KOMPAS.com-Menteri Haji dan Umrah RI Mochamad Irfan Yusuf menegaskan pembagian kuota haji reguler antarprovinsi pada penyelenggaraan haji 1447 Hijriah/2026 Masehi disusun berdasarkan prinsip keadilan dan proporsionalitas.
“Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 mengatur secara tegas bahwa pembagian kuota haji reguler antarprovinsi harus mencerminkan keadilan dan proporsionalitas,” ujar Menhaj Irfan Yusuf di Jakarta, Selasa (18/11/2025), merespons adanya penambahan dan pengurangan kuota di sejumlah provinsi pada haji 2026.
Baca juga: Persiapan Haji 2026: Kemenhaj Pastikan Asrama Haji Siap Melayani Jamaah
Dilansir dari Antara, Gus Irfan menjelaskan Pasal 13 ayat (2) UU Nomor 14 Tahun 2025 menetapkan tiga pendekatan dalam pembagian kuota haji reguler antarprovinsi.
Pendekatan pertama berdasarkan proporsi jumlah daftar tunggu jamaah pada masing-masing provinsi.
Pendekatan kedua mengacu pada proporsi jumlah penduduk Muslim antarprovinsi.
Pendekatan ketiga memadukan dua variabel tersebut dan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri Haji dan Umrah.
“Dengan ketentuan baru ini, UU 14/2025 menghadirkan reformasi mendasar dalam sistem pembagian kuota haji, memastikan bahwa setiap calon jamaah mendapatkan kesempatan berangkat secara lebih adil dan terukur, sesuai dengan waktu pendaftaran dan kondisi demografis masing-masing provinsi,” kata Gus Irfan.
Baca juga: Saudi Perketat Aturan Haji 1447 H, Batas Pengajuan Visa hingga 1 Syawal Tanpa Perpanjangan
Gus Irfan menegaskan pemerintah memilih opsi waiting list sebagai dasar pembagian kuota karena pendekatan tersebut dianggap paling memenuhi aspek keadilan, kepastian, dan kemaslahatan bagi calon jamaah.
Keputusan tersebut, lanjutnya, lahir dari telaah, pembahasan bersama DPR, serta masukan publik mengenai panjangnya masa tunggu di banyak daerah.
Pola pembagian yang sebelumnya berbasis proporsi penduduk Muslim dinilai menimbulkan kesenjangan antardaerah.
“Ini juga menjawab keresahan sosial dan tuntutan publik. Banyak jamaah yang sudah menunggu puluhan tahun tanpa kepastian. Opsi waiting list memberikan jawaban konkret terhadap aspirasi masyarakat,” ujar Gus Irfan.
Ia menjelaskan pemerintah memilih pendekatan waiting list karena paling relevan dengan kondisi faktual di lapangan dan sesuai semangat keadilan dalam undang-undang.
Pendekatan ini dinilai mampu menekan disparitas masa tunggu nasional agar lebih wajar dan merata.
“Kebijakan berbasis waiting list bukan hanya pilihan teknokratis, tetapi juga langkah moral dan sosial, untuk memastikan penyelenggaraan ibadah haji berjalan lebih adil, transparan, dan berpihak pada umat,” katanya.
Baca juga: Kemenhaj RI Buka Rekrutmen Petugas Haji 1447 H/2026 M, Ini Tahapan dan Syaratnya
Pemerintah melalui Kementerian Haji dan Umrah menggunakan basis data waiting list nasional dari Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (SISKOHAT) sebagai acuan utama dalam menghitung kuota haji 1447 Hijriah/2026.
Gus Irfan menegaskan perbedaan mencolok antara kuota haji 2026 dan 2025 bukan dipicu perubahan jumlah kuota nasional, tetapi akibat perubahan mendasar dalam formula pembagian kuota.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang