KOMPAS.com — Lebih dari 40 warga NU alumni Universitas Gadjah Mada (UGM) menyampaikan Petisi Terbuka yang berisi keprihatinan mendalam atas dinamika internal di tubuh PBNU yang mereka nilai telah mencederai marwah organisasi dan komitmen historis NU terhadap keadilan sosial–ekologis.
Para alumni menilai konsesi tambang yang diberikan pemerintah kepada PBNU tahun lalu telah memicu konflik internal dan merusak kepercayaan publik. Mereka menyebut polemik yang terjadi antar pimpinan tertinggi Syuriah dan Tanfidziyah sebagai “petaka internal” yang sudah diperingatkan sejak awal.
“NU sebagai organisasi keagamaan tidak semestinya terlibat dalam bisnis ekstraktif yang sarat risiko konflik kepentingan dan kerusakan lingkungan. Konsesi tambang membawa jauh lebih banyak madharat daripada manfaat,” demikian salah satu poin tegas dalam petisi tersebut.
Baca juga: Kiai dan Nyai Muda NU Desak Rekonsiliasi PBNU Lewat Musyawarah Terbuka
Dalam petisi yang dirilis secara terbuka itu, para alumni NU UGM menyampaikan empat tuntutan utama kepada PBNU:
Para alumni menilai keterlibatan NU dalam sektor tambang berpotensi menyeret organisasi dalam kooptasi politik, hegemoni kekuasaan, serta penyimpangan dari mandat sosialnya. Mereka mendorong PBNU berani mengambil langkah moral dengan mengembalikan konsesi tersebut kepada pemerintah.
Petisi menuntut para pengurus—baik Syuriah maupun Tanfidziyah—yang dianggap tidak sejalan dengan prinsip keadilan iklim dan keberlanjutan ekologis untuk mengundurkan diri secara sukarela. Termasuk mereka yang memicu kegaduhan melalui pernyataan publik.
“NU harus tetap menjadi kompas moral bangsa, bukan bagian dari kepentingan kekuasaan,” demikian isi petisi.
Alumni menuntut digelarnya Muktamar dalam waktu dekat guna memilih kepengurusan baru. Mereka menegaskan bahwa Sekjen, Ketua Umum, Rais Aam, serta seluruh pihak yang terlibat konflik tidak boleh mencalonkan diri kembali sebagai bentuk sanksi moral.
Petisi ini menegaskan bahwa NU seharusnya menjadi penjaga ekosistem, pembela kelompok rentan, penyeimbang pemerintah, serta pengemban nilai rahmatan lil ‘alamin. Eksploitasi alam yang serampangan, seperti kasus-kasus di Sumatera, disebut bertentangan dengan etika dan kearifan lokal NU.
Para alumni menegaskan bahwa NU memiliki kekuatan moral, intelektual, dan spiritual untuk kembali pada khittahnya sebagai cahaya bagi umat.
Mereka berharap PBNU mendengar suara moral ini dan mengambil langkah nyata memulihkan kehormatan organisasi.
Baca juga: Kader Muda NU Desak Hentikan Kesewenang-wenangan di PBNU, Tegaskan Ketaatan pada Kiai Sepuh
Petisi ini ditandatangani oleh 40 orang lebih dari berbagai kalangan: pengasuh pesantren, akademisi, peneliti, aktivis, pengusaha, hingga pekerja media.
Mereka menutup petisi dengan ajakan moral: “NU harus kembali menjadi pengayom umat dan penjaga bumi sebagai amanah Tuhan. Saatnya memulihkan kepercayaan publik dan menjaga marwah organisasi.”
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang