KOMPAS.com — Kubu Gus Yahya yang diwakili Sekretaris Jenderal PBNU, Amin Said Husni, menegaskan bahwa Rapat Pleno PBNU pada Senin malam (9/12/2025) di Hotel Sultan, Jakarta, tidak sah dan tidak mewakili sikap mayoritas kepengurusan.
Menurutnya, sebagian besar fungsionaris PBNU justru memilih mematuhi seruan para kiai sepuh yang meminta agar konflik internal dihentikan dan persoalan organisasi diselesaikan sesuai mekanisme AD/ART.
“Mayoritas pengurus tetap loyal kepada dawuh kiai sepuh,” ujar Amin dalam pernyataan tertulis, Selasa (9/12/2025).
Baca juga: Buat Petisi, Warga NU Alumni UGM Serukan PBNU Kembalikan Konsesi Tambang
Ia menegaskan bahwa langkah menghadiri atau tidak menghadiri rapat pleno merupakan bentuk posisi politik yang sangat jelas: “Ketidakhadiran mayoritas menunjukkan penolakan terhadap proses yang tidak sesuai aturan.”
Amin menyoroti fakta bahwa rapat pleno hanya dihadiri 58 dari total 216 anggota—sekitar 26 persen—yang membuatnya gagal mencapai batas minimum kuorum.
“Rapat ini tidak sah karena menindaklanjuti keputusan Rapat Harian Syuriyah yang tidak sah,” tegasnya.
Rincian kehadiran menunjukkan minimnya dukungan terhadap agenda pemakzulan Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf. Dari 29 Mustasyar hanya 2 hadir, Syuriyah 20 dari 53 orang, Tanfidziyah 22 dari 62 orang, A’wan 7 dari 40 orang.
Lembaga PBNU hanya menghadirkan 5 dari 18 lembaga, dan Banom hanya mengirim 2 dari 14 badan otonom.
Lebih dari tiga perempat fungsionaris memilih tidak datang—a signal kuat bahwa mayoritas pengurus menolak langkah pemakzulan.
Penolakan mayoritas pengurus berkaitan erat dengan sikap Forum Sesepuh dan Mustasyar yang berkumpul di Pesantren Tebuireng pada 6 Desember. Para kiai sepuh menyatakan bahwa keputusan Rapat Harian Syuriyah untuk memakzulkan Ketua Umum melanggar AD/ART NU dan meminta seluruh pihak menahan diri serta menempuh jalur islah.
“Para kiai sepuh sudah memberikan dawuh agar tidak melanjutkan agenda pemakzulan. Mayoritas pengurus memilih mendengarkan hal ini,” kata Amin.
Meski tidak sah secara kuorum, rapat pleno tetap menetapkan KH Zulfa Mustofa sebagai Penjabat (Pj) Ketua Umum hingga Muktamar 2026. Penetapan ini diumumkan Rais Syuriah PBNU, M Nuh, yang memimpin jalannya pleno.
Amin menegaskan bahwa langkah tersebut tidak dapat dianggap sebagai keputusan institusional PBNU. “Keputusan apa pun yang dihasilkan dari rapat yang tidak sah tidak bisa mewakili PBNU,” ujarnya.
Rapat pleno itu sendiri merupakan tindak lanjut dari undangan 2 Desember yang memuat agenda penetapan Pejabat Ketua Umum tanpa melibatkan Ketua Umum aktif, yang sebelumnya telah diminta untuk dihentikan sementara oleh Forum Sesepuh.
Amin menilai bahwa sikap mayoritas pengurus mencerminkan keinginan warga NU secara umum: menjaga ketenangan organisasi.
Baca juga: Kiai dan Nyai Muda NU Desak Rekonsiliasi PBNU Lewat Musyawarah Terbuka
“NU ini besar karena adab dan tawadlu kepada para kiai. Maka ketika para sesepuh sudah memberi arahan, ya kita ikuti,” tegasnya.
Ia berharap seluruh pihak kembali menempuh jalur penyelesaian yang sesuai aturan organisasi dan menghindari tindakan yang berpotensi memperlebar konflik.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang