alasan di balik penyesuaian kuota haji Indonesia yang berdampak pada penundaan keberangkatan jamaah di sejumlah daerah.

Dahnil menyampaikan bahwa pola pembagian kuota haji per daerah selama ini tidak mengikuti ketentuan perundang-undangan dan menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

“Salah satu temuannya, karena perhitungannya tidak sesuai dengan undang-undang. Dulu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 itu diatur cara menghitungnya berdasarkan jumlah penduduk Islam atau berdasarkan waiting list. Nah, oleh penyelenggara haji pada tahun 2012 sampai 2025, itu menggunakan pendekatan pembaginya jumlah penduduk Islam. Tetapi, sayangnya itu pun tidak didasari oleh perhitungan yang benar,” kata Dahnil, seperti ditulis Antara, Kamis (20/11/2025).

Baca juga: Daftar Lengkap Kloter Haji 2026: Garuda Indonesia Layani 277 Kloter, Saudia 248 Kloter

Dahnil menjelaskan, adanya berbagai afirmasi di sejumlah provinsi menyebabkan ketimpangan di antara calon jamaah haji yang sudah mendaftar.

“Jadi, ada orang yang mendaftar misalnya tahun 2011, tapi dia bisa duluan berangkat dibandingkan orang yang baru daftar tahun 2009, dan itu kesenjangannya banyak, di seluruh Indonesia, sehingga ada ketidakadilan di situ,” ujarnya.

Kementerian Haji dan Umrah tahun ini memutuskan mengembalikan mekanisme pembagian kuota sesuai rujukan terbaru, yakni Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025.

Ia menegaskan bahwa dalam undang-undang tersebut pembagian kuota tidak lagi didasarkan pada jumlah penduduk Muslim, melainkan pada jumlah daftar tunggu atau waiting list.

Baca juga: Kuota Haji 2026 Berubah, Menhaj Jelaskan Alasan Pemerintah Pilih Sistem Waiting List

Daftar Tunggu Haji 5,4 Juta Orang

Dahnil menyebut daftar tunggu haji nasional saat ini mencapai 5,4 juta orang.

Jumlah tersebut didominasi oleh masyarakat Jawa Timur dengan 1,2 juta pendaftar, disusul Jawa Tengah sebanyak 900.000 orang, Jawa Barat 700.000 orang, kemudian Sulawesi Selatan, DKI Jakarta, Banten, dan daerah lain.

“Karena dari 2012 sistemnya tidak merujuk undang-undang, akhirnya tidak adil, ada ketidakadilan. Ada orang yang harusnya belum berangkat, (tapi) kemudian berangkat. Nah hari ini kita ratakan semua dan itu bisa diakses pakai perhitungan. Jadi, sekarang semua berangkatnya sesuai dengan waktu mendaftar mereka,” ungkapnya.

Baca juga: Persiapan Haji 2026: Kemenhaj Pastikan Asrama Haji Siap Melayani Jamaah

Penyesuaian ini menyebabkan perubahan waktu keberangkatan bagi sejumlah calon jamaah haji, baik maju maupun mundur.

“Memang dampaknya ada yang mundur waktu berangkatnya, tapi ada juga yang maju. Kenapa? Karena ini untuk memperbaiki sistem yang selama ini kita anggap tidak sesuai,” tutur Dahnil Anzar Simanjuntak.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang



Terkini Lainnya
Pendaftaran Petugas Haji 2026 Dimulai, Kemenhaj Tegaskan Proses Bebas Biaya
Pendaftaran Petugas Haji 2026 Dimulai, Kemenhaj Tegaskan Proses Bebas Biaya
Aktual
Doa Agar Istiqomah dalam Beribadah Lengkap dengan Artinya
Doa Agar Istiqomah dalam Beribadah Lengkap dengan Artinya
Doa dan Niat
DPRD Jabar Soroti Penurunan Kuota Haji 2026 dan Minta Kemenhaj Gencarkan Sosialisasi
DPRD Jabar Soroti Penurunan Kuota Haji 2026 dan Minta Kemenhaj Gencarkan Sosialisasi
Aktual
Kemenag Gelar Uji Publik Penyempurnaan Tafsir Al Qur'an, Himpun Masukan dari Ulama dan Akademisi
Kemenag Gelar Uji Publik Penyempurnaan Tafsir Al Qur'an, Himpun Masukan dari Ulama dan Akademisi
Aktual
Presiden Tak Hadiri Munas MUI, Ma’ruf Amin: Kita Tidak Boleh Lemas
Presiden Tak Hadiri Munas MUI, Ma’ruf Amin: Kita Tidak Boleh Lemas
Aktual
Wamen Haji: Pembagian Kuota Tidak Sesuai Aturan Picu Ketidakadilan Sejak 2012
Wamen Haji: Pembagian Kuota Tidak Sesuai Aturan Picu Ketidakadilan Sejak 2012
Aktual
Hadiri Munas XI MUI, Ketua MPR Ahmad Muzani: Ulama adalah Denyut Nadi Umat
Hadiri Munas XI MUI, Ketua MPR Ahmad Muzani: Ulama adalah Denyut Nadi Umat
Aktual
Sholat Istikharah: Waktu Terbaik, Tata Cara, Doa Lengkap, dan Keutamaannya
Sholat Istikharah: Waktu Terbaik, Tata Cara, Doa Lengkap, dan Keutamaannya
Doa dan Niat
KH Anwar Iskandar Tegaskan Peran Ulama dalam Menjaga Stabilitas Nasional di Munas XI MUI
KH Anwar Iskandar Tegaskan Peran Ulama dalam Menjaga Stabilitas Nasional di Munas XI MUI
Aktual
Khutbah Jumat: Tips Untuk Shalat Khusyuk
Khutbah Jumat: Tips Untuk Shalat Khusyuk
Doa dan Niat
Istiqomah Lebih Baik dari Seribu Karomah, Begini Penjelasannya
Istiqomah Lebih Baik dari Seribu Karomah, Begini Penjelasannya
Doa dan Niat
Penjelasan Hadits Tentang Ibumu, Ibumu, Ibumu, Baru Ayahmu
Penjelasan Hadits Tentang Ibumu, Ibumu, Ibumu, Baru Ayahmu
Doa dan Niat
M Quraish Shihab Paparkan Pentingnya Toleransi dalam Menyikapi Perbedaan Tafsir Alquran
M Quraish Shihab Paparkan Pentingnya Toleransi dalam Menyikapi Perbedaan Tafsir Alquran
Aktual
Shalawat Busyro: Arab, Latin, dan Terjemahannya
Shalawat Busyro: Arab, Latin, dan Terjemahannya
Doa dan Niat
Keteladanan Rasulullah SAW: Lima Akhlak Utama Nabi yang Dicontohkan Umat Islam
Keteladanan Rasulullah SAW: Lima Akhlak Utama Nabi yang Dicontohkan Umat Islam
Aktual
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme Jernih KOMPAS.com